Ini cerita tentang bendera Merah Putih yang mempunyai arti tersendiri bagiku. Â Teringat masa kecil saat usia SD, tepatnya kelas 4. Â Saat itu aku masuk sebagai murid baru pindahkan dari kota besar Jakarta. Â Kepindahan tugas bapaklah yang membawa kami sekeluarga pindah ke kota Jambi.
Satu hal yang berkesan bagiku dan merubah segalanya ketika sekolah baruku ini mempercayakan aku untuk mengibarkan bendera Merah Putih untuk satu upacara. Â Sebagai murid baru aku sangat canggung. Â Apalagi dari sekolah tempat aku berasal tidak pernah aku mendapatkan kepercayaan sebesar ini. Â Jujur bagiku bendera Merah Putih itu sakral dan agung, dan aku menghormatinya.
Sederhana saja pemahamanku, bahwa untuk negeri ini merdeka bukanlah hal yang mudah. Â Darah para pahlawan kita tertumpah untuk membuat kita bisa merdeka seperti saat ini. Â Bendera Merah Putih adalah bukti bahwa Indonesia sudah merdeka.
Ngeri membayangkan jika aku salah mengibarkan, dan bagaimana nanti jika terbalik merah diatas, lalu putih dibawah. Â "Jangan takut, kamu pasti mampu. Â Kita latihan sampai kamu bisa, dan percayalah dengan bapak, kamu pasti bisa," begitu kata guruku meyakinkan. Â Heheh...tidak ada masalah dengan latihan, meski awalnya aku sangat canggung karena merasa beban takut salah.
Hari Senin yang bertepatan dengan Hari Pendidikan Nasional seingatku ketika itu pun tiba. Â Tidak ada lagi kecanggungan di diriku. Â Percaya diri aku langkahkan kakiku membawa bendera Merah Putih untuk dikibarkan di tengah lapangan sekolah kami yang luas itu. Â
Mata-mata temanku masih aku ingat, memandangku dengan senyum-senyum iseng mereka. Â Heheh....maklum aku dikenal sebagai anak yang iseng, tukang bikin onar dan segudang ide nakal bawaan anak kota Jakarta mungkin.
Maaf, kali ini tidak ada becandaan, bagiku bendera Merah Putih itu sangat aku hormati sekalipun aku ini anak iseng. Â Tapi apa daya cerita berubah parah saat aku bentangkan bendera itu dan dubrakk...persis seperti ketakutanku posisi terbalik, merah dibawah dan putih diatas! Â Panik, dan menangis aku salahkan diriku. Â Sementara gelak tawa teman-temanku seolah tidak henti mentertawakan kebodohanku ini.
Tidak aku hiraukan tertawaan itu. Â Masih aku ingat jelas dengan tatapan lembut di kejauhan guru-guruku memberikan senyum seolah mengatakan, "perbaiki dan lanjutkan anakku." Â Yup, seolah itu yang ingin mereka katakan dari kejauhan, walau tidak satupun datang membantu.
Bersama dua temanku lainnya, kami memperbaiki kesalahan itu. Â Ku bentangkan Merah Putihku kedua kalinya dan menaikannya kembali diiringi Lagu Indonesia Raya. Â Aku ingat, airmataku terus bercucuran hingga akhirnya Merah Putih itu sampai di ujung tiang, berkibar dengan agungnya.
Mungkin ini tidak berarti untuk orang lain, tetapi bagiku sangat berarti. Â Walau di usiaku yang masih kecil, dan walau aku terbilang anak iseng ketika itu tapi aku menghormati bendera Merah Putih, dan aku mencintai Indonesia menurut versi kanak-kanakku ketika itu.
Sebuah kehormatan bagiku karena walau aku membuat kesalahan fatal tetapi aku dipercaya sebagai pasukan pengibar bendera di sekolah, khusus untuk hari-hari nasional. Â Ini terus berjalan hingga aku lulus kelas 6. Â Bangga, jelas bangga seperti banggaku kepada negeri ini.