Mohon tunggu...
Desy Pangapuli
Desy Pangapuli Mohon Tunggu... Penulis - Be grateful and cheerful

Penulis lepas yang suka berpetualang

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Toleransi Nyawa?

16 Juli 2020   01:34 Diperbarui: 16 Juli 2020   01:32 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: kliklegal.com

Anggap saja artikel ini bentuk kekesalan penulis akibat ulah saudara-saudara kita yang masih saja cuek bebek dengan keganasan Covid.  Hehehe...ngerti sekali, bicara toleransi memang Indonesia jagonya.  Di dalam banyak hal negeri ini mampu bertoleransi.

Mungkin karena terbiasa majemuk dalam segalanya, sehingga kita super akut bertoleransi.  Sebagai contoh, kasus hukum di negeri bisa hilang dengan sendirinya, akibat tolerans dan ngerti sama ngerti.  Bahkan beberapa diantaranya cukup diselesaikan dengan materai Rp 6000.

Tetapi, ini Covid yang tidak bisa diselesaikan dengan materai!  Bahkan masker saja bisa jadi belum nendang untuk melawan Covid!  Diperlukan kelengkapan lain, yaitu mematuhi protokol kesehatan dan termasuk juga tentunya memperbaiki kualitas hidup sehat!

Disinilah sumber penyakit itu!  Terbukti pelonggaran PSBB transisi jadi duri dalam daging!  Mendadak nyawa diobral murah meriah dengan melonjaknya kasus Covid di DKI Jakarta sebagai buktinya.  Jakarta merah membara!  Ingat, merah membara, dan bukan merah merona!

Nggak ngerti juga apakah masyarakatnya lebih peduli enaknya makan-makan di mall, jalan-jalan di tempat umum, dan bahkan ada yang kangen berat ingin nonton?  Waduh...penulis tidak habis pikir, bagaimana mereka ini bisa seacuh itu terhadap nyawanya sendiri?

Beti alias beda tipis dengan pemerintah yang sempat bombastis mengatakan akan mengambil tindakan tegas jika tidak menggunakan masker di tempat umum.  Lalu, mengambil tindakan tegas jika ada kerumunan masyarakat.  Hehehe...setegas apa yah kira-kira?  Faktanya, di Jakarta saja beberapa kali ditemukan aksi demo masyarakat bebas merdeka tanpa ketegasan.  Ini belum lagi fakta masyarakat aman-aman saja tuh tidak menggunakan masker.  Tidak ada tuh sanksi Rp 250 seperti gembar-gembornya.  Yah...mungkin ada, tetapi bisa dihitung lebih nyaring mana, gembar-gembornya atau sanksinya?

Salut memang bicara nyali dengan masyarakat Indonesia.  Kita ambil contoh DKI Jakarta yang kembali ramai, dan macet seolah tidak ada pandemi.  Jika ini dikarenakan mencari nafkah mungkin bisa dipahami, tetapi melihat mereka berjejal di mall itu jelas wow...sekali!  Ini seperti sedang menakuti Covid, siapa yang lebih berani antara virus atau manusia?

Ataukah yang sedang dilakukan sekarang mencoba bernego dan bertoleransi dengan Covid?  Mengharapkan Covid mau mengalah dan hilang dengan sendirinya? 

Mari kita lihat tetangga kita Melbourne yang kembali memutuskan melakukan lockdown karena terjadinya peningkatan kasus yang yang disebabkan oleh penularan antar-masyarakat.  Maaf, ada kewarasan yang bisa kita lihat disana!   Peduli dengan nyawa, dan tidak sedikitpun memberikan toleransi.  Hal yang sama juga terjadi di India yang kembali lockdown.  Sedangkan kita di Indonesia, hanya diminta untuk mematuhi PSBB masa transisi saja kok bebal?

Butuh kerja keras dari pemerintah untuk menegaskan kembali aturan hukum terkait protokol kesehatan dan PSBB!  Demikian juga tentunya masyarakat, tolong jangan ego dan kalap tidak jelas.  Kurangi segala aktivitas di luar sedapat mungkin, dan ingat patuhi semua protokol kesehatan serta kebijakan pemerintah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun