Mohon tunggu...
Desti Syabila
Desti Syabila Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Gadjah Mada

Dance

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Kejujuran Saat Ini Mahal, Tapi Ada yang Lebih Mahal Lagi Tahun Depan, Rokok

19 September 2022   14:00 Diperbarui: 19 September 2022   14:04 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Sudah menjadi rahasia umum kalau setiap tahunnya pemerintah berencana akan menaikkan cukai rokok. Pada tahun ini saja kenaikan cukai rokok sebesar 22% dari tahun sebelumnya. 

Tak puas akan hal itu, berdasarkan PP No 98 Tahun 2022, di indikasikan adanya kenaikan bea cukai rokok sebesar 11,6% dari tahun ini. Berdasarkan data Kementrian Keuangan Indonesia, industri rokok merupakan salah satu sektor industri terbesar di Indonesia dengan nilai kontribusi terhadap pendapatan negara sebesar 95-96%. Sumbangan pemasukan tersebut berasal dari cukai rokok per batang. 

Berdasarkan data dari Ditjen Bea Cukai, hingga 30 april tahun 2022 penerimaan cukai atas produk rokok, sigaret ataupun cerutu sebesar Rp 78,67 trilliun rupiah atau naik 31% year on year jika di bandingkan pada pendapatan tahun sebelumnya.

Pemerintah beralasan dengan di naikkan nya harga jual eceran rokok melalui cukai, diharapkan dapat menekan kemampuan masyarakat dalam membeli rokok. Realitanya di masyarakat, sering dikenal istilah “ketengan” atau jual per batang dimana nilai satu batangnya tidak lebih dari Rp 1.500. 

Wacana kenaikan harga cukai rokok ini membuat beberapa perusahaan telah melakukan ancang-ancang dengan menyiapkan produk baru berupa kretek ataupun dengan persiapan pemutusan hubungan kerja guna menutupi cost yang perlu di keluarkan perusaan untuk melakukan produksi. 

Pemutusan hubungan kerja oleh perusahaan akan secara signifikan menambah jumlah rumah tangga yang kehilangan pendapatannya, melihat kondisi saat ini yang masih dalam proses “bangkit” dari wabah Covid 19.

Seharusnya pemerintah dapat mengkaji ulang RAPBN tahun 2023 tentang kemampuan pendapatan negara terhadap produk hasil tembakau. Industri tembakau merupakan lumbung pekerja manual yang mampu mempekerjakan wanita atau pria sampai umur 55 tahun sebagai lini produksinya. 

Menurut penulis, cara yang dapat dilakukan untuk menekan jumlah konsumsi dengan tetap mempertahankan pendapatan negara, maka pemerintah ada baiknya untuk melakukan pengkajian terhadap produk lain yang dikenai pajak. Seperti yang telah di ketahui, sejak tahun 1995 hanya ada tiga jenis barang yang dikenai pajak karena sifatnya yang adiktif; pertama tembakau, kedua alkohol dan ketiga etil alkohol.

Jika dibandingkan dengan negara-negara lain, pemerintah Indonesia masih menerapkan barang kena cukai terbatas pada produk tembakau, alkohol dan etilalkohol, padahal ada banyak lagi produk yang tersebar luas peredarannya dan sesuai dengan kriteria barang kena cukai sesuai Undang-Undang No 39 tahun 2007. 

Salah satu barang yang secara tidak sadar bisa mengganggu lingkungan dan sangat adiktif adalah plastik. Plastik merupakan salah satu bahan yang tidak dapat terurai dengan cepat. 

Oleh sebab itu, industri biji plastik diminta untuk berinovasi menemukan plastik dengan kemampuan terurai yang cepat tetapi punya ketahanan yang sama dengan biji plastik konvensional. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun