Waktu ibarat pedang. Bila tak dapat mengendalikannya, ia bisa datang menebas tanpa ampun.
Barangsiapa menjadikan waktu bagai senjata yang tunduk, maka ia adalah sahabat setia yang dapat membawanya menuju kemenangan.
Bagai berpacu dengan waktu, Berlian dan Samudera mengkondisikan segala sesuatu. Mengunjungi kakak satu-satunya Mutiara yang tinggal di Jepang.
Meski lelah dalam kondisi tubuh menahan beban, Berlian mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan untuk akad nikah. Tentu semua tanpa sepengetahuan Mutiara.
Satu-satunya keluarga inti Mutiara hanya Mas Gilang. Ia pun telah lama mengenal Berlian dan Samudera sebagai sahabat dekat Mutiara.
Meski sedikit alot, karena Mas Gilang ingin memastikan niat mereka benar-benar tulus bukan karena kasihan belaka. Mas Gilang bersedia mengkondisikan keluarga besar untuk hal-hal yang berkaitan.
Mas Gilang pula yang akan menghubungi Mutiara, karena kunjungan itu sama artinya dengan lamaran. Lamaran singkat, padat dan sederhana, tanpa basa basi.
Dari kunjungan tersebut sekalian ditentukan tanggal akad nikah sekira dua bulan kedepan.
Tak lupa menjenguk Zamrud Khatulistiwa dan Intan Mutiara di pondok. Sesuatu yang sebenarnya telah biasa mereka lakukan.
Namun kali ini dengan misi yang berbeda, mengkondisikan mereka berdua tentang pernikahan ibunya dengan Samudera dalam waktu dekat.