Perseroan Terbatas (PT) menjadi bentuk badan usaha yang paling diminati di Indonesia oleh pelaku usaha besar maupun kecil, karena menawarkan perlindungan hukum melalui prinsip tanggung jawab terbatas. Artinya, pemegang saham hanya bertanggung jawab sebatas modal yang disetorkan, sehingga harta pribadi mereka tetap aman. Prinsip ini memberikan rasa aman serta mendorong keberanian untuk mengembangkan usaha tanpa takut menghadapi risiko kerugian secara pribadi. Seiring dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 yang kemudian diubah menjadi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja (UU CK), beserta aturan pelaksananya seperti Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2021 tentang Kemudahan, Pelindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (PP Nomor 7 Tahun 2021) dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2021 Tentang Modal Dasar Perseroan Serta Pendaftaran Pendirian, Perubahan, dan Pembubaran Perseroan Yang Memenuhi Kriteria Untuk Usaha Mikro dan Kecil (PP Nomor 8 Tahun 2021) membawa perubahan signifikan terhadap pengaturan mengenai PT, antara lain:
Pertama, perluasan definisi dan cakupan PT. Dalam ketentuan Pasal 1 angka 1 UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT) yang telah diubah melalui Pasal 109 angka 1 UU CK menyatakan bahwa Perseroan Terbatas adalah persekutuan modal yang merupakan badan hukum, yang pendiriannya didasarkan pada perjanjian, dan modal dasarnya terbagi atas saham, termasuk yang dapat memenuhi kriteria Usaha Mikro dan Kecil (UMK). Penambahan frasa mengenai kriteria UMK tersebut mengindikasikan adanya pengakuan hukum terhadap pendirian PT oleh satu orang sebagai pemegang saham tunggal. Dengan disahkannya ketentuan ini, kini terdapat dua bentuk PT yang diakui secara hukum di Indonesia, yaitu:
- Perseroan Terbatas yang didirikan oleh dua orang atau lebih, sebagaimana diatur dalam ketentuan sebelumnya (Pasal 7 ayat (1) UU PT); dan
- Perseroan Terbatas (PT) Perseorangan adalah bentuk PT yang didirikan oleh satu orang yang juga bertindak sebagai pemegang saham tunggal. Aturan ini ditegaskan dalam Pasal 153A UU Cipta Kerja dan dijelaskan lebih lanjut dalam Pasal 6 PP No. 8 Tahun 2021, yang menyebutkan bahwa pendirinya harus WNI berusia minimal 17 tahun dan cakap hukum, serta pendiriannya cukup menggunakan surat pernyataan pendirian dalam Bahasa Indonesia. Tujuannya adalah untuk memudahkan pelaku UMK dalam mendirikan badan hukum tanpa perlu memiliki mitra pendiri seperti pada PT biasa.
Kedua, penyederhanaan modal dasar. Dalam Pasal 32 ayat (1) UU PT sebelumnya telah mengatur bahwa modal minimal bagi Perseroan yaitu Rp 50 juta. Ketentuan tersebut kemudian diubah dengan Pasal 109 angka 3 UU CK, yaitu Perseroan wajib memiliki modal dasar Perseroan, sedangkan ketentuan jumlah modal dasar tidak lagi ditentukan secara mutlak, melainkan berdasarkan kesepakatan pendiri. Dengan tidak ditentukannya besaran modal dasar pada PT Perorangan, ini memberikan keuntungan pada pendirinya karena tidak perlu mengeluarkan biaya besar dalam mendirikan PT Perseorangan tersebut. Apabila merujuk pada ketentuan Pasal 35 ayat (3) huruf a dan ayat (5) huruf a PP Nomor 7 Tahun 2021 dijelaskan terkait kriteria untuk usaha mikro ditetapkan dengan kepemilikan modal usaha yang paling banyak sebesar Rp 1 miliar, tanpa termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, atau hasil penjualan tahunan yang tidak melebihi Rp 2 miliar. Sementara itu, untuk usaha kecil, kriteria diatur dalam Pasal 35 ayat (3) huruf b dan ayat (5) huruf b, disebutkan bahwa usaha kecil memiliki kepemilikan modal usaha di atas Rp 1 miliar hingga Rp 5 miliar, tanpa termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, atau memperoleh hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 2 miliar hingga Rp 15 miliar. Sehingga dapat disimpulkan bahwa modal dasar dari PT Perorangan diperoleh dari keputusan pendiri Perseroan dengan maksimal modal dasar sebesar Rp 5 Miliar. Ketentuan Pasal 4 PP Nomor 8 Tahun 2021 tetap mensyaratkan bahwa modal dasar tersebut wajib ditempatkan dan disetor penuh paling minimum 25% oleh pendiri dibuktikan dengan bukti penyetoran yang sah dan wajib disampaikan secara elektronik kepada Menteri dalam waktu paling lama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal pengisian Pernyataan Pendirian untuk Perseroan perorangan. Kewajiban penyetoran sebagian modal dasar ini merupakan bentuk komitmen hukum pendiri terhadap eksistensi dan operasional perseroan sebagai subjek hukum yang mandiri.
Ketiga, pendirian PT Perseorangan dapat dilakukan tanpa melalui akta Notaris. Berdasarkan Pasal 109 angka 5 UU Cipta Kerja yang menyisipkan Pasal 153A, pendirian PT untuk pelaku UMK cukup dilakukan melalui surat pernyataan pendirian dalam Bahasa Indonesia. Selanjutnya, sebagaimana diatur dalam Pasal 153B, surat pernyataan tersebut harus memuat informasi mengenai maksud dan tujuan pendirian, jenis kegiatan usaha, modal dasar, serta data lainnya yang berkaitan, dengan menggunakan format isian yang telah disediakan oleh Menteri dan didaftarkan secara elektronik. Penyederhanaan ini dilakukan karena banyak pelaku UMKM yang enggan mengurus legalitas usaha akibat prosesnya yang dianggap rumit dan biaya jasa notaris yang tinggi. Padahal, legalitas usaha memiliki peran penting sebagai identitas hukum usaha, yang dapat mempermudah akses terhadap sumber pembiayaan seperti kredit dari Bank, dana pemerintah, serta peluang kerja sama dengan mitra bisnis.
Upaya pemerintah menyederhanakan proses pendirian PT melalui UU CK, khususnya dengan menghadirkan bentuk baru berupa Perseroan Perorangan, patut mendapat apresiasi sebagai salah satu langkah inovatif dalam mendorong pelaku UMK untuk mengelola usahanya secara lebih mudah dan efisien. Meskipun demikian, penerapan prinsip-prinsip dasar dalam hukum Perseroan Terbatas tetap harus dijunjung tinggi, terutama prinsip pemisahan tanggung jawab antara pemegang saham dan badan hukum perseroan, di mana tanggung jawab pemegang saham dibatasi sebesar modal yang disetorkan. Dalam hal ini, PT Perorangan tetap memiliki status sebagai badan hukum, sehingga secara yuridis tetap berlaku pemisahan kekayaan antara pemilik (perorangan) dan entitas usahanya, sebagaimana dijelaskan dalam Penjelasan Pasal 153B UU CK. Akan tetapi, prinsip tanggung jawab terbatas tersebut tidak bersifat mutlak. Dalam situasi tertentu, pemegang saham dapat dimintai pertanggungjawaban secara pribadi atas perbuatan atau tindakan yang dilakukan oleh perseroan, melalui penerapan doktrin piercing the corporate veil. Pengecualian atas prinsip tanggung jawab terbatas ini diatur dalam Pasal 153J ayat (2) UU CK, yang menyebutkan bahwa pemegang saham PT Perorangan untuk UMK bisa dimintai pertanggungjawaban pribadi apabila: perseroan belum atau tidak memenuhi ketentuan sebagai badan hukum; pemegang saham menggunakan Perseroan untuk kepentingan pribadi dengan itikad tidak baik, baik secara langsung maupun tidak langsung; pemegang saham terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Perseroan; atau pemegang saham menggunakan aset atau kekayaan Perseroan secara melawan hukum, sehingga mengakibatkan Perseroan tidak mampu memenuhi kewajiban utangnya.
Walapun Pasal 153J ayat (2) UU CK mengatur pengecualian terhadap prinsip tanggung jawab terbatas pemegang saham perseroan, perlu diingat bahwa Perseroan Terbatas Perseorangan didirikan dan dikelola oleh satu orang yang berperan sebagai pemilik, direktur, dan pemegang saham, yang dapat menimbulkan beberapa masalah. Kepemilikan saham tunggal membuat batas tanggung jawab menjadi kabur dan sulit diidentifikasi. Oleh karena itu, penerapan tanggung jawab tanpa batas sering dianggap lebih cocok untuk struktur PT Perseorangan. Selain itu, kepemilikan tunggal ini dapat mempengaruhi objektivitas dalam pengambilan keputusan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), karena satu orang mengendalikan seluruh keputusan strategis. Potensi rangkap jabatan juga meningkat, yang dapat menyebabkan kurangnya pengawasan dan kesulitan dalam menentukan kesalahan individu dalam manajemen perusahaan. Padahal, sebuah entitas usaha seharusnya dikelola secara efektif dengan pembagian fungsi, pelaksanaan, dan tanggung jawab yang jelas sesuai prinsip-prinsip akuntabilitas dalam Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance/GCG).
Mengacu pada Pasal 9 ayat (1) PP Nomor 8 Tahun 2021, diatur bahwa PT Perorangan wajib mengubah status badan hukumnya menjadi Perseroan apabila jumlah pemegang saham bertambah menjadi lebih dari satu orang Warga Negara Indonesia (WNI) dan/atau sudah tidak lagi memenuhi kriteria sebagai UMK sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Proses perubahan status ini harus dilakukan melalui pembuatan akta Notaris, yang selanjutnya didaftarkan secara elektronik. Akta tersebut memuat informasi tentang perubahan status kepemilikan menjadi PT berbentuk persekutuan modal, perubahan anggaran dasar sesuai dengan ketentuan Permenkumham Nomor 21 Tahun 2021, serta data lainnya yang berkaitan dengan perseroan. Namun, ketentuan mengenai kewajiban perubahan status ini belum disertai dengan sanksi jika tidak dipatuhi. Hal ini berbeda dengan kewajiban penyampaian laporan keuangan oleh PT Perorangan, yang diatur secara tegas disertai dengan sanksi administratif, seperti teguran tertulis, penghentian akses layanan, hingga pencabutan status badan hukum.
Di sisi lain, meskipun PT Perseorangan diakui sebagai badan hukum yang memisahkan kekayaan pribadi dan perusahaan, yang seharusnya memudahkan akses pembiayaan perbankan, namun dalam praktiknya pemilik seringkali mencampurkan aset pribadi dengan aset perusahaan. Kondisi ini berdampak pada proses pengajuan pembiayaan ke Bank, karena Bank kesulitan untuk menilai pemisahan aset yang tidak jelas, yang akhirnya menghambat analisis kelayakan usaha dan evaluasi kondisi keuangan, terutama jika tidak ada laporan keuangan yang terstruktur. Dengan demikian, meskipun secara normatif PT perseorangan merupakan bentuk inovatif dalam upaya reformasi hukum ekonomi, pencapaian ideal tersebut tetap sangat ditentukan oleh efektivitas pelaksanaan di lapangan dan keselarasan antar regulasi. Oleh karena itu, pemerintah harus menjamin bahwa kebijakan ini tidak sekadar menjadi wacana normatif, tetapi benar-benar mampu menjawab persoalan-persoalan nyata dalam praktiknya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI