Dimas dan Shinta pada awalnya berkenalan melalui media sosial, hingga akhirnya keduanya menjalin pertemanan di dunia maya.
Semua ini dimulai ketika Dimas dengan percaya dirinya selalu memberikan komentar ataupun tanda like di setiap postingan yang dikirimkan oleh Shinta di media sosial miliknya.
Tanpa basa-basi lagi, Dimas selalu mengirimkan komentar dengan berbagai macam kalimat gombalan. Bisa dikatakan Dimas sedang melaksanakan jurus modus andalannya.
Tidak tanggung-tanggung, ketika mendapatkan respon yang baik dari Shinta, Dimas semakin gencar melaksanakan aksinya dan berpindah haluan dari fitur komentar ke fitur direct message yang tersedia di media sosial, di mana pesan yang dikirimkannya kali ini tidak lagi secara publik, tetapi sudah lebih ke pesan pribadi.
Sehingga pesan tersebut hanya diketahui oleh dirinya dan Shinta saja. Hingga akhirnya, Shinta mulai menaruh hati kepada Dimas.
Dimas pun terus menerus mengirimkan pesan kepada Shinta, seakan-akan dirinya sedang meluncurkan teknik PDKT (pendekatan).
Padahal faktanya dirinya hanya menjalankan modus agar menarik perhatian Shinta semata, dengan menggoda tanpa adanya komitmen dan tidak lebih dari itu. Namun dirinya ingin tetap intens berkomunikasi dengan Shinta sepanjang harinya.
Ibaratnya, komunikasi yang dilakukan oleh Dimas kepada Shinta tidak pernah ada kemajuan untuk lebih serius pada hubungan yang diakui (konteks-berpacaran).
Dari ilustrasi di atas, kita bisa mengambil sebuah kesimpulan bahwa breadcrumbing atau rempah roti ini hanya sebatas percikan perhatian semata di dunia percintaan era digital. Itu hanya sekadar gombalan dan rayuan maut yang diluncurkan oleh para pelakunya.
Logikanya begini, bread adalah roti yang utuh dan membuat kenyang para penikmatnya. Sedangkan breadcrumbing adalah rempah roti, hanya sekadar rempah dan ini tidaklah utuh, hanya sedar percikan roti yang jatuh.Â
Apakah ini akan membuat penikmatnya menjadi lebih kenyang setelah mengkonsumsinya? Tentu saja tidak.