Mohon tunggu...
Deri Prabudianto
Deri Prabudianto Mohon Tunggu... Freelancer - Hanya orang biasa

Wa/sms 0856 1273 502

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Namaku Awai 1-4

14 April 2018   07:32 Diperbarui: 14 April 2018   08:00 729
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

pe

Bengkalis, sebuah pulau yang dikelilingi laut. Di mana-mana ada dermaga, besar maupun kecil. Yang besar terbuat dari kayu balok sebagai penopang yang dicacakkan ke laut, landasannya terbuat dari papan tebal yang dipaku dengan pasak besi. Dermaga kecil penopangnya terbuat dari kayu bakau, landasannya berupa dahan bakau bulat yang dipaku dengan paku biasa.

Dermaga Sungai Alam termasuk dermaga menengah, landasannya papan setebal 2 cm, cukup rata untuk bersepeda atau mendorong grobak. Bentuk dermaganya mirip hurup T.

Awai dan Akun bersepeda hingga ke ujung dermaga. Setibanya di ujung kepak sayap hurup T, sepeda ditumbangkan. Andai disandar tegak, tiupan angin akan menumbangkan sepeda-sepeda itu, bahkan adakalanya tercampak ke laut, hilang dibawa ombak, dan mereka akan dihukum bersujud seharian di depan meja sembahyang untuk merenungi kelalaian mereka.

Seorang wanita berambut lusuh, berpakaian kusam penuh tambalan, menggendong sepotong dahan kayu, duduk bersimpuh sambil menyanyikan lagu nina bobo seakan sedang meniburkan bayinya. Akun dan Awai mengabaikan wanita itu. Pemandangan itu sudah biasa mereka lihat setiap hari. Tak perlu dipertanyakan lagi. Setahu mereka, perempuan itu bernama Akui, otaknya miring alias gila.

Keduanya melompat ke dalam sebuah perahu, melepas ikatan tali, mendorong perahu sekuat tenaga agar menjauhi dermaga. Kepala perahu agak berputar. Akun menyambar dayung dan mulai mendayung. Begitu pula Awai.

Selat itu dinamakan Selat Bengkalis, di depan mereka terpampang pulau Sumatera yang tampak hitam seakan burung gagak yang angkuh. Begitu perahu tiba di tengah, Awai menebar jala, Akun tetap mendayung. Jala ditebar berbentuk setengah lingkaran untuk menjebak ikan agar terkurung di tengah. Setengah jam kemudian Awai menarik jaring, Akun berhenti mendayung, membantu Awai menarik jaring. Ikan-ikan menggelepar-gelepar terjerat jaring. Setelah seluruh jaring berhasil ditarik ke perahu, Awai mulai memunguti satu per satu ikan yang tersangkut di jaring. Ikan senangin, ikan puput, layur, biyang, terkadang ada juga tenggiri yang menyangkut di jaring tapi tidak terlalu besar. Paling besar 2 jengkal. Jaring yang mereka gunakan jaring 1 inci, hanya bisa menjerat ikan berukuran kecil.

Satu sore mereka bekerja, terkumpul sebakul ikan yang kalau ditimbang berkisar antara 15-20 kg. Cukup untuk dijadikan lauk selama 10 hari. Sebahagian ikan itu dijadikan ikan asin agar tahan lama.

Pulang ke dermaga hari sudah menjelang gelap. Perempuan gila itu masih bernyanyi. Suaranya membuat bulu roma berdiri. Awai mengikat bakul ikan di tempat barang, lalu mengendarai sepedanya. Sementara itu Akun membabat kayu bakau untuk dijadikan kayu bakar. Kalau ia pulang tanpa membawa kayu bakar, ia akan didamprat ibunya.

Pada era 70-an belum dikenal istilah Keluarga Berencana. Setiap keluarga bebas punya anak sesuka hati. Ada yang anaknya 5, 7, 10, bukan 12. Ada ibu yang setiap tahun melahirkan hingga masa suburnya habis. Anak yang dilahirkan bisa 10 hingga 18, tapi yang bertahan hidup separuhnya. Sebagian meninggal dalam kandungan alias keguguran, sebahagian lagi meninggal akibat gizi buruk dan penyakit. Melahirkan bukan di rumah sakit, melainkan di rumah bidan atau dukun kampung.

Awai mempunyai 4 adik dan 3 kakak, ia anak ke empat. Usianya 16 tahun. Saat ini duduk di kelas 2 SMP. Sebetulnya usia 13 ia sudah tamat SD, tapi tidak melanjutkan berhubung saat itu ekonomi keluarganya sedang terpuruk. Saat berusia 14 kondisi keuangan keluarganya membaik, dan dia diizinkan meneruskan pendidikan asal sore hari membawa Akun menjala ikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun