Sekitar seminggu lalu, selepas sholat dzuhur di sebuah mesjid saya membeli beberapa buah duren dan sambil melepas lelah saya makan sebutir di tempat.
Tak lama berselang datang seorang polisi berpakaian dinas dengan menggunakan motor, ia menyapa penjual duren dan penjual durenpun menanyakan sesuatu hal tentang pengurusan surat-surat kendaraan bermotornya. "Belum, belum selesai," jawab pak polisi tersebut.
Kemudian datanglah seorang anak penjual koran dengan bersepeda, ia menawarkan koran pada sang penjual duren. Si penjual duren bergurau, "Yang kemaren aja belum dibaca, udah nawarin koran lagi." Pak polisi pun nimbrung, "Bagus, kau nggak minta-minta lagi ya... jualan koran lebih bagus."
"Enak juga ya kalau makan pakai tempoyak (sambal dari duren)," kata pak Polisi pada penjual duren. Si penjual duren yang tahu gelagat langsung memotong tali tempoyak yang digantung berbungkus plastik. "Eh, satu aja..." kata si polisi. "Yah, sudah kepotong dua," kata si penjual duren. Tempoyakpun berpindah tangan ke pak polisi. "Terima kasih ya..." kata pak polisi sambil menstater motornya.
Tadinya saya sih biasa-biasa saja dengan peristiwa tersebut. Akan tetapi setibanya di rumah saya berpikir apa nggak salah perkataan pak polisi tersebut bahwa jualan koran lebih bagus daripada jadi peminta-minta akan tetapi pak polisi tersebut malah melakukan yang ia sebut kurang baik tersebut (walau bukan minta tapi nyindir/minta dengan halus).
Kemudian saya teringat ayat di surat As shaf :3Â "Kemurkaan Allah apabila engkau mengatakan yang tak engkau lakukan". Na`udzubillah mindzalik. Wallahu`alambishawab.