Jakarta, Kompasiana.com -Senator Papua Tengah, (DPD RI) menyatakan perwakilan Kementrian ATR/BPN RI bahwa khusus Papua Tengah dan pada umumnya tanah Papua tidak boleh ada pemetaan dan pensertifikatan tanah komunal atau tanah adat milik masyarakat adat.
Pernyataan ini disampaikan Kristina Yeimo beberapa waktu lalu (12/03), di Kantor DPD RI di Jakarta, dalam pertemuan Anggota Badan Akuntabilitas Publik (BAP) dengan perwakilan dari Kementrian atau Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia (ART/BPN).
Eka Kristina Yeimo mengatakan sebagai senator asal Papua Tengah, mengingatkan tanah komunal merupakan pemberian dari Tuhan kepada nenek Moyang turun -temurun.
"Setiap marga yang ada di Papua dan tidak perlu ada pengakuan dari negara karena ini merupakan hak dasar yg melekat pada setiap Individu atau marga/suku tertentu yang memilikinya," tegas Yeimo kepada awak media ini Jumat (21/03).
Lebih lanjut kata Yeimo, alasan penolakan dilontarkan pihak pihak tertentu yang mengingat sifat manusia yang mulai serakah dan haus akan uang.Â
"Dan juga mengigat generasi berikutnya tidak akan dapat tanah warisannya untuk berkebun dan berburu," jelas senar Papua Tengah ini.
DPD RI ini menekankan, Jika tidak ada sertifikat maka tidak akan ada transaksi jual beli tanah dan sebaliknya jika ada sertifikat transaksi jual beli tanah akan lebih mudah dan banyak tanah adat akan terjual habis demi uang dan akan berakhir kata tanah adat.Â
"Tanah di Papua bukan lahan tidur yang ada begitu saja. Tetapi orang Papua menghargai bahwa tanah atau hutan itu milik marga lain dan hanya dapat digarap atau dibangun oleh marga atau suku yang memilikinya," ujarnya.Â
Orang Papua, kata Yeimo, sangat menghargai hak kepemilikan komunal sehingga hutan di Papua masih terjaga dengan baik dan memberikan kontribusi Oksigen bagi dunia. Yeimo menegaskan, jangan berpikir bahwa tanah Papua adalah tanah kosong dan banyak lahan tidur yang tidak di pakai.
"Akhir kata orang Papua bisa hidup tanpa uang tetapi tidak bisa hidup tanpa tanah dan hutannya. Maka saya (Senator) berharap usulan saya ini bisa menjadi catatan penting untuk kementrian ART/BPN agar kita tidak mencampur adukan urusan adat dengan negara" tutup Eka Kristina Murib Yeimo, selaku Senator Papua Tengah.