Memang benar, masjid ini tidak hanya dinikmati oleh kaum muslim saja, saya perhatikan banyak pengunjung orang kulit putih a.k.a para bule, ada pula rombongan turis dari luar Prancis entah mereka bercakap dengan bahasa dari negara mana yang langsung sibuk foto-foto dengan kameranya yang super modern jika dibandingkan dengan saya yang hanya menggunakan telepon genggam yang butut dan ketinggalan zaman.
Taman Masjid Raya Paris ini dipenuhi dengan aneka kembang dan sebuah air mancur utama yang saat itu dimatikan karena kalah saing sama air hujan alias cuaca yang sedang tidak mendukung.Â
Dari taman ini bisa terlihat menara masjid yang menjulang setinggi 33 meter. Desain menara itu sendiri terinspirasi oleh Masjid Zitouna di Tunisia. Di Prancis, sebagai pemeluk agama Islam, kita jangan pernah mengharapkan sang menara masjid akan membunyikan suara azan seperti di tanah air.Â
Menara masjid yang dibangun merupakan murni karya arsitektural. Azan masih akan tetap terdengar tetapi hanya di dalam lingkup masjid saja tidak disiarkan melalui pengeras suara mengingat Prancis adalah sebuah negara sekuler.Â
Di seberang taman, terdapat koridor yang dinding-dindingnya juga dihiasi ornamen Zellige dan satu ruang serbaguna yang saat itu akan digunakan untuk sebuah pertemuan.Â
Setelah taman, saya beralih ke ruang ibadah. Di masjid ini, tempat sholat untuk pria dan wanita dipisah, bahkan terpisah sangat jauh. Bagi kaum pria, ruangannya terletak di salah satu sudut halaman masjid, dilapisi karpet hijau dan terlihat sangat nyaman.Â
Sedangkan ruang sholat untuk para wanita, saya harus berputar-putar mencari berulangkali dan ternyata ia bersembunyi di lantai dasar bawah tanah di mana saya harus melewati halaman samping masjid lalu menuruni tangga sekali lagi untuk akhirnya menemukan ruangan sholat tersebut.