Mohon tunggu...
Derby Asmaningrum
Derby Asmaningrum Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Classic rock addict || Pernah bekerja sebagai pramugari di maskapai asing || Lulusan S1 FIKOM konsentrasi Jurnalistik Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama) Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Music Artikel Utama

Darren Hayes dan "Savage Garden" yang Takkan Pernah Kembali

22 Juni 2019   05:34 Diperbarui: 23 Juni 2019   05:28 9753
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kiri : Darren Hayes (foto : pinknews.co.uk) Kanan : Melejit bersama sang rekan Daniel Jones di bawah nama Savage Garden pada akhir tahun 90-an (foto : fanpop.com)

Bagi anda yang 'hidup' di jaman 90-an atau tepatnya di akhir tahun 90-an dan ngaku-ngaku sebagai penikmat musik, terutama musik pop, maka tembang milik Savage Garden berjudul Truly Madly Deeply pasti masih melekat di telinga (setidaknya teringat akan bagian chorus-nya yang sangat ear-catching). 

Mungkin anda pernah juga mendengarnya di beberapa stasiun radio apalagi ketika segmen kirim-kirim lagu tengah mengudara, melihat klipnya yang wara-wiri di televisi swasta atau bahkan dulu juga ikut ngaduk-ngaduk segala toko kaset demi hasrat memiliki album mereka, seperti saya yang waktu itu masih seorang remaja tanggung.

Tidak bisa dipungkiri, meski saya pencinta musik rock jadul dengan segala keberisikan, kegondrongan rambut dan kekerenan personil-personilnya apalagi kalau mereka sampai keringetan buka-buka baju lempar-lempar stick drum sama buang-buang pick gitar ke penonton yang bisa membuat saya kelojotan melihatnya. 

Nah, duo asal Brisbane, Australia ini yang digawangi oleh Darren Hayes (vokal) dan Daniel Jones (gitar, keyboard, dan segala macem alat musik lainnya karena ia adalah seorang multi instrumentalis, multi talented dan multi-multi lainnya kecuali multi merk tissue), langsung mendapat tempat di hati saya dari awal kemunculan mereka. 

Sekadar very very flashback, terjadinya Savage Garden bermula dari Darren Hayes, seorang anak muda biasa yang sempat mengenyam studi jurnalistik di bangku kuliah namun putar haluan mengambil jurusan keguruan, kala itu mengikuti audisi yang diadakan Daniel Jones guna mencari vokalis untuk band-nya, Red Edge. Meski ketika dites suaranya pecah, ia tetap diterima. 


Setelah Red Edge naik turun panggung memainkan lagu-lagu milik orang lain yang membuat Darren Hayes merasa bosan, akhirnya ia dan Daniel Jones memutuskan untuk berdua saja menapak masa depan dengan nama awal Crush yang kemudian diganti dengan Bliss lalu mantap memakai nama Savage Garden. 

Savage Garden sendiri dipilih dari sebuah novel berjudul The Vampire Lestat (terbit tahun 1985) yang merupakan bagian dari The Vampire Chronicle karya novelis asal Amerika Serikat, Anne Rice. Pada novel tersebut tertulis, “The mind of each man is a Savage Garden... ” (pikiran setiap orang adalah sebuah taman liar).

Setelah berpetualang dari pintu ke pintu berbagai perusahaan rekaman menawarkan seratusan lebih lagu demo yang selalu ditolak mentah-mentah, Savage Garden akhirnya membuat dunia musik Australia terperangah pada tengah tahun 1996 dengan sebuah single gebrakan berjudul I Want You yang beraroma electronic rock disajikan dengan permainan synthesizer yang apik. 

Menyadari bahwa kiprahnya di dunia musik masuk ke jenjang yang lebih serius, Darren Hayes yang saat itu masih bekerja sebagai seorang staf pengajar di sebuah institusi pra-sekolah dengan rambutnya yang gondrong tanggung, akhirnya mengundurkan diri tatkala video klip I Want You tayang pertama kali di televisi Australia. 

Dan kini, setiap kali saya mendengarkan lagu ini, nuansa 90-an pasti kembali menari-nari di sanubari. Ah, kereennn, pokoknya pure 90's! 

Lagu ini nge-beat, enak buat didenger ketika tengah nyetir mobil di atas jalanan yang sepi dengan kecepatan tinggi dan tentu saja volume maksimal, liriknya bercerita tentang hasrat menggebu-gebu seorang pria untuk dapat memiliki sang wanita pujaan hati.

Jika didengarkan, lagu ini nampaknya memerlukan latihan teknik pernafasan yang benar karena jika saya yang menyanyikannya, saya bakalan pingsan karena tidak bisa mengikuti sang vokalis yang nampaknya berucap tanpa rem hajar terus hingga reffrain.

Setelah I Want You sukses besar di negeri mereka sendiri, pada Februari 1997 single ini dirilis internasional, pertama-tama di Amerika Serikat dan meraih posisi ke-4 tangga lagu bergengsi Billboard Hot 100. 

Sudah bisa ditebak, duo ini akhirnya naik roket alias meroket. Album studio pertama pun dirilis pada 4 Maret 1997 dengan self-titled, Savage Garden. Setelah Amerika Serikat, mulailah wabah Savage Garden menyebar ke seluruh dunia termasuk ke Indonesia dan meramaikan kancah musik pop barat di tanah air. 

Saya ingat kala itu 5 menit menjelang pukul 9 malam ketika pertama kali menyaksikan video klip I Want You di stasiun televisi swasta nasional berlambang rajawali. 

Terbius, saya pun penasaran dan menanti karya mereka selanjutnya yang akhirnya terjawab ketika single To The Moon and Back dilempar ke pasaran. Lagu yang bercerita tentang seorang gadis yang hidup di dunia fantasinya karena luka masa lalu inipun segera mengukuhkan kehadiran Savage Garden di dunia musik. 

Setelah capek bolak-balik To The Moon and Back, Savage Garden pun landing untuk bersiap take-off lagi dengan single ketiga, Truly Madly Deeply, yang klipnya saya pampang di awal artikel. Lagu ini mendapatkan respon ruar biasa baik di Australia maupun internasional termasuk di Indonesia. 

Bagi saya, tembang cinta super power ini merupakan klimaks dari pembuktian Savage Garden sebagai pendatang baru sekaligus sebuah masterpiece dan mungkin, selain berfungsi sebagai lagu buaian untuk yang sedang jatuh cinta, lagu ini juga bisa digunakan untuk melancarkan rayuan gombal hyper maut. Boleh dicoba... 

Ramuan nada-nada cinta Truly Madly Deeply yang musiknya dibesut lembut dengan sentuhan drum machine menyelaraskan suara piano dan petikan gitar Daniel Jones ternyata menyihir seluruh umat manusia.

Tembang tersebut bertengger di urutan teratas alias nomor 1 pada Billboard Hot 100 selama 2 minggu berturut-turut pada Januari 1998 dan tetap berada di chart selama setahun penuh. Lagu inipun menjadi satu-satunya lagu dalam sejarah Billboard Hot 100 yang menghabiskan 52 minggu di dalam Top 30. 

Di Australia sendiri, Savage Garden berjaya memenangkan 10 awards dari 13 nominasi, di antaranya untuk kategori Album of the Year dan kemenangan lagu Truly Madly Deeply sebagai Single of the Year pada ARIA (Australian Recording Industry Association) Music Awards 1997, sebuah ajang penghargaan tertinggi industri musik Australia. 

Tahun berikutnya, 1998, masih pada pagelaran ARIA Music Awards, mereka berhasil menggondol lagi 2 awards untuk kategori Highest Selling Album dan Outstanding Achievement

Di kancah internasional, masih di tahun yang sama, mereka memenangkan kategori World's Best Selling Australian Artist pada ajang World Music Awards. Betapa perkasanya Savage Garden meski tanpa menenggak jamu kuku bima!

Savage Garden di salah satu konsernya yang kebetulan tidak bisa saya hadiri meski sudah diundang (foto : bbc.co.uk)
Savage Garden di salah satu konsernya yang kebetulan tidak bisa saya hadiri meski sudah diundang (foto : bbc.co.uk)
Dengan popularitas di tangan, pundi-pundi dan berbagai macam awards yang mengalir deras tentu saja menjadi sesuatu yang tidak disangka-sangka oleh kedua anak muda ini. 

Bagi Darren Hayes yang sedari kecil sudah berangan-angan ingin menjadi seorang penyanyi terkenal, semua ini adalah mimpi yang menjadi kenyataan. Tetapi, meski sudah menjadi realita, ternyata tidaklah semulus dan sebahagia yang ia bayangkan. Ketika tengah menjalani proses rekaman di San Francisco, Amerika Serikat untuk album kedua Savage Garden, ia harus dihadapkan pada proses lain dalam kehidupan pribadinya yaitu perceraian. 

Di tahun 1994 Darren Hayes menikahi teman masa kecilnya, Colby Taylor yang berprofesi sebagai seorang make-up artist. Proses perceraian yang dijalani sebetulnya bukan karena ia yang semakin terkenal dan sukses sehingga lupa daratan lupa ingatan apalagi hadirnya orang ketiga atau kelima tetapi karena ada sesuatu pada dirinya yang tidak dapat ia tolak lagi, yang harus ia akui kepada dirinya sendiri, yang harus ia terima. 

Dan sesuatu itu harus ia beritahukan kepada dunia, atau setidaknya kepada orang terdekatnya yang tak lain adalah istrinya sendiri, bahwa ia telah menyadari dirinya adalah seorang homoseksual. 

Meski mengalami depresi dan Darren Hayes tertekan dalam pergulatan hatinya, ia tetap bekerja secara profesional. Bukti, pada 9 November 1999.

Di bawah label rekaman Columbia Records, Savage Garden menelurkan album studio kedua mereka berjudul Affirmation setelah merilis 2 buah single terlebih dahulu, The Animal Song (23 Februari 1999) yang langsung menyabet penghargaan ARIA Music Awards 1999 untuk kategori Best Pop Release dan I Knew I Loved You (28 September 1999) yang klip musiknya menghadirkan Kirsten Dunst, aktris film Jumanji (1995). 

Dengan nama yang sudah dikenal maka tidaklah sulit bagi dua anak muda ini untuk menaklukkan dunia musik pop sekali lagi. Mengikuti sukses album perdana mereka, di tahun 2000 album Affirmation juga berhasil memenangkan kategori Highest Selling Album pada ARIA Music Awards. 

Seakan berkah yang bertubi-tubi, ditahun yang sama pula, Savage Garden diajak menjadi salah satu pengisi acara dalam konser amal "Pavarotti and Friends" yang digelar penyanyi tenor tenar Italia, Luciano Pavarotti dan Darren Hayes pun berkesempatan melakukan duet bersama sang maestro menyanyikan O Sole Mio yang baginya merupakan sebuah kehormatan sekaligus pengalaman tiada tara.

Skill dan bakat menulis lagu yang dimiliki Darren Hayes sudah dibuktikan lewat lagu I Knew I Loved You yang bercerita tentang seseorang yang merasa telah menemukan belahan jiwanya dengan segenap perasaan yang sepertinya mustahil. 

Lagu ini diciptakannya hanya dalam waktu 40 menit, di bawah"pesanan" label rekaman yang kala itu memintanya membuat lagu cinta sehebat Truly Madly Deeply padahal ketika itu kehidupan pribadinya bak tengah diserang tiupan tornado. Hasilnya? I Knew I Loved You langsung nangkring di puncak teratas tangga lagu Billboard Hot 100! Album Affirmation ini pun bisa dibilang sebuah album yang sangat personal. 

Lagu-lagunya yang ditulis sendiri oleh Darren Hayes merupakan tumpahan segala perasaan yang pernah dan tengah ia alami ketika itu.


Saat album ini keluar, saya segera tergesa pergi ke toko kaset terdekat, waktu itu toko langganan saya di Metropolitan Mall, Bekasi, lumayan setelah ngumpulin duit jajan, akhirnya saya bisa membeli kasetnya dan mendengarkan satu album secara utuh, mencerna lirik-liriknya. 

Salah satu lagu favorit saya di album ini adalah Crash and Burn, yang kebetulan bukan tema cinta-cintaan dua sejoli.

 Lagu ini seakan mengingatkan bahwa semua orang pernah down, pernah merasa remuk, runtuh, hancur dan itu sah-sah saja, namun dengan berkomunikasi, mencari teman untuk berbicara, semua itu bisa terlewati. 

Tembang dengan atmosfer pop-rock ini juga merupakan wujud keprihatinan Darren Hayes terhadap beberapa peristiwa penembakan yang terjadi di sekolah-sekolah di Amerika Serikat saat itu di mana sebagai pemilik jiwa yang lemah lembut, ia merasa terganggu dengan segala bentuk kekerasan.  


Karir spektakuler sudah di genggaman dibarengi ketenaran yang bukan tanpa alasan, ternyata Savage Garden harus menyerah di tangan personilnya sendiri. 

Sang rekan Daniel Jones memilih hengkang karena merasa tidak tahan dengan kehidupan sebagai seorang superstar, tur sana sini yang melelahkan tak ada waktu untuk hidup secara 'normal'. 

Mr. Jones tidak menyukai semua itu dan melenggang kangkung pergi meninggalkan sang vokalis yang kebingungan mau dibawa ke mana segala popularitas dan kesuksesan yang sudah terengkuh. 

Setelah berhasil meraup 23 juta kopi untuk kedua album beserta 2 single-nya yang berjaya di puncak tangga lagu bergengsi Amerika Serikat Billboard, sekitar Oktober 2001, game over untuk Savage Garden. 

Andai saja perpisahan itu tidak terjadi, saya yakin duo pop ini menjadi grup yang tetap bertahan dan masih akan menebar manisnya melodi-melodi cinta kepada dunia. Dua album, dua-duanya meledak dan menerbangkan mereka ke langit yang lebih tinggi, lalu selesai nyungsep kembali ke tanah di usianya yang seumur jagung, itu sangatlah meyesakkan hati. 

Darren Hayes secara gamblang menunjukkan kekecewaan terhadap mantan rekannya itu yang telah meninggalkan grup begitu saja, semua baginya terlalu berantakan untuk selesai. 

Seperti seorang kekasih yang sudah sakit hati ketika dikecewakan pasangannya, bak Taylor Swift, Darren Hayes pun berkali-kali mengatakan kepada jurnalis ataupun para fans-nya yang masih setia, bahwa we are never ever getting back together, tidak akan pernah ada reuni Savage Garden atau sekedar pertemuan antara dia dengan Daniel Jones. Dan sejak perpisahan yang menyakitkan itu, mereka memang tidak pernah lagi berkomunikasi. 

Darren Hayes, si pribadi penyayang namun merasa terbuang
Setelah merelakan perjalanan bermusik Savage Garden yang porak-poranda, perkawinannya yang kandas, pergolakan batin yang membuatnya semakin depresi hingga pernah ingin mencabut nyawanya sendiri, Darren Hayes akhirnya memberanikan diri membuat pengakuan kepada teman-teman terdekat dan juga induk label rekamannya, Sony tentang orientasi seksualnya. Ia tahu itu tidaklah mudah namun ia siap dengan segala resikonya. Di satu sisi ia merasa lega telah jujur kepada dunia, namun di sisi lain ia merasa banyak diberi batasan dalam meniti karir solonya yang notabene adalah sebuah konsekuensi dari pengakuannya itu. 

Meski dalam kondisi terpuruk, insecure, stres dikelilingi anxiety yang nampaknya takkan mau pergi, Darren Hayes tetap berusaha menjaga karirnya. Pada 18 Maret 2002 ia mengeluarkan album solo perdananya, Spin, masih ber-genre pop. Single jagoannya berjudul Insatiable sayangnya hanya mampu menduduki peringkat ke-77 di Billboard Hot 100 namun bertengger di urutan ke-8 di Inggris (UK Singles Chart). 

Lagu yang bercerita tentang perasaan cinta seseorang kepada pasangannya yang tidak pernah bisa terpuaskan, ingin selalu mencintai lagi dan lagi, ditulis Darren Hayes dengan lirik-lirik puitis, indah penuh gairah, dibenamkan ke dalam alunan musik yang anggun dan dinyanyikan dengan kualitas vokal termasuk kemampuan falsetto-nya yang sangat luar biasa yang menurut saya sangatttlah seksi. 

Saya tidak tahu Darren Hayes makan apa ketika sedang menciptakan mahakarya ini, tapi yang pasti, Insatiable adalah lagu paling sensual yang pernah saya dengar. Penampilannya pun tidak sama seperti ketika bersama Savage Garden dulu. Ia mengembalikan warna rambut aslinya, pirang kecoklatan yang berpadu dengan sepasang mata biru lautnya dan kulitnya yang seputih porcelaine.


Setelah album Spin, nama Darren Hayes mulai tenggelam namun ia terus berkarya dengan meluncurkan album solo keduanya pada 13 September 2004, The Tension and The Spark yang mengarah kepada genre musik electropop dengan single-nya Popular yang berhasil meraih tangga teratas Billboard Hot Dance Club Play pada Maret 2005. 

Lagu Popular tersebut seakan menyentil perilaku orang-orang yang ngotot ingin menjadi popstar, terkenal dan bergumul dalam kehidupan glamor. Tahun 2007 ia mengucapkan selamat tinggal kepada Columbia Records, label yang menaunginya sejak bersama Savage Garden kemudian mengeluarkan album This Delicate Thing We've Made melalui label rekamannya sendiri, Powdered Sugar. 

Di album ketiganya ini ia masih berada di jalur electropop yang merupakan musik favoritnya, dengan salah satu single-nya On the Verge of Something Wonderful yang menceritakan tentang sebuah keyakinan diri, selalu optimis terhadap apapun yang terjadi. 

Meski tidak setenar ketika ia masih bersama Savage Garden dulu, tiket konsernya selalu ludes terjual. Ini merupakan suatu bukti bahwa Darren Hayes masih dicintai para penggemarnya. 

Tidak hanya sibuk dalam berkarir solo, pria yang mengidolakan Madonna ini juga terlibat dalam ajang pencarian bakat Australian Idol Season 6 pada tahun 2008 sebagai salah satu juri tamu. 

Pada album solo keempat dan menjadi album terakhirnya yang dirilis pada 17 Oktober 2011 bertajuk The Secret Codes and the Battleship, Darren Hayes memilih kembali ke jalur pop seperti sedia kala dengan salah satu single andalan, Bloodstained Heart yang berisi tentang sebuah kepedulian tanpa pamrih terhadap orang yang dicinta. Single ini pun sempat menjadi hits di radio-radio Inggris dan Australia. 

Berikut adalah penampilannya dalam sebuah live acoustic yang menunjukkan kualitas vokal, tarikan falsetto dan tentu saja kedahsyatan lirik-lirik lagunya. 

Buat saya, konser live acoustic bisa dijadikan barometer untuk mengetahui sejauh mana kapasitas seorang penyanyi atau sebuah grup band. Itu menurut saya ya, orang awam yang cuma senang mendengarkan musik, bukan pemusik apalagi pengamat musik. 

Dan sebagai seorang fans Savage Garden dan Darren Hayes, dengan bangga saya bisa bilang kalau ia adalah salah seorang penyanyi yang tidak pernah mau melakukan lipsync alias pura-pura nyanyi, dalam setiap penampilannya.

Meski ia kini tinggal di Amerika Serikat dan memilih untuk menjadi anonymous, di negeri kelahirannya, ia dianggap sebagai musisi senior dan sangat disegani. 

Sejalan dengan promosi album yang dilakoninya, ia menyempatkan diri tampil dalam acara The X-Factor Australia 2011 sebagai bintang tamu disambung dengan penampilannya sebagai coach tamu pada The Voice Australia 2012, bernaung di kubu penyanyi asal Sydney, Delta Goodrem yang juga merupakan teman dekatnya.

Darren Stanley Hayes lahir 8 Mei 1972 dan besar di Logan City, sebuah daerah pinggiran kota Brisbane. Ia merupakan anak bungsu dari 3 bersaudara, fanatik Star Wars dan King of Pop, Michael Jackson. 

Ayahnya sangat disayangkan adalah seorang pemabuk berat dan kerap memanggilnya dengan sebutan gay. Dari kecil ia memang sudah bercita-cita menjadi seorang superstar namun ketika ia mengutarakan keinginan itu kepada sang ayah, ia malah terkena cibiran, ditertawakan dan diremehkan. 

Sama seperti perlakuan ayahnya, di sekolahnya pun ia menjadi bulan-bulanan para kakak kelasnya. Mereka selalu memanggilnya banci tanpa ia sendiri tahu apa itu arti seorang banci.

Seakan melengkapi mimpi buruk masa-masa sekolahnya, pukulan demi pukulan serta semburan-semburan ludah kakak kelasnya pun selalu menjadi santapannya sehari-hari, membuatnya menjadi sosok yang emosional meski sebetulnya hatinya polos dan penuh kelembutan. Namun roda kehidupan berputar. 

Ketika kakak-kakak kelasnya itu lulus, 'kebebasan' pun datang. Ia segera mempersiapkan dirinya untuk menggapai mimpi dengan mengikuti kelas musik di sekolahnya. Perlahan tapi pasti, mulailah ia bersinar.

Darren Hayes ketika berumur 15 tahun di mana ia kerap mendapatkan perlakuan buruk di sekolahnya (foto : celebrity.nine.com.au)
Darren Hayes ketika berumur 15 tahun di mana ia kerap mendapatkan perlakuan buruk di sekolahnya (foto : celebrity.nine.com.au)

Semangatnya semakin terpahat ketika Michael Jackson menggelar konser di Brisbane pada tahun 1987 dikala ia berusia 15 tahun. Ketika itu nasib baik berhasil membawanya menonton di barisan depan. Terkesima bin terkenang-kenang pertunjukan tersebut, Darren Hayes pun menjadikan Michael Jackson lebih dari sekedar idola. 

Latar belakang dan perjalanan karir Michael Jackson menjadi inspirasi dan motivasi baginya yang akhirnya menuntun ia memasuki dunia musik secara nyata, memperlihatkan bakatnya, mewujudkan impiannya, di bawah lampu sorot, diantara riuhan tepuk tangan dan seruan pemuja-pemujanya.

Namun nahas bagi Darren Hayes, karirnya bersama Savage Garden harus terhenti begitu saja. Jaman berganti, kini masing-masing personilnya sudah move on, tetap no contact meski kebetulan sama-sama tinggal di negeri Paman Sam. 

Daniel Jones yang menikahi wanita Australia keturunan Filipina kini tinggal di Las Vegas menjalani profesi sebagai agen properti sedangkan Darren Hayes berdomisili di Los Angeles bersama pasangan resminya, Richard Cullen, seorang animator dan sutradara asal Inggris yang dikenalnya dari tahun 2004 yang telah membantu melewati masa-masa tersuram dalam hidupnya. 

Pada tahun 2013 ia mulai terjun ke dalam seni peran mempelajari sketch comedy yang menjadi minat barunya dan lumayan sukses dengan membuat comedy podcast di tahun 2015 berjudul The He Said, He Said Show serta beberapa kali terlibat dalam penulisan naskah dan musik untuk pementasan teater. 

Ketertarikannya di bidang akting nampaknya sudah ada sejak dulu di mana ia pernah mencoba peruntungan dengan mengikuti casting untuk film Star Wars III : Revenge of the Sith (rilis 2005). 

Darren Hayes, kini (foto : mirror.co.uk)
Darren Hayes, kini (foto : mirror.co.uk)

Biarlah nama Savage Garden yang tinggal kenangan, namun tidak untuk kesyahduan tembang-tembangnya yang memang terlahir dari diri seorang Darren Hayes, si pribadi penyayang yang waktu itu hanyalah satu dari sekian anak muda Australia yang mempunyai mimpi dan mencoba untuk meraihnya. 

Ia berkilau bersama ambisi dan dedikasinya menciptakan kreasi yang luar biasa. Bagaimanapun ia, terlepas dari orientasi seksualnya, saya salut akan kegigihannya melawan depresi yang hampir saja mengakhiri hidupnya. Ia tidak pernah terlambat untuk bertahan dan menjadi kuat berkat dukungan orang-orang yang mencintainya.

 Buat saya Darren Hayes adalah inspirasi, sosok rendah hati dan apa adanya, seorang penyanyi dan penulis lagu handal berbakat yang lirik-lirik lagunya berisi kesederhanaan cinta, dirajut indah menjadi kaya makna, yang membuat saya selalu ingin kembali untuk mendengarkan karya-karyanya meski semesta terus menua, ketika musik sudah tidak pernah lagi sama. Dan saya pun sepertinya harus bertekuk lutut di hadapan sebuah ucapan manisnya :

"I think that's what's really beautiful about music, that it is little pieces of your heart and soul."
(Saya rasa apa yang benar-benar indah tentang musik adalah bahwa ia (musik) merupakan potongan-potongan kecil hati dan jiwamu) 

Ah, Darren Hayes, engkau memang benar-benar semerbak harum bunga yang pernah merekah di dalam sebuah Savage Garden...

***

Derby Asmaningrum
Prancis, 20 Juni 2019

Referensi :
wikipedia
billboard.com

dailymail.co.uk
news.com.au

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Music Selengkapnya
Lihat Music Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun