Mohon tunggu...
Deoga Pandyashiweswara
Deoga Pandyashiweswara Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Negeri Surabaya

Hanya mahasiswa biasa yang tertarik dengan dunia olahraga dan isu sosio-kultural. Berusaha mencurahkan ide atau pandangan melalui tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Bagaimana Dunia Digital Mempengaruhi Orang Muda?

28 Desember 2023   06:00 Diperbarui: 28 Desember 2023   07:24 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Jika bicara tentang anak muda dan identitasnya maka hal tersebut tidak dapat lepas dari yang namanya kultur sosial mereka dan kemajuan di zaman ini sudah membawa kita pada era digital yang tentunya sangat berpengaruh pada segala aktivitas manusia. Lalu apakah teknologi digital mempengaruhi dunia anak muda? Tentu saja. Tapi bagaimana? Sebelum jauh membahas tentang bagaimana kultur sosial saat ini, kita perlu mengetahui terlebih dahulu definisi tentang anak muda beserta identitasnya. Kita semua tahu bahwa anak muda adalah mereka yang berumur 15-24 tahun, setidaknya itulah yang dikatakan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa namun definisi tentang anak muda tersebut dapat berubah tergantung dari budaya masing-masing negara. Dalam situasi darurat, kaum muda memiliki kebutuhan yang berbeda dibandingkan anak-anak dan orang dewasa. Orang muda mengacu pada orang-orang yang berada pada tahap pertumbuhan dengan tanggung jawab mandiri. Definisi ini bersifat spesifik pada konteksnya dan bergantung pada faktor sosio-kultural, kelembagaan, ekonomi dan politik setiap daerah.

 ‘Pencarian jati diri’, setidaknya itulah yang dirasakan oleh anak muda di setiap generasi termasuk di zaman ini. Mereka berjuang untuk mencari suatu identitas namun kadangkala terjebak pada suatu pencarian yang mereka mulai. Setidaknya terdapat dua kebingungan seharusnya mereka sadari ‘menjadi diri mereka sendiri’ atau ‘mencari jati diri mereka’. Semakin bertambahnya usia, mereka semakin berkembang baik dari segi fisik, kepribadian, maupun sisi rohani. Dinamika yang semakin berubah seiringnya bertambah usia juga berpengaruh pada kondisi mental dan kepribadian mereka. Di masa inilah, Stanley berpendapat jika masa muda atau remaja disebut sebagai masa ‘badai dan stres’ yang ditandai dengan konflik antargenerasi, suasana hati, dan antusiasme untuk perilaku berisiko.

Teori perkembangan Erikson memperluas penjelasan Piaget tentang “usia dan tahapan” hingga masa dewasa dan usia tua. Masing-masing dari delapan fase yang dijelaskan oleh Erikson (percaya vs ketidakpercayaan, tahap otonomi vs rasa malu, inisiatif vs rasa malu, ketekunan vs rendah diri, identitas vs kebingungan peran, keintiman vs isolasi, generativitas vs stagnasi, integritas vs keputusasaan) ditandai oleh konflik psikologis yang mendasarinya, yang bila berhasil diselesaikan, memungkinkan transisi ke fase berikutnya. Di kalangan generasi muda, terdapat konflik antara identitas dan “kebingungan peran”. Penyelesaian konflik ini memerlukan eksplorasi peran-peran yang kurang lebih mapan dalam kehidupan, dan “kebajikan” (sejenis kekuatan psikologis) yang memungkinkan generasi muda untuk berkembang sejak dini, dalam hal ini kesetiaan, yang mengarah pada pembentukan hati atau kesetiaan. Membangun ikatan yang erat sebagai orang dewasa merupakan tantangan utama dalam tahap ini. Ketika solusi gagal maka terjadilah “maladaptasi”, misalnya berupa fanatisme atau penolakan terhadap tanggung jawab orang dewasa.

Dari situlah kita dapat mengetahui bahwa masa anak muda adalah masa-masa untuk mencari jati diri tentang apa yang mereka harapkan untuk menjadi apa. Masa-masa individu mengatasi ketidakpastian, sadar akan kekuatan dan kelemahan setiap individu, dan lebih percaya diri akan apa yang mereka punya. Untuk melanjutkan hidup, mereka harus menjalani masa ‘krisis’ yang dimana mereka harus menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang nilai-nilai yang mereka anut serta cita-cita, pekerjaan dan karir masa depan. Meskipun ini sebagian merupakan proses psikologis, dan memang merupakan fungsi dari perkembangan kognitif secara umum, hal ini juga terjadi melalui interaksi dengan teman sebaya dan pengasuh. Identitas dikembangkan oleh individu, tetapi harus diakui dan dikonfirmasi oleh orang lain. Oleh karena itu, masa remaja juga merupakan masa di mana anak muda menegosiasikan perpisahan mereka dari keluarga dan mengembangkan kompetensi sosial yang independen.

Kemajuan teknologi kadangkala menjadi suatu kelebihan untuk anak muda sekarang. Kemudahan dan kecepatan akses informasi membuat mereka dapat mencari berbagai pengetahuan yang dibutuhkan dan diinginkan di berbagai platform internet. Populasi yang didominasi oleh anak muda menjadikan anak muda merupakan konsumen tingkat atas dalam mengakses internet. Berdasarkan data yang disajikan oleh Uni Eropa, orang muda cenderung memiliki lebih banyak akses ke internet daripada populasi secara umum, lebih dari 90% dapat mengakses internet dalam jangka waktu tiga bulan. Para pakar sosiologis menunjukkan bahwa kategori “pemuda” adalah struktur sosial dan sejarah namun pada saat yang sama, ini adalah penelitian yang mengkaji kemampuan generasi muda dalam menciptakan identitas remajanya.

Kehadiran perangkat jejaring internet menjadikan orang muda sekarang memunculkan budaya baru, lebih tepatnya gaya komunikasi baru dan juga adanya identitas online. Adanya media sosial menjadikan anak muda sekarang lebih mudah dan bebas mengekspresikan dirinya. Dari sudut pandang anak muda, aktivitas di media sosial dapat dipahami sebagai mengekspresikan norma-norma sosial dan gender atau mendiskusikan representasi. Persepsi anak muda tentang tindakan dan penggunaan media sosial dapat dipahami sebagai bagian dari relasi yang kompleks dan proses konstruksi identitas untuk misalnya "memposisikan diri mereka sendiri dan orang lain dalam perjuangan untuk melakukan gender dan keinginan untuk berpartisipasi dalam budaya teman sebaya tertentu".

Sudut pandang tersebut kemudian melahirkan suatu budaya baru atau mungkin lebih tepatnya menyempurnakan yang lama yang berkaitan dengan konsep ‘publik’. Jaringan sosial memungkinkan publik untuk berkumpul. Konsep ‘publik’ pada jejaring sosial melibatkan sekelompok orang yang mungkin tidak pernah bertemu tatap muka tetapi dapat terhubung secara online. Pada saat yang sama, dengan berfungsi sebagai ruang di mana pembicaraan berlangsung, mereka juga merupakan publik itu sendiri. Adanya partisipasi aktif diantara pengguna memungkinan banyak anak muda untuk menjalin suatu jejaring sosial yang sesuai dengan identitasnya. Media sosial memungkinkan individu untuk membangun identitas sesuai dengan yang diinginkan, yang mungkin dapat berbeda dari dunia nyata mereka. Hal tersebut yang kemudian memunculkan istilah ‘identitas ganda’ yang dimana identitas mereka di kehidupan nyata dapat berbeda dengan identitas mereka di dunia maya karena kebebasan yang diberikan oleh media sosial.

Identitas baru, pola komunikasi online, kemudahan akses informasi, dan konsep publik; semuanya itu melahirkan beberapa dampak yang mungkin dapat merugikan. Kita semua tahu jika anak muda adalah sekelompok generasi yang paling sering mengakses internet, terlebih sosial media namun perlu diperhatikan bahwa terdapat beberapa hal yang akan dirasakan. Kecenderungan mengakses media sosial dapat menciptakan tekanan untuk menunjukkan hidup yang sempurna yang dari situ dapat memunculkan kecemasan, depresi, dan rendahnya rasa percaya diri. ‘Aku ingin hidup seperti selebriti ini’, tidak jarang juga banyak anak muda yang mulai mengidam-idamkan kehidupan selebriti yang tidak seharusnya dilakukan. Perbandingan diri melalui media sosial dapat menyebabkan perasaan kurang berharga dan kecemasan jika tidak diolah dengan baik. Belum lagi masalah perundungan secara online yang menyebabkan luka batin dan mental.

Maka dari itu, segala tentang kelebihan dan kekurangan serta pengaruh internet, terutama media sosial, terhadap anak muda patut disadari oleh semua netizen. Dunia digital merupakan hasil kemajuan peradaban yang dimana juga diikuti perilaku yang bijak dalam menggunakan segala media yang ada.

Sumber referensi

Boyd, D. (2014). It's Complicated: The Social Lives of Networked Teens.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun