Saya adalah guru yang telah berhasil menyelesaikan Pendidikan Profesi Guru Prajabatan Tahun 2017. Berbekal pengalaman 'ngajar' yang masih seumur jagung ini, memiliki harapan tinggi untuk berkembang menjadi guru profesional sebagaimana gelar berat yang saya sandang. Memilih melanjutkan studi magister adalah salah satu cara untuk mewujudkan harapan itu. Namun, sebuah cerita di kelas membuat saya tertegun.
Beberapa waktu yang lalu, saya mengajak siswa berefleksi. Saya mengajukan sebuah pertanyaan, 'Apakah saat ini kalian bahagia?'. Saya meminta masing-masing siswa menjawab dalam 2 hingga 3 paragraf untuk menggambarkan rasa bahagia yang dirasakan. Di luar dugaan, jawaban beberapa anak membuat saya termangu. Kurang lebih begini yang mereka tuliskan, 'Aku pernah bahagia, setidaknya sebelum kedua orang tua ku meninggal'. 'Aku benci karena kedua orang tua ku berpisah, sehingga harus tinggal dengan nenek yang cerewet.' 'Aku sedih sejak kelas 5 SD, ibu kerja ke Taiwan. Bapak nikah lagi. Hingga sekarang, ibu belum pulang. Tapi, aku senang karena memiliki nenek yang sangat sayang kepadaku'.
Bayang-bayang menjadi guru professional membuat saya berpikir, apakah benar saya sudah cukup profesional menjadi guru? Apakah selama ini, sudah ada hal baik yang saya lakukan untuk anak-anak di sekolah?
Guru memang memegang peranan krusial dalam dunia pendidikan. Mereka sebagai ujung tombak keberhasilan pendidikan, tak hanya memberikan pengetahuan, tetapi juga membentuk karakter, membimbing, dan memotivasi siswa untuk meraih potensi maksimal. Tak hanya sampai di situ, guru juga berperan dalam pengembangan kurikulum dan menciptakan lingkungan belajar yang kondusif.
Di abad 21 ini, peran guru telah berevolusi jauh melampaui pengajar tradisional di kelas. Sebagaimana yang juga pembaca ketahui, saat ini guru konten kreator menjadi fenomena baru yang sejatinya sangat relevan dengan perkembangan teknologi dan kebutuhan generasi digital. Mereka tidak hanya menyampaikan materi pelajaran, tetapi juga mengemasnya dalam format yang menarik, interaktif, dan relevan melalui platform seperti YouTube, TikTok, Instagram, atau aplikasi pembelajaran. Guru konten kreator bisa menjadi jembatan antara pendidikan formal dengan dunia digital yang akrab bagi anak didik saat ini.
Lalu, apa sebenarnya yang dibutuhkan oleh siswa? Apakah benar guru konten kreator merupakan gambaran guru ideal di abad 21? Melalui 'kudapan' ringan ini, saya ingin mengajak pembaca yang mungkin juga sama-sama berprofesi sebagai guru atau tertarik terhadap dunia pendidikan, untuk merenung dan berpikir bersama, apa sebenarnya yang dibutuhkan oleh sosok guru ideal?
Komitmen terhadap Pembelajaran Sepanjang Hayat
Mengutip pernyatan Ki Hajar Dewantara, "Pendidikan dan pengajaran di dalam Republik Indonesia harus berdasarkan kebudayaan dan kemasyarakatan bangsa Indonesia, menuju ke arah kebahagiaan batin serta keselamatan hidup lahir." Makna pernyataan ini adalah Ki Hadjar ingin menekankan bahwa pendidikan merupakan proses berkelanjutan yang tidak hanya terbatas pada sekolah, tetapi mencakup pembelajaran seumur hidup untuk kebahagiaan dan kesejahteraan. Pembelajaran tidak hanya diperoleh dari bangku pendidikan formal semata, namun juga dari pengalaman hidup.
Salah satu pengalaman saya tersebut, menuntut guru untuk terus mau belajar. Guru ideal adalah pembelajar sepanjang hayat yang tak hanya sebatas memperbarui pengetahuan dan keterampilan melalui pelatihan, lokakarya, mengikuti perkembangan teknologi, atau pendidikan lanjutan. Mereka juga harus menjadi pembelajar yang inspiratif yang bisa menunjukkan kepada siswa bahwa belajar adalah proses tanpa akhir yang membutuhkan rasa ingin tahu dan ketekunan.
Guru ideal itu juga harus mau belajar dengan 'legawa' terhadap umpan balik dari siswa, teman, dan komunitas untuk terus memperbaiki metode dan kualitas pengajaran mereka. Yakinlah bahwa tidak ada guru yang sempurna. Dengan menerima umpan balik secara dewasa, guru menunjukkan teladan dalam menghadapi kritik, yang dapat menginspirasi siswa untuk bersikap serupa.
Lebih dari Sekadar Pengajar