Mohon tunggu...
Erni Purwitosari
Erni Purwitosari Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Pesepeda dan pemotor yang gemar berkain serta berkebaya. Senang wisata alam, sejarah dan budaya serta penyuka kuliner yang khas.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Berempatilah! Mereka Bukan Sekadar Tukang Sampah

11 Juni 2018   15:48 Diperbarui: 14 Juni 2018   04:38 4500
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam sebuah supermarket terjadi perbincangan seru antara majikan dan pembantu rumah tangganya. Mereka memilih-milih belanjaan untuk diberikan kepada beberapa orang sebagai hadiah THR (tunjangan hari raya).

"Ini dan ini untuk penjahit langganan saya? Yang ini untuk tetangga dibelakang rumah yang suka nganterin kita makanan," ujar di majikan.

"Tukang sampah enggak sekalian dibelikan, Bu?" Kata si pembantu.

"Dikasih juga. Tapi enggak sekarang. Dia juga belum libur toh! Nanti saja kalau sudah dekat. Belanjanya juga jangan di sini."

Nanti saja? Belanjanya juga di tempat lain saja. Kenapa harus dibedakan? Apa hanya karena tukang sampah sehingga harus dibedakan. Dianggap rendah. Lalu disisihkan.

Tukang sampah. Mungkin sebagian memandangnya dengan sebelah mata. Tak lebih berharga dibandingkan tetangga yang menurut kita baik, karena suka memberi. Padahal belum tentu kebaikan itu tulus. Bisa jadi ada maksud tertentu. Bisa jadi loh! Bisa juga tidak. Ini hanya gambaran saja.

Sementara tukang sampah. Sesungguhnya betapa berharga pekerjaannya itu bagi kita semua. Beberapa hari saja sampah di rumah kita tak diangkut karena si tukang sampah tidak datang. Wah, betapa gelisahnya kita. Sebab sampah-sampah basah terutama, bisa membusuk dan menngeluarkan belatung. Menggerutulah kita seenaknya.

"Dasar tukang sampah nih. Kalau menarik uang bulanan saja rajin datangnya. Giliran ngangkut, malas-malasan." Dan mungkin seribu sumpah serapah bisa keluar dari mulut yang kesal itu.

Padahal kalau mau direnungkan. Wajarlah seandainya timbul rasa malas dan ingin bolos. Namanya juga manusia. Yang dikerjakan sampah pula. Kita yang bekerjanya di ruangan ber-AC dan hanya duduk manis menghadapi layar monitor saja, kerap jenuh dan ingin bolos sesekali. Meski harus membeli surat dokter sebagai bukti di kantor esok hari. Apalagi tukang sampah itu. Jadi janganlah memaki-maki seenaknya.

Bisa jadi ia tidak datang karena sakit. Dirinya atau sanak keluarganya. Jadi baik sangka saja. Bisa jadi lagi si tukang sampah kesal akibat pembayaran tiap bulan yang kerap telat. Ini banyak terjadi loh! Rumah tangga yang menunda-nunda tagihan sampah. Bahkan menyepelekannya.

Ya, ampun! Seberapa besar sih iuran sampah tiap bulan kok sampai disepelekan? Mari direnungkan. Dengan iuran sampah yang hanya sekian rupiah, kita sudah terima beres dan bersih. Jadi segerakan. Jangan ditunda-tunda. Seharusnya kita bersyukur dan berterima kasih kepada tukang sampah. Karena masih bersedia menjadi tukang sampah. Bayangkan kalau tak ada lagi yang mau bekerja mengangkut sampah. Bagaimana nasib sampah-sampah itu. Iiiihhhhh... menjijikkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun