Mohon tunggu...
Deni HD
Deni HD Mohon Tunggu... Guru - Guru Mapel Sejarah SMAN 1 Panggarangan Kab. Lebak

Saya memeiliki hobi membaca, menulis dan berorganisasi selain itu senang juga berkebun dan beternak

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Lubang Tambang Batubara Ciman, Jejak Sejarah Peninggalan Jepang di Banten Selatan

21 Mei 2024   09:36 Diperbarui: 21 Mei 2024   09:45 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pendahuluan

Berakhirnya pemerintahan Hindia Belanda pada tanggal 08 Maret 1942, dan dengan resmi Jepang berkuasa di Indonesia. Indonesia memasuki suatu periode baru, yaitu periode pendudukan militer Jepang. Pada awalnya kedatangan pasukan Jepang mendapat sambutan yang simpatik dari seluruh bangsa Indonesia. Hal ini disebabkan karena Jepang dianggap sebagai penyelamat bangsa Indonesia dari cengkraman penjajahan Belanda. Pada masa penjajahan Belanda rakyat pribumi menempati kelas sosial yang paling rendah, mereka dianggap sebatas pelengkap atau obyek dari segala kebijakan kolonial Belanda. Berbeda ketika awal mula pendudukan militer Jepang di Indonesia kaum pribumi menempati struktur sosial kelas dua di satu level di bawah penguasa Jepang pada saat itu.

Berlainan dengan politik netral yang dikembangkan penguasa Belanda terhadap Islam, penguasa Jepang berusaha membujuk pemimpin-pemimpin umat agar bersedia bekerja sama dengan mereka. Jepang menyebut dirinya "saudara tua" rakyat Indonesia. Ditempuhnya politik semacam ini terutama bertujuan untuk memobilisasi seluruh penduduk dalam rangka menyokong tujuan-tujuan perang mereka yang cepat dan mendesak.

Banten sebagai provinsi yang terbilang masih belia memisahkan diri dari Jawa Barat berdiri pada tahun 2000. Wilayah Provinsi Banten terdiri dari Kota Serang, Kabupaten Serang, Kota Cilegon, Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan, Kabupaten Tangerang, Kabupaten Lebak dan Kabupaten Pandeglang. Menurut catatan sejarah wilayah Banten memiliki akar sejarah yang tidak dapat dipisahkan dengan zaman Pra aksara, zaman Kerajaan Hindu-Buddha, Kerajaan Islam maupun zaman kolonialisme, zaman revolusi, zaman Orde Lama, zaman Orde Baru serta zaman Reformasi hingga saat ini. Fokus dari pembahasan dalam tulisan ini yaitu  tentang peristiwa sejarah pada masa pendudukan Jepang yang bersifat lokal khususnya di wilayah Banten bagian selatan yakni Kabupten Lebak. Wilayah Kabupaten Lebak yang  luasnya 3.426,56 km2 terletak di bagian selatan Provinsi Banten memiliki akar sejarah yang cukup panjang. Sebagai wilayah yang menjadi bagian dari provinsi Banten Kabupaten Lebak berdasarkan catatan sejarahnya telah menunjukkan eksistensinya dalam hal kesejarahan yang mesti dipahami dan diambil hikmahnya dari setiap peristiwa sejarah yang terjadi oleh generasi selanjutnya.

Penjajahan Jepang di Indonesia melalui sistem kerjanya Romusha dapat ditelusuri jejaknya, salah satunya di wilayah Panggarangan dan Cihara Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Romusha merupakan bentuk mobilisasi tenaga kerja pada masa Pendudukan Jepang. Mereka dipekerjakan untuk membangun sarana prasarana militer dan menggali bahan tambang atau lubang perlindungan. Salah satu daerah yang menjadi tempat pemusatan romusha adalah Bayah di Banten Selatan. Keberadaan Tentara Jepang di wilayah selatan Kabupaten Lebak Provinsi Banten menjadi hal yang tidak asing bagi penduduk setempat yang hidup pada masa itu. Warga menyaksikan secara langsung perlakuan keji tentara Jepang terhadap romusha. Eksploitasi romusha ini terjadi di wilayah Bayah, Panggarangan, dan Cihara Kabupaten Lebak yang peninggalannya sampai saat ini bisa kita saksikan. Wilayah selatan kabupaten Lebak Provinsi Banten menjadi salah satu tempat kerja Romusha pada masa penjajahan Jepang. Romusha sendiri adalah bentuk mobilisasi tenaga kerja pada masa Penjajahan Jepang. Di sepanjang jalur jalan kereta api rakyat dipekerjakan untuk membangun sarana prasarana militer dan menggali bahan tambang, lubang perlindungan ataupun gudang persenjataan.

Secara rinci dan sistematis Notosusanto (1979:4-10) mengidentifikasi jenis kegunaan sejarah, yakni: a. Fungsi edukatif; artinya bahwa sejarah membawa dan mengajarkan kebijaksanaan ataupun kearifan-kearifan. Hal ini sebagaimana dikemukakan dalam ungkapan  John Seeley yang mempertautkan masa lampau dengan sekarang dalam pemeonya we study history, so that we may be wise before the event. Oleh karena itu penting pula ungkapan-ungkapan seperti; belajarlah dari sejarah, atau sejarah mengajarkan kepada kita. b. Fungsi inspiratif; artinya dengan mempelajari sejarah dapat memberikan inspirasi atau ilham. Sebagai contoh melalui belajar sejarah perjuangan bangsa, kita dapat terilhami untuk meniru dan bila perlu "menciptakan" peristiwa serupa yang lebih besar dan paling tidak dengan belajar sejarah dapat memperkuat l'esprit de corps atau "spirit dan moral". c. Fungsi instruktif; yaitu bahwa dengan belajar sejarah dapat menjadi berperan dalam proses pembelajaran pada salah satu kejuruan atau keterampilan tertentu seperti navigasi, jurnalistik, senjata/militer dan sebagainya. d. Fungsi rekreatif; artinya dengan belajar sejarah itu dapat memberikan rasa kesenangan maupun keindahan. Seorang pembelajar sejarah dapat terpesona oleh kisah sejarah yang mengagumkan atau menarik perhatian pembaca, apakah itu berupa roman maupun cerita-cerita peristiwa lainnya. Selain itu sejarah dapat memberikan rasa kesenangan lainnya seperti "pesona perlawatan" yang dipaparkan dan digambarkan kepada kita melalui berbagai evidensi dan imaji.


Pembahasan

Sebagaimana telah dipaparkan di atas bahwa fokus dari tulisan ini yaitu tentang peristiwa sejarah pada masa pendudukan Jepang yang bersifat lokal khususnya di wilayah Banten bagian selatan yakni Kabupten Lebak. Meskipun penulis merasa kesulitan dalam mencari sumber tertulis dari peristiwa sejarah yang terjadi pada masa pendudukan Jepang yang bersifat lokal, akan tetapi tidak menyurutkan tekad penulis untuk mencoba menuangkan sebuah peristiwa sejarah dalam bentuk tulisan yang dapat dibaca oleh generasi setelahnya. Setidaknya ada buku yang bisa dijadikan bahan rujukan oleh penulis diantaranya buku yang ditulis oleh Henry  Poeze dengan judul Tan Malaka 1926 - 1945: Pergulatan Menuju Republik dan buku yang ditulis oleh Hendri F. Isnaeni dan Apid yang berjudul Romusa Sejarah yang terlupakan. Dalam buku yang ditulis oleh Hendri F. Isnaeni dan Apid sepintas dibahas ada lokasi tambang batubara Cimang yang awalnya terdapat di kecamatan Panggarangan tetapi setelah adanya pemekaran kecamatan wilayah tersebut termasuk ke dalam kecamatan Cihara. Sedangkan menurut informasi dari warga Cimang tersebut maksudnya Ciman yang berlokasi di kampung Cikadu dekat dengan aliran sungai Cimandiri.

Hal yang tidak asing lagi bagi kita ketika akan melakukan sebuah penelitian yang ada hubungannya dengan romusha, tambang batubara pastinya Bayah menjadi sentral dari semua aktivitas zaman pendudukan Jepang di Banten Selatan. Padahal masih ada daerah lain di sekitar Bayah yang memiliki peran sangat strategis misalnya wilayah Ciman yang terletak diantara dua kecamatan yakni Cihara dan Panggarangan. Di wilayah tersebut hingga saat ini masih dapat kita saksikan jejak sejarah peninggalan penjajahan Jepang seperti irigasi yang digunakan untuk mengairi lahan pertanian milik warga, lubang tambang batubara, gua tempat penyimpanan senjata (gudang persenjataan), bekas lapangan seluas 1 Ha yang berfungsi sebagai tempat apel maupun tempat mendaratnya pesawat milik Jepang.

Pada masa kini jejak monumental memang tidak secara spesifik dapat diidentifikasi secara menyeluruh. Tetapi, masih ada beberapa obyek yang dapat diidentifikasi secara visual di beberapa tempat di Banten Selatan. Jejak yang lain seiring berjalannya waktu tertutup kembali oleh hutan, perkebunan, atau dimanfaatkan oleh warga setempat ataupun mengalami kerusakan akibat aktivitas alam.

Di beberapa tempat kita masih dapat melihat permukaan tanah yang meninggi sekitar 1 atau 2  meter bekas lintasan rel kereta api. Misalnya, di sisi sebelah selatan Jalan Raya Malingping-Bayah, puluhan pondasi dan tiang pancang bekas jembatan kereta yang melintasi sungai besar-kecil di sepanjang jalan antara Malingping-Bayah. Ada juga tempat pemberhentian kereta sementara dan statsiun utama kereta yang terdapat di Bayah (belakang SMPN 1 Bayah).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun