Mohon tunggu...
Deni Firman Nurhakim
Deni Firman Nurhakim Mohon Tunggu... Penulis - Santri dengan Tugas Tambahan sebagai Kepala KUA

Penghulu Kampung yang -semoga saja- Tidak Kampungan.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mendongkrak Angka Kredit Jabatan Penghulu

11 Desember 2022   21:41 Diperbarui: 11 Desember 2022   21:47 333
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tips bagi Penulis Pemula

Tidak sedikit penulis pemula yang memutuskan berhenti menulis karena sering mengalami kehabisan kata-kata. Padahal, orang yang terbiasa menulis sekalipun adakalanya mandeg saat mulai menulis lagi. Jadi, Tips Pertama, santai saja bila saat mulai menulis agak tersendat-sendat. Penulis profesional pun kalau sedang macet dalam menuangkan ide, ya... buntu. Setidaknya, demikian pengakuan Imam B. Prasodjo (Kolumnis dan Sosiolog UI) kepada penulis dalam suatu kesempatan kuliah di tahun 2002.

 

Tips Kedua, supaya tidak sering kehabisan kata-kata, disarankan bagi penulis pemula untuk membuat 'semacam outline'. Disebut 'semacam outline', karena memang pembuatannya tidak harus sama dengan outline seperti dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia. Yang terpenting, ada gambaran alur tulisan yang hendak dibuat: topiknya apa, pembukaannya bagaimana, isinya seperti apa, lalu akhirnya bagaimana.

Lantas, bagaimana supaya tulisan kita tidak kering, kaku, dan membosankan? Jawabannya adalah Tips Ketiga, saat menulis selain menggunakan logika, libatkan juga perasaan kita. Karena kalau semata-mata logika, tulisan kita akan terasa seperti deretan rumus: rumit dan kaku. Begitu pula, kalau hanya perasaan, tulisan pun akan kehilangan sisi logisnya. Sebagai langkah awal, penemu metode Quantum, DePorter (2009:27), menyarankan bagi penulis pemula untuk menulis apa saja -meski tidak logis, biar saja- yang ada dalam pikiran dan perasaan kita. Metode "menumpahkan ide" ini merangsang kita menulis spontan dan membuat pikiran kita terfokus.

'Alaa kulli haal, sekarang buang jauh-jauh alasan klise 'tidak bisa menulis'. Karena faktanya, kita pernah menulis, setidaknya menulis pesan di WA. Bahkan, kalau mau ditambahkan fakta-faktanya, bukankah kita -meski mungkin dengan susah payah- pernah menulis Skripsi atau tugas akhir kuliah lainnya,  juga pernah menulis konsep proposal, laporan bulanan dan tahunan kantor kita?! Lalu masihkah kita akan berlindung di balik kata-kata "tidak bisa menulis" tadi saat peluang untuk mendongkrak pangkat/jabatan lewat kegiatan menulis terbuka lebar? Padahal, dengan menulis tidak hanya poin (angka kredit) menjadi tercukupi tapi juga bisa menambah pundi koin kita, alhamdulillah. Jadi, ayo jangan hanya jadi pembaca tulisan orang lain saja. Jadilah penulis yang tulisannya dibaca orang lain! Semoga bermanfaat. Wallahua'lam bis showab.

***

 

Daftar Pustaka

DePorter, Bobbi. "Quantum Writer". Bandung: Kaifa, 2009;

Trimansyah, Bambang. “Menyoal Lagi ISBN dan Data Perbukuan Kita”, (Kolom) di www.news.detik.com, 09 Juni 2022;

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun