Ketika nilai tukar Rupiah sedang melemah di hadapan USD seperti sekarang, pihak oposisi berusaha memainkan momen ini untuk menggaet suara pemilih.
Mereka berusaha menggiring opini masyarakat bahwa pemerintahan Presiden Jokowi tidak bekerja maksimal, dan telah gagal mengelola perekonomian.
Hal itu tampak dari permainan pihak oposisi yang sedang menggoreng isu kegagalan pemerintah di bidang ekonomi dengan memainkan isu kenaikan harga barang-barang, tempe goreng setipis ATM, hingga gerakan 'aku cinta rupiah'.
Tujuan dari kampanye itu, tak lain dan tak bukan, adalah demi memperoleh simpati agar bisa memperoleh kekuasaan pada Pemilu 2019 mendatang.
Namun, di balik serangan kubu oposisi itu, pemerintahan Presiden Jokowi sebenarnya sedang bekerja total untuk memperbaiki kondisi bangsa saat ini. Baik dari segi perekonomian hingga kesejahteraan rakyat.
Hingga saat ini, pemerintah masih terus konsisten menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,3 persen di tahun 2019 mendatang.
Hal itu dilakukan melalui beberapa langkah kerja, seperti peningkatan pertumbuhan ekonomi di Indonesia Timur, peningkatan potensi usaha ultra-mikro, peningkatan produktivitas usaha mikro, kecil dan menengah, hingga koperasi dengan ditunjang kebijakan penurunan tarif pajak final UMKM menjadi 0,5 persen.
Dari segi birokrasi, pemerintahan Presiden Jokowi juga mendorong Penerapan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) dan Online Single Submission (OSS) yang diharapkan efektif mengurangi berbagai hambatan, pungli, dan mempermudah para pelaku usaha.
Hingga kini pula, pemerintahan Presiden Jokowi juga masih terus mengendalikan inflasi dengan menjaga ketersediaan pasokan barang dan jasa, khususnya di bidang pangan, melalui peningkatan kapasitas produksi nasional dan efisiensi di sepanjang rantai pasokan.
Kemudian, terkait upaya penguatan Rupiah sekarang, pemerintahan Presiden Jokowi terus meningkatkan koordinasi di sektor fiskal, moneter, industri dan para pelaku usaha.
Presiden Jokowi sendiri memberikan target kepada jajarannya untuk segera memperbaiki transaksi berjalan dengan menggenjot ekspor dan investasi di dalam negeri. Hal itu dilakukan agar defisit perdagangan bisa teratasi dengan baik.
Dengan bukti seperti di atas, maka tak benar bila pemerintah dikatakan tidak bekerja dan telah gagal mengelola perekonomian nasional. Penilaian itu terlalu hiperbolik, dan tidak sesuai dengan kenyataannya.
Pihak oposisi yang memainkan isu tersebut pun juga tak mau turut bekerja memperbaiki kondisi. Hal ini mencerminkan buruknya kualitas oposisi di Indonesia.