Raja Ampat, surga dunia yang terletak di bagian timur Indonesia, kembali menarik perhatian publik. Namun, kali ini bukan karena keindahannya melainkan kerusakannya. Pada bulan Juni 2025, Raja Ampat berhasil mengambil perhatian para penggemarnya karena kondisinya yang memprihatinkan. Hal itu disebabkan adanya aktivitas penambangan nikel di beberapa pulau kecil, salah satunya Pulau Gag. Penambangan nikel berpotensi merusak lingkungan khususnya wilayah pesisir dan laut yang berdampak pada keanekaragaman hayati yang menjadi aset utama Raja Ampat.
Raja Ampat merupakan salah satu kabupaten yang terletak di Provinsi Papua Barat yang dikenal memiliki kekayaan laut yang luar biasa. Hal tersebut dibuktikan pada penelitian yang dilakukan oleh beberapa lembaga seperti Conservation International, The Nature Conservancy, dan Lembaga Oseanografi Nasional (LON), Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia LIPI pada tahun 2001 dan 2002, yang menyebutkan bahwa perairan di wilayah Raja Ampat memiliki sekitar 75 persen jenis terumbu karang di seluruh dunia. Selain itu, mereka juga menyebutkan terdapat 540 jenis karang, 1.511 spesies ikan, dan ribuan biota laut lainnya. Tidak hanya itu, jenis flora dan fauna di luar ekosistem laut juga memiliki keanekaragaman yang unik dan memukau.
Keindahan alam yang luar biasa merubah nama Raja Ampat semakin mendunia. Keunggulan pemandangan dan ekosistem laut menjadi peluang besar dalam perekonomian di Indonesia. Sayangnya, keindahan dan kelestarian Raja Ampat mulai terancam akibat aktivitas pertambangan nikel yang terjadi di Pulau Gag yang terletak 40 kilometer dari kawasan wisata Raja Ampat. Kejadian ini menimbulkan kekhawatiran akan hilangnya keindahan Raja Ampat yang telah dilestarikan. Banyak pihak menyampaikan argumen kontranya terhadap aktivitas yang terjadi di Pulau Gag karena dinilai bertentangan dengan upaya pelestarian di Raja Ampat.
Pada tanggal 5 Juni, Kementerian Lingkungan Hidup membekukan sementara pengoperasian tambang nikel di sekitar Raja Ampat. Terdapat lima perusahaan tambang yang berpotensi untuk merusak lingkungan di sekitar Raja Ampat, yaitu PT Gag Nikel di Pulau Gag, PT Anugerah Surya Pratama (PT ASP) di Pulau Manuran, PT Kawei Sejahtera Mining (PT KSM) di Pulau Kawei, dan PT Mulia Raymond Perkasa (PT MRP) di Pulau Manyaifun dan Pulau Batang Pele.Â
Meskipun masih sempat membekukan pengoperasian, dampak terhadap ekosistem laut mulai terlihat. Dibuktikan dengan munculnya sedimentasi tinggi karena pembocoran kolam setting pond yang berada pada area operasi PT ASP. Â Sedimentasi tinggi mengakibatkan perairan keruh yang dapat membunuh terumbu karang. Air juga akan tercemar akibat limbah tambang yang mengandung logam dan bahan kimia yang berbahaya. Tidak hanya berakibat pada biota laut, kesehatan masyarakat juga akan terancam akibat penggunaan air yang tercemar bahan kimia.
Raja Ampat merupakan wilayah yang dilestarikan karena kekayaan alamnya. Namun, kelestarian ekosistem mulai terancam karena aktivitas pertambangan yang dilakukan oleh beberapa perusahaan. Meskipun perusahaan-perusahaan tersebut telah mendapatkan izin amdal dan IUP, namun masih terdapat pelanggaran terhadap pelaksanaannya. Dampak terhadap ekosistem laut seperti sedimentasi, pencemaran air, hingga terbunuhnya ekosistem laut menunjukkan bahwa aktivitas pertambangan di Raja Ampat sangat berisiko.Â
Untuk menjaga dan mengembalikan kelestarian Raja Ampat, pemerintah harus memiliki langkah yang tegas, tepat, dan konsisten dalam menangani kasus ini. Tidak hanya diselesaikan dengan mementingkan aspek ekonomi saja, tetapi harus ditinjau dari segi lingkungan agar tidak mengorbankan ekosistem yang merupakan harta bersama manusia. Tidak hanya pemerintah, sebagai warga negara juga harus membantu mengawal upaya penyelesaian yang dilakukan pemerintah supaya mencapai tujuan bersama.Â
source : https://lk2fhui.law.ui.ac.idÂ