Mohon tunggu...
Della Ayu
Della Ayu Mohon Tunggu... Mahasiswa

Haloo

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kolaborasi Multifaktor Dalam Penyelenggaraan Program Smart City Surabaya Berdasarkan Konsep Manajemen Jejaring

12 Oktober 2025   08:07 Diperbarui: 12 Oktober 2025   08:07 11
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

 Pelayanan publik di Indonesia terus berkembang menuju model kolaboratif yang menekankan sinergi antara pemerintah, sektor swasta, akademisi, dan masyarakat. Perubahan ini menjadi keniscayaan karena birokrasi yang bersifat hierarkis sering kali tidak mampu menyesuaikan diri dengan kompleksitas persoalan publik di era digital. Kolaborasi lintas sektor membuka ruang bagi inovasi, efisiensi, dan peningkatan transparansi, sehingga pelayanan publik menjadi lebih adaptif terhadap kebutuhan masyarakat. Menurut Priyowidodo, Indrayani, dan Yogatama (2024), kolaborasi berbasis digital melalui program Smart City di Surabaya menunjukkan pergeseran paradigma tata kelola yang menempatkan teknologi dan partisipasi warga sebagai inti pelayanan publik yang efektif.
Kota Surabaya menjadi salah satu pelopor dalam penerapan Smart City yang melibatkan banyak aktor dan lembaga. Program ini dirancang bukan hanya untuk mengotomatisasi sistem layanan, tetapi juga untuk memperkuat interaksi antara pemerintah dan warga. Yusman, Adlianti, dan Kodariah (2022) menjelaskan bahwa keberhasilan Smart City di Surabaya dipengaruhi oleh kemampuan pemerintah kota dalam membangun jejaring kerja sama yang solid dengan perguruan tinggi, sektor swasta, dan komunitas digital. Sinergi ini memperlihatkan bahwa kolaborasi antarpihak mampu meningkatkan efektivitas layanan serta memperluas jangkauan inovasi publik.


Smart City juga menjadi wujud nyata dari penerapan prinsip tata kelola jaringan atau governance network, yang menuntut adanya koordinasi dan kepercayaan antaraktor. Wachid et al. (2024) menegaskan bahwa kolaborasi semacam ini membantu pemerintah lebih responsif terhadap aspirasi warga melalui sistem data terbuka dan mekanisme partisipatif. Sementara Agustina, Melati, dan Prawesti (2023) menemukan bahwa pendekatan kolaboratif dalam tata kelola digital mampu menumbuhkan budaya transparansi dan tanggung jawab bersama antara pemerintah dan masyarakat.
Berbagai penelitian tersebut menunjukkan bahwa pengelolaan jejaring kolaboratif tidak hanya mempercepat pelayanan publik, tetapi juga memperkuat nilai demokrasi dan kepercayaan publik terhadap pemerintah daerah. Melalui pendekatan manajemen jejaring yang mencakup lima konsep utama governance network, trust, interdependence, coordination mechanism, dan accountability, esai ini menganalisis secara kritis efektivitas kolaborasi dalam Program Smart City Surabaya sebagai salah satu praktik pelayanan publik inovatif di Indonesia.


Pembahasan
Kolaborasi dalam Program Smart City Surabaya memperlihatkan bagaimana jejaring multiaktor dapat meningkatkan kualitas tata kelola pelayanan publik. Pemerintah Kota Surabaya membangun kemitraan strategis dengan berbagai pihak, mulai dari perguruan tinggi seperti Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), perusahaan penyedia infrastruktur digital seperti Telkom Indonesia, hingga komunitas masyarakat yang terlibat dalam pengawasan dan pelaporan layanan. Menurut Prasetiyo, Basori, dan Purwanti (2024), kolaborasi ini merupakan bentuk nyata dari governance network yang memungkinkan setiap aktor berperan sesuai kapasitasnya tanpa kehilangan otonomi kelembagaan. Pemerintah berperan sebagai pengarah kebijakan, sektor swasta menyediakan dukungan teknologi dan infrastruktur, sementara masyarakat menjadi penerima manfaat sekaligus pengawas layanan publik.
Keberhasilan jaringan kolaboratif sangat bergantung pada kepercayaan antaraktor. Emerson dan Nabatchi (2020) menegaskan bahwa trust menjadi dasar bagi kolaborasi yang berkelanjutan karena meminimalkan konflik dan mempercepat pertukaran informasi. Pemerintah Kota Surabaya membangun kepercayaan melalui transparansi data dan keterbukaan informasi publik. Program seperti WargaKu dan Surabaya Single Window memungkinkan masyarakat memantau proses pelayanan secara langsung. Hal ini memperkuat pandangan Agustina, Melati, dan Prawesti (2023) yang menyebut bahwa keterbukaan digital meningkatkan partisipasi warga dan memperkuat hubungan sosial antara pemerintah dan masyarakat.


Konsep interdependence menggambarkan ketergantungan positif antaraktor dalam mencapai tujuan bersama. Osborne (2020) menilai bahwa pengelolaan layanan publik modern menuntut integrasi sumber daya dari berbagai pihak karena pemerintah tidak dapat lagi bekerja secara tunggal. Pada kasus Smart City, pemerintah bergantung pada perguruan tinggi untuk riset dan inovasi teknologi, sementara swasta bergantung pada regulasi pemerintah agar investasi berjalan lancar. Warga kota juga bergantung pada platform digital untuk mengakses layanan publik dengan cepat dan mudah. Penelitian Yusman, Adlianti, dan Kodariah (2022) memperlihatkan bahwa kolaborasi antarsektor di Surabaya berhasil meningkatkan efisiensi birokrasi sekaligus mendorong literasi digital masyarakat.


Koordinasi menjadi aspek penting agar kolaborasi berjalan sinkron dan efektif. Agranoff (2017) menjelaskan bahwa coordination mechanism diperlukan untuk menghindari tumpang tindih kebijakan serta memastikan setiap pihak bekerja menuju tujuan yang sama. Surabaya memanfaatkan dashboard data terpadu untuk menghubungkan berbagai layanan seperti transportasi, pengelolaan sampah, dan pengaduan masyarakat. Prasetiyo, Basori, dan Purwanti (2024) menemukan bahwa sistem koordinasi digital tersebut mampu mempercepat respon pemerintah terhadap laporan warga karena seluruh unit kerja terintegrasi dalam satu sistem informasi.
Akuntabilitas menjadi pilar yang menjaga kepercayaan publik terhadap hasil kolaborasi. Ansell dan Gash (2018) menekankan bahwa dalam jaringan kolaboratif, akuntabilitas tidak hanya ditujukan kepada lembaga pemerintah tetapi juga kepada seluruh mitra jejaring. Surabaya menerapkan sistem pelaporan digital terbuka yang dapat diakses oleh masyarakat dan pemangku kepentingan lain. Wachid et al. (2024) menyebut bahwa keterbukaan informasi publik melalui open data tidak hanya meningkatkan akuntabilitas, tetapi juga mendorong masyarakat untuk turut serta dalam pengawasan dan penilaian kinerja layanan. Transparansi semacam ini menciptakan budaya partisipatif yang memperkuat tata kelola pemerintahan berbasis kolaborasi.


Smart City Surabaya memperlihatkan bagaimana lima konsep manajemen jejaring berfungsi secara sinergis dalam memperkuat inovasi pelayanan publik. Jaringan pemerintahan yang terbuka, berbasis kepercayaan, dan akuntabel menjadikan Surabaya salah satu kota yang paling maju dalam implementasi kolaboratif pelayanan publik di Indonesia. Kolaborasi ini bukan hanya menghasilkan efisiensi administratif, tetapi juga membangun hubungan timbal balik antara pemerintah dan masyarakat yang saling memperkuat.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun