Mohon tunggu...
della shafira
della shafira Mohon Tunggu... Lainnya - umri'19

manajemen

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Alasan Tak Ada "Pemudi" dalam "Sumpah Pemuda"

27 Oktober 2020   12:25 Diperbarui: 27 Oktober 2020   12:28 248
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

kenapa tak Sumpah Pemudi atau minimal penggabungan keduanya Sumpah Pemuda-Pemudi? Seorang sejarawan asal Universitas Padjajaran, Agung Nugroho, telah memberikan analisisnya dan berusaha menjawab pertanyaan tersebut. Dia mengatakan bahwa perempuan memang nggak terlalu menonjol soal perannya pada Kongres Pemuda II yang melahirkan Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928. 

Seperti yang diketahui, pada zaman dulu laki-laki dianggap memiliki pangkat lebih tinggi dan perempuan punya pangkat yang lebih rendah. Begitu juga dengan beberapa perempuan yang datang di kongres yang menghasilkan Sumpah Pemuda. Dari 82 orang yang tercatat, cuma ada 6 perempuan yang berhasil diketahui. Mereka adalah Diem Pantow, Emma Poeradiredjo, Jo Tumbuan, Nona Tumbel, Poernamawoelan, dan Siti Soendari.

Siti Soendari berbicara dalam bahasa Belanda yang diterjemahkan oleh Muhammad Yamin. Dia menanamkan bahwa rasa cinta tanah air terutama pada wanita harus ditanamkan sejak kecil dan bukan untuk pria saja," tulis Mardanas dalam memoar yang ditulisnya, 'Peranan Gedung Kramat Raya 106 dalam Melahirkan Sumpah Pemuda'.

Sedangkan Emma Poeradirejo, aktivias Jong Islamieten Bond cabang Bandung, mengajak perempuan untuk terus ikut andil dalam pergerakan.Kemudian Poernamawoelan juga mendapatkan kesempatan berpidato dan menjelaskan tentang pendidikan terhadap perempuan.

Pernah mendengar istilah 'dapur, sumur, kasur'? Itulah tiga hal yang diidentikan dengan kaum perempuan di zaman dahulu. Perempuan hanya diberi wewenang untuk mengurusi tiga hal tersebut. Hal-hal lain seperti pendidikan atau pekerjaan dianggap tak penting bagi perempuan. Biar laki-laki saja yang mengurus itu. Mungkin hal inilah yang membuat R.A. Kartini jengah dan tak pernah lelah memperjuangkan kebebasan dan persamaan hak perempuan dengan laki-laki.

baca saja memoar tentang R.A. Kartini. Ada banyak cerita tentang ketidakadilan pada perempuan, seperti pergaulan dan pendidikan yang dibatasi. Beberapa catatan sejarah menjelaskan kaum lelaki bisa lebih mudah mendapatkan pendidikan di Sekolah Rakyat dan membiarkan perempuan terkubur dalam kebuta hurufan. Itulah alasan kenapa kata 'Pemudi' enggak ada di dalam Sumpah Pemuda.
Meski begitu, banyak perempuan yang ikut terlibat dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia dan saat ini banyak juga perempuan yang berprestasi.

Pada masa kini, perempuan lebih bebas. Tak ada batas ruang gerak bagi perempuan untuk terlibat di dunia pendidikan, politik, ekonomi maupun budaya. Perempuan sudah bisa sejajar dengan laki-laki. Andai saja kongres pada masa itu terjadi di zaman sekarang, bisa jadi bakal banyak perempuan yang terlibat dalam kegiatan tersebut. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun