Mohon tunggu...
Delisa Indah sari
Delisa Indah sari Mohon Tunggu... Mahasiswa

Main bola voli

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Panggangan Semalam, Kehangatan Bersama Teman STT Ekumene Medan

28 Juli 2025   09:33 Diperbarui: 28 Juli 2025   09:33 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Input foto: Panggang Jagung (Dokumen Pribadi/Delisa)

Panggangan Semalam yang Penuh Makna

Ada yang berbeda dari malam itu. Tidak ada kuliah, tidak ada diskusi teologis yang serius, apalagi tugas yang menumpuk. Hanya ada tawa lepas, percikan bara api, dan aroma jagung bakar yang menggoda indera. Kami berkumpul di halaman belakang asrama STT Ekumene Medan, membentuk lingkaran kecil, saling berbagi cerita dan tawa, ditemani jagung-jagung yang sedang dipanggang perlahan di atas bara.

Jagung bakar bukan makanan mewah. Tapi malam itu, ia menjadi simbol kehangatan, kebersamaan, dan kenangan yang tak tergantikan. Tidak ada yang memikirkan rasa yang terlalu gosong atau terlalu mentah. Yang kami rasakan hanyalah nikmatnya kebersamaan yang sulit ditemukan di tempat lain.

Bermula dari Obrolan Iseng

Acara sederhana ini bermula dari obrolan iseng selepas ibadah malam. Salah satu teman berkata, "Gimana kalau malam ini kita bakar jagung bareng?" Semua spontan menyambut. Tanpa perencanaan matang, kami iuran membeli jagung di warung dekat kampus, mengambil arang bekas dari gudang dapur, dan mulai menyusun panggangan dari kawat bekas serta batu-batu yang tersusun seadanya.

Tak ada yang profesional memang, tapi justru di situlah letak keindahannya. Semua berkontribusi: ada yang mengoleskan margarin, ada yang meniup api agar tidak padam, ada yang sibuk membalik jagung supaya tidak gosong, dan tentu saja, ada yang hanya sibuk tertawa melihat teman lain belepotan margarin.

Bukan Sekadar Jagung Bakar

Panggangan malam itu menyimpan makna yang lebih dalam. Di kampus teologi seperti STT Ekumene Medan, kami belajar bukan hanya dari buku dan kelas, tapi juga dari kehidupan sehari-hari termasuk dari kebersamaan semacam ini. Kami belajar untuk saling peduli, menghargai perbedaan, dan menguatkan satu sama lain di tengah tantangan studi dan kehidupan asrama.

Ada teman yang biasanya pendiam, malam itu ikut tertawa lepas. Ada yang baru kami kenal beberapa minggu, malam itu seolah sudah menjadi bagian dari keluarga. Mungkin, inilah makna sejati dari komunitas Kristen yang kami pelajari bukan sekadar teori, tapi nyata dalam kehidupan bersama.

Obrolan Sederhana, Isi yang Dalam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun