Mohon tunggu...
Delisa Indah sari
Delisa Indah sari Mohon Tunggu... Mahasiswa

Main bola voli

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Belajar Hidup Lewat Piket Dapur di Asrama

24 Juli 2025   19:43 Diperbarui: 24 Juli 2025   19:43 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Input foto: Memasak Bareng Teman-teman (Dokumen Pribadi/Delisa)

Di sela-sela memotong dan mengaduk, kami juga berbagi cerita---tentang keluarga, tugas kampus, atau sekadar gosip ringan. Kebersamaan di dapur membuat hubungan kami makin dekat, bahkan dengan teman yang sebelumnya jarang berinteraksi.

Dapur menjadi ruang tanpa sekat. Semua sama. Tidak peduli kamu pendiam atau cerewet, semuanya akan terlihat saat bekerja bersama. Dalam suasana dapur, semua ego dilebur demi satu tujuan: menyajikan makanan yang layak bagi semua penghuni asrama.

3. Latihan Hidup Mandiri

Piket dapur juga melatih kami hidup mandiri. Kami jadi tahu bahwa menyiapkan makanan untuk puluhan orang tidak semudah yang dibayangkan. Ada perhitungan porsi, efisiensi waktu, dan kerja sama tim yang solid. Kadang ada bahan yang habis, gas yang tiba-tiba mati, atau bumbu yang keliru ditaruh. Namun dari kekacauan itu kami belajar menyelesaikan masalah dengan cepat dan saling membantu.

Hal-hal yang mungkin terlihat sepele justru melatih karakter. Disiplin waktu, bertanggung jawab, tidak gengsi mengerjakan hal kecil, dan menghargai makanan serta proses di baliknya.

4. Menghargai Setiap Proses

Salah satu hal paling berkesan dari piket dapur adalah bagaimana kami belajar menghargai proses dan orang lain. Dulu saya pikir memasak hanyalah rutinitas biasa. Tapi setelah terlibat langsung, saya menyadari betapa banyak tenaga, waktu, dan cinta yang tercurah dalam setiap piring makanan.

Kini, setiap kali melihat nasi dan lauk di meja makan, saya selalu teringat pada teman-teman yang rela bangun pagi, berkeringat di dapur, dan bekerja tanpa pamrih demi memastikan semua bisa makan dengan layak.

Kesimpulan:

Piket dapur mungkin terdengar sederhana, tapi bagi kami yang tinggal di asrama, itu adalah bagian dari proses pendewasaan. Di sanalah kami belajar menjadi manusia yang lebih peka, sabar, dan bertanggung jawab. Bukan hanya belajar memasak, tapi juga belajar hidup.

Dan dari balik kepulan asap di dapur, saya menyadari satu hal: hidup bukan tentang menjadi hebat sendirian, tapi tentang saling menguatkan, bahkan lewat sepiring nasi hangat yang kita masak bersama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun