Mohon tunggu...
Delianur
Delianur Mohon Tunggu... a Journey

a Journey

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Adu Pendapat Adu Argumen

16 April 2022   12:27 Diperbarui: 16 April 2022   12:28 1083
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Penulis yang sudah mempublikasikan tulisan ini di Sudahbaca

Anjuran kata berbalas kata, pendapat dilawan dengan pendapat, argumen dibantah dengan argumen, bukan hanya anjuran yang harus dilakukan, tapi sangat mulia dilakukan. Karena memang seperti itulah praktik komunikasi yang sehat dan menyehatkan kehidupan. adu pendapat, adu argumen level nya jauh diatas tradisi kata berbalas otot atau argumen berbalas tinju.

Namun seperti keumumannya sebuan anjuran normatif, hal-hal seperti itu sangat mudah dianjurkan. Karena mudah dianjurkan lalu menjadi mudah diucapkan. Akhirnya cenderung menjadi sloganistik dan lipstik. Kata-katanya jadi kehilangan makna dengan sendirinya. Orang melupakan detail dari anjuran tersebut. Detail-detail yang bila kita perhatikan, bukan suatu hal yang mudah untuk diwujudkan. Bahkan orang yang menganjurkan untuk adu pendapat saja mungkin tidak tahu detail-detail tersebut.

Komunikasi sebagai Ilmu yang diantaranya mengurai cara-cara berargumen, mempunyai rumusan yang cukup banyak dalam proses terjadinya adu pendapat. Ada banyak prasyarat yang harus dipenuhi bila kita ingin mewujudkan tradisi dialog dalam masyarakat. Bila segala prasyarat ini tidak terpenuhi, upaya membangun tradisi beradu pendapat atau beradu argumen mustahil dilakukan. Artinya, tradisi kata berbalas kata bukanlah sesuatu yang ujug-ujug datang begitu saja.

Bahkan mungkin hanya dengan melihat pada frasa adu argumen atau adu pendapat, kita bisa melihat satu syarat paling sederhana tapi penting dari proses itu. Bahwa kata berbalas kata, adu argumen atau adu pendapat hanya bisa terjadi diantara orang-orang yang sudah memiliki pendapat. Adu pendapat atau adu argumen tidak bisa terjadi diantara orang-orang yang sama sekali tidak mempunyai argumen atau pendapat. Adu argumen hanya bisa terjadi diantara orang yang sama-sama mempunyai kemampuan naratif.

Al-Quran sendiri pada dasarnya melihat bahwa adu pendapat atau adu argumen sebagai sesuatu yang mesti dilakukan. Utamanya adalah ketika kita mau menyeru yang lainnya menuju ke arah kebaikan. Seruan kebaikan yang bila maknanya diperluas bisa berarti seruan untuk membangun tatanan sosial politik yang kondusif bagi semua kelompok masyarakat.  

Diantara anjuran untuk adu argumen, terdapat dalam Al-Qur'an surat An-Nahl ayat 125. Ayat tersebut mengatakan bahwa manusia diperintahkan untuk menyeru sesamanya ke Jalan Allah dengan cara hikmah, pengajaran yang baik dan adu pendapat dengan cara yang lebih baik.

Bila diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, maka bunyi lengkap ayat tersebut adalah "Serulah manusia kepada jalan Tuhan-Mu dengan hikmah dan pengajaran yang baik dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhan mu dialah yang lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan dia lah yang lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk."

Karena diawali dengan kata "U'du" yang sinonim dengan kata "Da'wah" atau memanggil, banyak yang menempatkan bila ayat ini berisi metodologi dakwah. Ayat yang menjadi pegangan bagi para Ustadz ketika berceramah atau menyampaikan nilai-nilai agama di tengah masyarakat.

Padahal seperti yang disinggung sebelumnya, bila makna "Jalan Tuhan" atau "Sabili Rabbik" diperluas, maka ayat ini sebetulnya bukan hanya berkaitan denga kehidupan para penda'i. Tapi juga berkaitan dengan kehidupan sehari-hari kita masyarakat umum. Ayat ini menjadi pengingat bagi orang tua atau guru ketika berinteraksi dan mendidik anak-anaknya. Karena menginginkan kebaikan bagi kehidupan anak dengan cara pendidikan, juga bagian dari "Sabili Rabbik". Ayat ini juga menjadi panduan bagi para penggiat sosial politik masyarakat yang mempunyai ideal kehidupan masyarakat seperti apa yang semestinya dibangun.

Sebagaimana yang diungkapkan Prof. Quraish Shihab dalam Kitab Tafsir Al-Misbah, setidaknya ada tiga kata kunci untuk memahami ayat diatas. Ketiganya yaitu menyeru dengan "Hikmah", menyeruh dengan "Mauidzah Hasanah" atau contoh yang baik, dan menyeru dengan "Jadal" atau adu pendapat. Hanya saja khusus berkaitan seruan "Jadal" atau beradu argumen, ada tambahan kalimat yang tidak bisa dilewatkan, yaitu mesti dilakukan dengan baik.

Hikmah atau wisdom adalah kebenaran tertinggi. Menyeru dengan hikmah adalah menyeru dengan kebenaran tertinggi yang sulit dibantah kebenarannya oleh setiap orang. Karena itu menyeru dengan hikmah kerap dilakukan diantara orang-orang yang sudah berpengetahuan diatas rata-rata, atau menyeru dengan kebenaran yang bisa diterima oleh berbagai kalangan. Seperti menyeru orang berbuat baik terhadap orang tua dan sekitar dengan cara mengungkap hikayat-hikayat penuh hikmah.

Selain hikmah, jalan kedua menyeru kepada jalan Tuhan yang berarti jalan kebaikan adalah dengan "Mauidzah Hasanah" atau pengajaran yang baik. Bentuknya bisa berbentuk wejangan, bisa juga contoh perilaku yang baik. Dalam "Mauidzah Hasanah" seruan untuk menempuh kehidupan rasional yang juga menjadi bagian dari "Sabili Rabbik" dilakukan dengan memberikan paparan pentingnya hidup rasional. Atau tidak perlu berkata-kata tapi berbuat bagaimana seharusnya hidup rasional.

Hanya yang perlu diperhatikan dari cara ini adalah penyematan kata "Hasanah" atau kebaikan. Berbeda dengan cara memaparkan "Hikmah" yang sama sekali tidak ada tambahan kata apapun. Hal ini karena selain ada "Mauidzah Hasanah" ada juga lawannya yaitu "Mauidzah Saiah" atau contoh yang buruk. Diantara dua metode pengajaran itu, maka pilihannya adalah pengajaran yang baik, bukan pengajaran yang buruk. Mengajak sesama menempuh hidup rasional sebagai bagian dari "Sabili Rabbik" mesti dilakukan dengan pengajaran yang baik, bukan pengajaran yang buruk.

Jalan ketiga dari upaya mengajak orang kepada "Sabili Rabbik" adalah dengan cara "Jadal" atau berdebat, adu pendapat atau adu argumen. "Jadal" juga sering diartikan dengan berkelahi. Karena dalam banyak hal, orang yang sedang beradu pendapat kerap seperti orang yang sedang adu pendapat kerap seperti orang yang sedang berkelahi. Saling menegasikan antara satu dengan yang lainnya. Meski yang dimaksud disini adalah berkelahi adu pendapat. Jadi adu pendapat, adu argumen atau kata berbalas kata, juga diakui Al-Quran sebagai cara mengajak orang kepada jalan kebaikan.

Hanya saja yang mesti diingat dari term "Jadal" ini ada pada penggunaannya. Term "Jadal" muncul karena pada masa Al-Quran itu turun, terdapat kelompok masyarakat yang sudah melek secara intelektual. Diantaranya adalah para Ahlul Kitab atau agamawan yang mengerti dan menguasai isi Kitab suci terdahulu sebelum Al-Quran turun. Lainnya adalah kelompok masyarakat yang mungkin bukan Ahlul Kitab, tetapi sudah mapan secara intelektual. Bukan kelompok masyarakat kebanyakan yang belum terbiasa dengan Ilmu pengetauan.

Kepada kelompok mapan secara intelektual inilah metode "Jadal" diterapkan. "Jadal" atau adu pendapat, adu argumen atau debat, hanya akan terjadi diantara orang-orang yang juga sama-sama mempunyai kecakapan naratif. Sulit berharap terjadi adu argumen dimana yang satu sudah mempunyai argumen sementara yang lainnya belum memiliki argumen.

Namun catatan penting yang tidak boleh dilupakan dari "Jadal" adalah penyematannya dengan kata "Ahsan" atau lebih baik. Bahwa "Jadal" mesti dilakukan dengan cara "Ahsan" atau lebih baik.

Ahsan sendiri adalah bentuk superlative dari Hasan. Bila Hasan bermakna baik, maka Ahsan adalah lebih baik. "Jadal" mesti dilakukan dengan baik, karena kerap terjadi "Jadal" yang terjadi dengan cara yang buruk, "Jadal" terjadi dengan cara yang baik, dan "Jadal" yang terjadi dengan cara yang lebih baik.

"Jadal" buruk adalah ketika adu pendapat tidak lagi mengandung argumentasi yang logis dan bisa dipertanggung jawabkan disertai dengan cara-cara yang buruk. "Jadal" buruk adalah adu pendapat dengan argumen yang buruk disertai dengan labelling atau bullying. "Jadal" baik adalah "Jadal" dengan tema penting dan argumentatif, hanya sayang nya masih dilekati dengan labelling atau bullying.

Sementara "Jadal" dengan cara "Ahsan" adalah adu pendapat mengenai tema yang substansial, didukung argumen yang mapan dan diiringi dengan etika. Didalamnya bukan hanya tidak labelling dan bullying, tapi kesadaran bahwa "Jadal" yang terjadi adalah proses mencari perspektif baru dari dua perspektif yang berlawanan.

Dalam hingar bingar ajakan untuk membudayakan tradisi debat atau adu pendapat, disinilah sebetulnya terlihat masalah serius. Seruan untuk membangun adu pendapat, tidak diiringi dengan prasyarat-prasyarat yang semestinya diikuti ketika adu pendapat.

Di satu sisi kita melihat ada sekelompok masyarakat yang sebetulnya belum mempunyai pendapat yang mapan, namun menantang adu pendapat terhadap orang yang sudah memiliki pendapat yang mapan. Bahkan tantangan adu pendapat nya sering tidak diiringi dengan etika yang baik.

Pada titik ekstrem lainnya, orang yang sudah mempunyai pendapat yang mapan bahkan sudah mempunyai gelar akademis yang cukup mentereng, lalu menantang masyarakat umum untuk berdebat. Terlebih ketika tantangan debat itu dipenuhi dengan labelling, bullying dan juga sinisme. Pada akhirnya cara seperti itu bukan lagi upaya untuk menantang "Jadal" sebagai adu pendapat atau adu argumen mencari kebenaran baru dari dua perspektif yang berlawanan, tapi betul-betul "Jadal" secara fisik, alias tantangan berkelahi.   

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun