Beberapa minggu sebelum pemilihan, timsesnya bukan kelimpungan memikirkan potensi raihan suara, tetapi kerepotan mencari beberapa gudang logistik yang representatif, untuk menampung kiriman sembako dari pusat, dan strategis, supaya bisa mendistribusikan logistik secara cepat, tepat dan aman ke pemilih.Â
Malam menjelang pemilihan, mobil saya yang dikendarai saudara dikuntit beberapa pengendara motor. Bukan untuk membegal, tetapi karena mereka melihat ada benda seperti karung di jok belakang dan dianggapnya itu sebagai uang yang akan dibagi-bagikan.Â
Sementara itu seorang teman menceritakan polah tetangganya pada H-1 pemilihan. Dengan modal duduk-duduk di depan gang rumah di malam pemilihan, dia bisa mendapat uang lebih dari Rp 2 Juta dari orang yang berseliweran membagi-bagi amplop berisi uang dan kartu nama caleg.
Waktu itu, orang yang mengatakan bahwa pemilu 2009 sebagai pemilu paling brutal, berubah. Mereka mengatakan bahwa pemilu 2014 lah yang paling brutal. Rating pemilu 2009 turun hanya disebut sebagai brutal saja. Bukan paling brutal.
Memasuki masa-masa awal pemilu legislatif 2019 saya was-was. Apakah politik uang akan makin menggila atau menurun. Prediksinya masih fifty-fifty. Karena di satu sisi kita menganggap bahwa 2014 sudah sangat brutal dan berharap itu adalah titik kulminasi.Â
Namun sejumlah fenomena menunjukan hal sebaliknya. Indikator awal terlihat pada Pilkada DKI. Jauh sebelum timline media sosial dipenuhi foto tentang mobil yang berseliweran membawa paket sembako Cagub, seorang teman yang berdomisili di Jakarta menceritakan bahwa H-7 pemilihan, dirinya beserta masyarakat sekitar sudah dihubungi tim pemenangan untuk didata dan diminta kesediaan memilih Cagub tertentu dengan imbalan paket sembako. Harga paket bervariasi mulai dari 350 ribu--750 ribu/paket/keluarga
Mungkin diantara puncak afirmasi bahwa eskalasi politik uang pada pemilu kali ini akan makin menggila adalah ketika KPK menangkap Bowo Sidik Pangarso dengan 400.000 amplop siap edar untuk serangan fajar.Â
Perkembangan selanjutnya menunjukan bahwa suap Bowo ini melibatkan BUMN, Mentri, koleganya sesama Caleg dan timses, dan total 1 juta amplop yang sudah disiapkan. Padahal ini baru dari satu caleg.
Karenanya tidak aneh bila pada hari H pemilihan, politik uang bukan hanya makin massif tapi tarifnya makin besar. Salah seorang caleg di tempat saya mukim, mesti menghabiskan uang sampai Rp 1.5 Milyar untuk terpilih jadi DPRD.Â
Jumlah uang fantastis bagi calon anggota legislatif tingkat Kabupaten. Sementara di tempat lain, adalagi caleg yang membagi-bagikan uang sampai Rp 30 Milyar supaya terpilih. Beritanya, sangat mudah ditelusuri di media.Â