Mohon tunggu...
Delianur
Delianur Mohon Tunggu... Penulis - a Journey

a Journey

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Masalah Pendidikan yang Kompleks di Kenya dalam "The First Grader"

30 Desember 2017   13:21 Diperbarui: 1 Januari 2018   00:55 1490
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kemajuan dan penguasaan terhadap ilmu-ilmu eksakta seperti Matematika, Fisika, Kimia, Biologi, Tekhnik memang sudah membawa kemajuan dalam kehidupan manusia. Semuanya menjadi sangat mudah dan modern karena kemajuan dan banyak temuan teknologi. 

Tetapi bagaimana pun art dan humaniora adalah disiplin keilmuan yang juga harus dikembangkan. Karena melalui keduanya lah hidup kita menjadi lebih dinamis, berjiwa dan berwarna. 

Tidak ada gunanya hidup dilengkapi berbagai kecanggihan teknologi tetapi jiwa hampa, kering dan tanpa orientasi. Puisi, adalah cara dimana hidup manusia menjadi lebih berwarna dan bergelora. 

Mungkin itulah diantara pesan yang ingin disampaikan Robbin William dalam film "Dad Poet Society" nya. Selain itu, kreativitas dan totalitas seorang guru adalah tuntutan yang tidak dapat dielakan dalam dunia pendidikan. 

Hal terakhir ini juga yang sepertinya diingatkan Richard Lagravene dalam film "Freedom Writers". Ketika pengambil kebijakan pendidikan di Amerika membuat program kelas integrasi untuk menyelesaikan problem disintegrasi sosial dalam masyarakat berlatar belakang multi kultur dan multi etnik, semuanya hanya menjadi rancangan program yang mesti memenuhi berbagai SOP birokrasi pendidikan bila tidak diiringi kreativitas guru. 

Erin Gruwell sebagai guru bahasa Inggris, menghadapi problem pelik yang tidak bisa diselesaikan semata oleh idealisme nya sebagai seorang pendidik. Apalagi dengan segala kelengkapan SOP di sekolahnya. 

Kelas integrasi ternyata tidak hanya berisi anak-anak berbeda latar kultur dan etnis, tetapi juga anak-anak yang mengalami kekerasan di rumah dan di jalan, terlibat gang, narkoba, juga tekanan rasial. 

Semuanya menemukan jalan keluar ketika eksistensi anak-anak itu dihargai dan didengar oleh Gruwell. Salah satu caranya adalah dengan cara menyuruh mereka menulis mengekspresikan segala macam apa yang ada di benak mereka. 

Lalu Gruwell mempersilahkan mereka apakah tulisan itu boleh dia baca atau tidak. Cara ini bukan hanya membuat anak didiknya bisa bersuara dan berekspresi, tetapi juga diperhatikan, didengar dan dihargai.  Hal-hal yang selama ini tidak pernah mereka dapatkan sama sekali di sekolahnya. 

Tulisan anak-anak itu sendiri kemudian diapresiasi, dijadikan buku dan diterbitkan dengan judul "Freedom Writers". Kelas Integrasi Gruwell dijadikan contoh untuk kelas-kelas integrasi lainnya. 

Tapi kedua film diatas, satu fiksi dan satu lagi based on true story, adalah gambaran pendidikan Amerika. Sebuah negeri yang tidak hanya mempunyai banyak lembaga pendidikan yang infrastrukturnya mapan, tetapi juga sudah memiliki sistem baku dan diisi oleh anak-anak didik yang mapan secara ekonomi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun