Akhir-akhir ini, acara masak-masak besar di daerah kerap menjadi sorotan. Panggung megah, suasana heboh, dan pembawa acara yang terkadang terkesan berlebihan. Tapi di balik gemerlap itu, ada ironi yang menggelitik: bahan-bahan yang digunakan justru didatangkan dari luar daerah, bukan hasil bumi setempat. Alih-alih mempromosikan potensi lokal, acara seperti ini justru terasa seperti pertunjukan semata---jauh dari esensi pemberdayaan. Â
Saya lebih menghargai pendekatan sederhana tapi berdampak nyata, seperti yang dilakukan oleh beberapa anak muda kreatif di media sosial. Mereka datang ke pelosok, duduk bersama masyarakat, dan mengajarkan cara mengolah bahan pangan lokal menjadi hidangan bergizi. Misalnya, mengolah singkong atau sagu menjadi makanan yang lebih variatif dan bernutrisi, sehingga anak-anak tidak hanya bergantung pada umbi-umbian yang---jika dikonsumsi terus-menerus---dapat menimbulkan masalah pencernaan. Â
Yang menarik, masyarakat justru lebih antusias dengan metode seperti ini. Mereka merasa dihargai karena diajak memanfaatkan apa yang sudah ada, bukan dipaksa mengikuti tren dari luar. Selain lebih ekonomis, pendekatan ini juga melestarikan kekhasan tiap daerah. Bayangkan jika setiap daerah di Indonesia memiliki makanan unggulan berbahan lokal, bukan sekadar meniru resep populer di kota. Bukankah itu jauh lebih membanggakan? Â
Acara masak besar-besaran mungkin menarik perhatian, tapi jika hanya sekadar tontonan tanpa substansi, apa manfaatnya bagi masyarakat? Daripada menghabiskan dana untuk sesuatu yang bersifat sementara, lebih baik fokus pada edukasi yang berkelanjutan. Saya berharap semakin banyak anak muda yang tergerak untuk turun langsung, berbagi ilmu, dan membangun kemandirian pangan dari tingkat paling dasar. Karena sejatinya, memajukan daerah bukan tentang gebyar acara, tapi tentang seberapa besar kita peduli untuk meninggalkan perubahan yang nyata.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI