Mohon tunggu...
Sahat S
Sahat S Mohon Tunggu... Bankir - Perbankan dan Keuangan

Perbankan dan Keuangan

Selanjutnya

Tutup

Financial

Pay Later atau Spend Later ?

15 Februari 2020   11:32 Diperbarui: 15 Februari 2020   14:40 194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Anda terjerat kewajiban hutang dan ingin terlepas dari beban finansial? Bagaimana caranya? Sementara, saat ini penawaran dan peluang untuk berhutang ada dimana-mana. "Nikmati sekarang dan Bayar Nanti saja!" lagi jadi  trending style di berbagai lapisan masyarakat di Indonesia, khususnya pemakai jasa layanan online. Pendaftaran yang mudah dan proses persetujuan yang cepat seperti magnet membuat orang semakin tergiur mengklik,  pencet tombol untuk mengejar manfaatnya. 

Alkisah Andi dan Tinah baru menikah. Mau jalan-jalan ke Bali pesan tiket pesawat online serta hotel juga. Selesai order, pencet Pay Later dan pergilah mereka berlibur di long weekend bersahaja. Di belahan Jakarta yang lain, si Atun PRT di rumah Ibu Susi, mau kumpul reuni di Monas dengan  teman-temannya dari kampung. Di hari minggu yang cerah naik ojek online, ongkos Rp. 10,000. Tekan klik dan pilih Pay Later. Sementara, adalah Pambudi, buruh harian di kontraktor gedung tinggi di Ibukota. Di sela kerja  pesan nasi uduk online diantar ke proyek, harga murah cuma Rp. 20,000 saja. Perut kenyang sekarang, bayar nanti saja ah. Betapa nikmatnya, semua senang semua gembira, bagaikan melayang di udara. Hidup terasa mudah karena bisa dapatkan yang di mau. Setiap hari tak lupa nikmati sekarang, lalu klik lagi Pay Later. Bayar nanti, nanti dan nanti lagi.

Waktu gajian tiba, Andi dan Tinah, Atun dan Pambudi  semua bergegas menghitung. Liburan ke Bali, naik ojek ke Monas dan nasi uduk yang dinikmati kini tinggal memori. Hutang dari Pay Later sekarang jatuh tempo dan harus dibayar plus kewajiban bunga yang merekah. Bukan bunga mawar, apalagi bunga deposito, tetapi bunga hutang,  kalau tidak di lunasi akan semakin mengekang. Maka, dibayarlah semua hutang dari Pay Later. Mereka memilih menjaga reputasi daripada dikejar Debt Collector dan tidak kuat lari.  Di hari pertama gajian dihitung lagi,  uang yang tersisa tidak cukup untuk menjalani bulan ini. Saat kepala mulai pusing perasaan optimis timbul lagi, "Ah, jangan kuatir, bisa pakai lagi Pay Later. Limit yang diberikan akan semakin meningkat." Tak sadar jeratan hutang pun semakin mengikat. Bulan demi bulan berjalan, beban hutang semakin besar dan rasanya setiap gajian bagian yang tersisa semakin tipis saja. Alih alih menabung, hasil kerja makin buntung.

Cerita Andi dan Tinah, Atun dan Pambudi banyak terjadi di sekeliling kita. Mungkin anda pun pernah atau sedang mengalaminya. Tawaran menggiurkan belanja sekarang dan Pay Later tak mudah ditolak. Padahal barang-barang yang bersifat konsumsi rumah tangga tidak baik di beli dengan berhutang. Apalagi barang yang habis sekali pakai, seperti makanan dan minuman, tiket menonton hiburan dan liburan. Konon, menurut para ahli keuangan, pinjaman konsumtif hanya boleh untuk barang-barang yang benar-benar penting dan diperlukan mencicil untuk membelinya. Misalnya barang-barang rumah tangga pendukung seperti kendaraan bermotor, mesin cuci dan lemari pendingin. Suku bunga pinjaman konsumtif tergolong tinggi dan bisa mencapai diatas 3% per bulan atau lebih dari 36% per tahun. Jika tidak hati-hati, akan menambah beban bulanan dan mengurangi kemampuan ekonomi.

Kalau seseorang memiliki fasilitas kartu kredit dan Pay Later, agar dimanfaatkan sebagai fasilitas pelengkap.  Gunakan produk-produk ini hanya dalam keadaan darurat atau untuk kemudahan pembayaran.   Kalaupun hendak menggunakan Pay Later untuk kemudahan pembayaran, tidak boleh lupa pastikan untuk setiap Pay Later yang di-klik,  sudah ada uang di tabungan dicadangkan. Bukan menunggu uang gajian bulan depan yang  belum ada saat ini. Jika tidak cukup disiplin untuk memastikan sudah ada uang yang telah dicadangkan, jangan gunakan Pay Later, meski hanya untuk kemudahan pembayaran. Banyak orang yang telah menjadi korban dan terjebak dalam lingkaran setan kewajiban membayar hutang. Ada dua efek psikologis berhutang, yang pertama adalah menjadi kebiasaan buruk dan yang kedua beban stress yang dihadapi.

Jika anda sudah terlanjur dalam lingkaran beban hutang konsumtif, mungkin kini adalah saat yang tepat  kini mulai berbalik.  Segera ganti metode Pay Later anda dengan metode Spend Later atau Belanjakan Nanti. Tundalah pembelian sebelum anda benar-benar memiliki uang untuk dibelanjakan. Ini adalah strategi yang baik untuk mulai membangun kekuatan finansial anda. Membangun kebiasaan menabung dan berinvestasi bukan hal yang mudah dilakukan, tetapi bisa. Buat anggaran dan sisihkan sebagian penghasilan dimuka sebelum mulai berbelanja. Jika penghasilan anda saat ini kurang, mulai bertindak untuk menambah penghasilan dan kurangi pengeluaran. Yang jelas, dahulukan Spend Later hindari Pay Later. Selamat berusaha, anda pasti bisa!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun