Kini kau bebas Rensya. Tak ada lagi orang yang akan mengecek ponselmu. Tak akan ada lagi orang yang akan cemburu denganmu. Bukankah itu yang kau mau Rensya? Kini saya tau, mengapa kau pilih dia!Kau ingin pertaruhkan rasa peduli yang telah saya berikan. Hanya karena ia mempu menuruti semua maumu. Dan, itu yang kau anggap ia lebih peduli?
Rensya, saya bisa berikan itu semua jika kau mau. Kau kali ini hanya gelap. Gelap terhadap gelimang yang ia beri. Memberikan semua yang kau mau. Tapi kau tau, itu hanya untuk menundukkanmu. Setelah itu kau akan ditinggal pergi. Atau kau akan kecewa.
Tapi Rensya, ini bukan doa saya. Saya selalu mendoakan yang terbaik untukmu. Meski sekalipun kau pilih meninggalkan saya.
Kau ingat Rensya? Ketika saya pernah bilang saya sangat sayang padamu. Dan apa yang kau jawab sewaktu itu? "Jangan terlalu sayang. Nanti jadi benci."
Inikah jawaban itu Rensya. Sekian lama kita berpisah. Tak terbendung air mata telah basah.
Percuma saja. Saya anggap percuma, karena air mata ini tak akan mampu mengembalikanmu.
Hampir setiap malam saya hanya menghabiskan waktu di sudut-sudut Kota Bon. Menepi pada keramaian. Dengan satu alasan, hanya ingin melupakanmu!
Tapi kau tau? Setiap kali saya duduk di sini. Jika ada seseorang memesan makanan atau minuman yang kau suka, saya lantas mengingatmu.
"Percuma, kau tetap sulit untuk dilupakan." Hidup saya kini hanya kegilaan tentangmu.
Kini kawan setia malamku bukan lagi segelas kopi. Hampir setiap malam saya selalu habiskan beberapa botol bir. Dulu saya sangat menghindarinya, bahkan bau asap rokok saya pun tak suka.
Sekarang? Saya akrab dengan keduanya. Saya selalu menikmatinya Rensya. Seperti saya yang selalu menikmati cantiknya dirimu. Kau selalu mempesona dengan warna bibir berwarna merah yang hampir kegelapan itu.