Militer dan Hukum: Saat Nyawa Hanya Dibayar 9 Bulan Penjara
Oleh Abu Rosyid
Insiden tragis di Desa Selamat, Deli Serdang, Sumatera Utara, kembali menggugah nurani publik. Pada 8 November 2024, bentrok antara warga sipil dan anggota Batalyon Artileri Medan‑2/Kilap Sumagan berbuntut penganiayaan massal yang merenggut nyawa seorang warga sipil, Raden Barus (60), dan melukai puluhan lainnya. Rumah warga didobrak, pemuda dipukuli, dan warga tua tak luput dari kekerasan brutal. Bukannya menenangkan keadaan, para prajurit justru bertindak bak pasukan penyerbu.
Namun, yang lebih menyakitkan adalah bagaimana hukum kemudian bicara: dua prajurit hanya dituntut 8 dan 9 bulan penjara oleh Oditur Militer. Pertanyaannya: jika sebuah nyawa hanya “dihargai” kurang dari setahun penjara, lalu di mana letak keadilan?
Hukum yang Membelah: Peradilan Militer vs Sipil
Peristiwa ini kembali mengangkat satu perdebatan mendasar dalam tata hukum nasional: perlukah militer tetap diadili oleh pengadilan militer dalam kasus yang menyangkut warga sipil? Jawabannya, bila kita konsisten dengan semangat rule of law dan perlindungan hak asasi manusia, maka jawabannya jelas: TIDAK.
Konstitusi UUD 1945 Pasal 1 ayat (3) menyatakan bahwa “Indonesia adalah negara hukum.” Maka semua warga negara — sipil atau militer — wajib tunduk pada hukum yang adil dan transparan. Ironisnya, ketika TNI melakukan pelanggaran terhadap warga sipil, mereka tetap ditarik ke dalam ranah peradilan militer, yang tertutup dan sering kali memunculkan persepsi impunitas.
Padahal, International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) yang telah diratifikasi Indonesia, menegaskan bahwa setiap korban pelanggaran berhak atas keadilan, perlindungan, dan ganti rugi yang layak. Dalam konteks ini, jelas bahwa pengadilan militer bukan tempat ideal untuk mengadili prajurit yang melanggar hak sipil masyarakat.
Transparansi dan Akuntabilitas dalam Sorotan
Tuntutan ringan yang dijatuhkan dalam kasus ini bukan sekadar soal hitungan bulan, melainkan soal citra militer di mata publik. Bila tentara yang bertugas menjaga negara justru dapat berlaku brutal kepada rakyat tanpa konsekuensi hukum yang sepadan, maka legitimasi moral mereka pun runtuh.