Mohon tunggu...
Dedy Padang
Dedy Padang Mohon Tunggu... Petani - Orang Biasa

Sedang berjuang menjadikan kegiatan menulis sebagai sarana yang sangat baik untuk menenangkan diri dan tidak tertutup kemungkinan orang lain pula.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sinode

9 Maret 2015   22:59 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:55 469
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pengertian Sinode

Sinode (sinodal) berasal dari bahasa Yunani: Sin artinya 'bersama' dan (h)odos artinya 'jalan'. Sinode adalah segi Gereja pada segala tingkat mulai dari keuskupan. Segi ini berwujud dalam kolegialitas antara para paroki dalam keuskupan dan antara para uskup mulai dari tingkat keuskupan, provinsi Gerejani, konferensi nasional sampai Gereja universal.

Jenis-Jenis Sinode

Menurut kekhususan dari persoalan-persoalan yang dibahas dalam persidangan Sinode, kanon 345 menetapkan sebagai berikut:

i.Sidang umum ini dibagi lagi menjadi dua yaitu:

·Sidang umum luar biasa, yaitu sidang yang membahas tentang persoalan-persoalan yang harus segera diselesaikan. Persidangan ini tidak ditentukan secara periodik atau tetap, tergantung dari permasalahan yang akan dibahas.

·Sidang umum biasa, yaitu sidang yang membahas secara langsung tema-tema yang menyangkut kesejahteraan Gereja Universal, dan diadakan setiap 3 tahun sekali.

Sidang umum ini sering disebut dengan sinode para uskup. Sinode para uskup merupakan sebuah badan khusus dari uskup yang bertemu dengan paus untuk meninjau masalah yang signifikan bagi gereja universal. Sinode para uskup merupakan inovasi dari Konsili Vatikan II. Tetapi asal muasalnya telah dilihat dari “sinode tetap” yang diselenggarakan oleh beberapa patriarkat Timur pada zaman dahulu, seperti Konstantinopel.

Sinode para uskup ditetapkan oleh Paus Paulus VI  melalui motu proprio Apostolica Sollicitudo. Pertemuan pertama sinode para uskup digelar tahun 1967. Tahun 1969 digelar sinode luar biasa. Sejak itu, pertemuan-pertemuan biasa digelar secara teratur yakni tahun 1971, 1974, 1977, 1980, dan 1983. Apostolica Sollicitudo mendefinisikan sinode para uskup sebagai lembaga pusat gerejawi yang bertindak atas nama seluruh keuskupan katolik.

Pengertian Sinode Para Uskup

Dalam Kanon 342, dideskripsikan bahwa sinode para uskup adalah kelompok uskup yang dipilih dari berbagai daerah di dunia, yang bertemu pada waktu yang ditentukan untuk mendorong kesatuan erat antara uskup Roma yakni Paus, dengan para uskup. Dalam kanon ini, dimuat 3 tujuan sinode. Pertama, yaitu menjaga kesatuan antara para uskup dengan paus. Kedua, menjaga dan meningkatkan iman dan moral serta menegaskan kedisiplinan gereja. Ketiga, membahas peran serta gereja dalam hubungannya dengan dunia modern. Sebagai gereja yang universal dan mencakup seluruh dunia, tidaklah mudah memahami secara tepat apa yang terjadi. Oleh karena itu, sinode memberikan kesempatan bagi setiap uskup untuk melaporkan perkembangan serta kejadian yang terjadi di wilayah keuskupannya masing-masing, dan kemudian mencari cara agar misi gereja tetap berjalan dengan efektif.

Otoritas Sinode

Sinode, tidak dimaksudkan sebagai badan legislatif, tetapi lebih berperan sebagai badan konsultatif. Sebagai suatu lembaga kepausan, sinode mempunyai wewenang untuk memberikan saran. Peran konsultatif sinode sejalan dengan konsultasi yang dilakukan oleh badan eksekutif, tidak mengikat tetapi lebih situasional. Segala keputusan yang dicapai oleh sinode akan berlaku dan mengikat setelah dipromulgasikan oleh paus.

Sinode para Uskup berada dia bawah otoritas Kepausan Roma. Paus berwewenang memilih tempat sinode diadakan, tema yang menjadi pembahasan sidang, menentukan anggota sidang, menentukan agenda, memimpin sidang secara langsung atau melalui perantara dan memutuskan hasil sidang, (Kan. 344).

Keanggotaan Sinode

Keanggotaan Sinode terdiri dari uskup yang dipilih untuk mewakili kelompok individu mereka oleh konferensi Uskup sesuai dengan undang-undang khusus Sinode. Sedangkan uskup-uskup lainnya berada di ruangan khusus yang langsung dinamai oleh Uskup Roma. Untuk keanggotaan ini ditambahkan beberapa anggota lembaga keagamaan yang dipilih sesuai dengan norma hukum khusus yang sama.

ii.Sidang Khusus, yaitu sidang yang membahas persoalan-persoalan yang menyangkut kawasan gereja tertentu. Persidangan ini membahas persoalan-persoalan yang berkenaan dengan kesejahteraan bagi satu gerejawi atau lebih secara terbatas. Sidang khusus ini sering disebut sebagai sinode diosesan (keuskupan).

Sinode diosesan merupakan suatu institusi hukum yang sudah dimulai pada abad IV. Pertemuan pertama dilakukan oleh para klerus bersama dengan Paus Siricius di Roma pada tahun 387. Pada awal abad VI mulai muncul sinode antara para imam dengan para kepala biara di Kerajaan Frankish. Hal itu dilatarbelakangi oleh pemikiran umat Kristen yang mulai bercampur aduk antara urusan Gereja dengan urusan negara. Pada saat itu sinode lokal pun mulai banyak bermunculan dan Paus Inosensius III selalu mengajak mereka untuk sering-sering berkumpul.

Pengertian Sinode Keuskupan

Sinode Keuskupan adalah sidang para imam dan kaum beriman kristiani yang terpilih dari Gereja partikular, untuk membantu Uskup diosesan demi kesejahteraan seluruh komunitas diosesan (Kan. 460). Dalam kodeks 1917, sinode hanyalah sebuah institusi kaum klerus, namun dalam kodeks sekarang ini, sinode menjadi perkumpulan kaum imam dan awam Kristiani yang sudah dipilih oleh Uskup diosesan.

Kanon.461- §1 Menyatakan hendaknyasinodekeuskupandiselenggarakandisetiap Gerejapartikular,bilamenurutpenilaianUskupdiosesan dan setelah mendengarkan dewan imam,keadaan menganjurkannya. Menurut kodeks 1917 (CIC 356), Sinode keuskupan dilaksakan paling tidak sekali dalam sepuluh tahun.

Seorang Uskup yangmemimpin beberapa keuskupan, atau memimpin satukeuskupan sebagaiUskupnyasendiri, sedangkanlainnyasebagai Administrator,iadapatmemanggilsatusinodedari semuakeuskupan yangdipercayakan kepadanya (Kan. 461 § 2). Kanon ini mengulangi apa yang telah tertera dalam kodeks 1917 (CIC 356 §2) yang mengizinkan satu orang Uskup untuk memimpin sinode dalam dua atau lebih keuskupan, sekalipun dia bertindak hanya sebagai administrator dalam keuskupan tersebut. Namun sebelum uskup tersebut menetapkan sinode, dia harus berkonsultasi dengan imam konsilinya pada masing-masing keuskupan.

Sinode keuskupan dipanggil hanya oleh Uskup diosesan, dan tidak oleh orang yang mengepalai keuskupan untuk sementara (Kan. 462 - § 1).  Vikaris Jenderal dan Vikaris Episkopal juga tidak bisa memanggil sinode walaupun sudah mendapat mandat khusus dari Uskup. Itu berarti Uskup diosesan juga tidak boleh memberikan mandat kepada vikjen atau vikaris episkopal untuk memanggil sinode. administrator keuskupan dan uskup auxilier saat tahta lowong tidak bisa memanggil sinode. Hal ini berbeda dengan kodeks 1917 yang secara implisit menyatakan bahwa vikjen dapat memanggil dan mengetuai sinode setelah mendapat mandat khusus. Dalam kodeks yang sekarang ini dua hal itu dibedakan. Pemanggilan hanya boleh dilakukan oleh Uskup diosesan sedangkan untuk memimpin sidang boleh vikjen setelah mendapat mandat khusus dari uskup (Kan. 462-§ 2). Dalam Kodeks 1917 (CIC 361), tidak jelas dikatakan siapa yang boleh menerima delegasi untuk memimpin sinode, sedangkan dalam kodeks sekarang ini menyatakan bahwa yang hanya boleh menerima delegasi itu ialah Vikjen atau Vikaris episkopal. Namun itu tidak memberi arti bahwa Vikaris Jenderal boleh memimpin seluruh sidang dari awal hingga akhir karena menghalangi maksud institusi yang menyatakan bahwa sidang keuskupan sebagai kuasa legislator bersama dengan banyak pihak yaitu klerus, kaum religius dan awam yang ikut dalam diskusi sidang.

Anggota Sinode Keuskupan (Kan. 461-463 § 3)

Yang menjadi anggota sidang diosesan ialah Uskup, para imam, orang beriman kristiani yang dipilih secara khusus oleh uskup diosesan, rektor seminari, para deken, para pemimpin tarekat religius dan serikat hidup kerasulan yang berada di keuskupan, serta para pejabat atau anggota gereja-gereja lain yang tidak berada dalam persekutuan penuh dengan Gereja Katolik sebagai pengamat.

Daftar Pustaka

Bouscaren, T. Lincoln dan Adam Ellis, Canon Law: a Text and Commentary, wilmaukee:The Bruce Publising Company, 1957.

Heuken, A.  Ensiklopedi Gereja, no. 8. Jakarta: Yayasan Cipta Loka Caraka, 2005.

Kaslyn, Robert J. New Commentary on The Code of Canon Law. New York: Paulist Press, 2000.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun