Mohon tunggu...
Dedy Padang
Dedy Padang Mohon Tunggu... Orang Biasa

Sedang berjuang menjadikan kegiatan menulis sebagai sarana yang sangat baik untuk menenangkan diri dan tidak tertutup kemungkinan orang lain pula.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menggeluti Bakat sebagai Wujud Syukur kepada Tuhan

13 November 2020   04:30 Diperbarui: 13 November 2020   05:00 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Suatu sore, saya mencoba menggabungkan diri dalam obrolan hangat seorang pastor senior dengan beberapa pastor muda lainnya di ruang tamu. Saya tertarik untuk bergabung karena tampaknya mereka sangat menikmati obrolan di sore itu. Saat itu saya baru saja menyetrika pakaian ku dan karena sedikit lelah maka saya perlu suasana baru.

Ketika saya baru saja mengambil posisi duduk, pastor senior yang dari tadi memimpin obrolan itu langsung bertanya kepada ku: "Diakon, kamu hebat apa?"

Saya tahu arah dari pertanyaan beliau yaitu tentang bakat yang ada dalam diriku. Namun karena dasar pertanyaannya tentang hebat atau tidak maka saya pun agak enggan memberi jawaban. Saya hanya menjawab bahwa saya tidak memiliki kehebatan apa-apa, selain dari pada tahu sekadarnya saja.

Lalu beliau membalas dengan senyuman sambil meminta saya untuk menggeluti satu bidang. Menurut beliau, sekadar tahu itu tidak cukup.

Setelah banyak mendengarkan cerita beliau tentang pengalamannya menjadi seorang imam, kami mulai berpisah-pisah menuju kamar masing-masing. Kami harus bersiap-siap karena sebentar lagi ibadat sore akan dimulai dan setelah itu kami akan makan malam bersama.

Malam sebelum tidur saya merenungkan kembali pertanyaan pastor tersebut tentang apa yang menjadi kehebatanku. Sesungguhnya saya terjebak dengan pertanyaan itu ketika saya hanya mengatakan bahwa saya tidak memiliki kehebatan apa-apa selain dari pada tahu sekadarnya saja.

Jebakannya ialah saya mengira bahwa itu tentang kerendahan hati, tetapi nyatanya tidak. Pertanyaan beliau ialah tentang kesadaran saya untuk mengembangkan bakat yang ada dalam diriku. Oleh karena itu, tahu sekadarnya saja bukanlah jawaban yang pas untuk itu, tetapi langsung menyebut bidang apa yang selama ini kugemari dan kugeluti.

Namun, saya tetap bangga dengan jawaban yang saya berikan karena lahir dari kejujuran ku bahwa memang saya tidak memiliki kehebatan apa-apa. Meskipun demikian, jawaban itu membuat saya tersadar bahwa ternyata selama ini saya masih bersikap biasa-biasa saja dengan bakat yang dianugerahkan Tuhan dalam diriku. Dan tentunya sikap biasa-biasa itu tidaklah baik, bahkan boleh jadi mengarah kepada dosa karena tidak memperlihatkan rasa syukur kepada Tuhan atas bakat yang Ia berikan kepada ku.

Saat saya menjawab dengan mengatakan bahwa saya tahu sekadarnya saja, itu menunjukkan kualitas pribadi ku dalam menanggapi anugerah Tuhan dalam diri ku, yaitu biasa-biasa saja. Padahal, bakat yang dari Tuhan itu selalu bersifat luar biasa.

Malam itu, saat saya merenungkan kembali isi pertanyaan dari pastor senior tersebut, saya langsung berpikir keras untuk menemukan bakat yang akan saya geluti selalu. Tentunya bakat itu haruslah bersifat konstruktif terhadap panggilan ku sebagai seorang rohaniwan Katolik. Setidaknya dengan bakat itu saya bisa melayani Tuhan dalam diri sesama, dan kelak itu pulalah yang menjadi tanda syukurku yang paling nyata atas kebaikan Tuhan yang telah menganugerahkan kepada ku suatu bakat untuk saya pergunakan demi kemulian-Nya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun