Pasca orde baru pendidikan  beralih dari sistem sentralisasi ke desentralisasi. Pendidikan di masa sistem sentralisasi dicirikan oleh pengaturan yang ketat dari pemerintah pusat, kurikulum yang seragam di seluruh negeri, dan minimnya ruang gerak bagi pemerintah daerah serta sekolah untuk mengembangkan program yang sesuai kebutuhan lokal. Meskipun memusatkan sumber daya dan mempermudah koordinasi, sistem ini sering kali dianggap melemahkan kebudayaan daerah, kurang memberikan ruang demokrasi dalam pendidikan, dan tidak sesuai dengan kebutuhan keragaman bangsa Indonesia.
   Ciri-ciri Pendidikan di Masa Sentralisasi: Pengaturan oleh Pemerintah Pusat: Segala urusan pendidikan, mulai dari kurikulum hingga pengelolaan guru, diatur dan dikontrol secara ketat oleh pemerintah pusat. Seragam dan terpusat:
Kurikulum disusun oleh tim pusat, sehingga penyelenggaraan pendidikan di seluruh Indonesia cenderung seragam.
   Minim Otonomi daerah/Sekolah: Pemerintah daerah dan sekolah memiliki kewenangan yang terbatas untuk mengembangkan program pendidikan sesuai aspirasi dan kebutuhan masyarakat setempat. Guru Sebagai Panutan: Pada masa itu, guru dianggap sebagai panutan istimewa di masyarakat, menunjukkan peran sentral mereka
   Sesuia  UU Nomor 32 tahun 2004, dimulai  sistem desentralisasi, yang pada  hakikatnya "desentralisasi "adalah penyerahan kewenangan Pemerintah Pusat kepada pemerintah daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Termasuk didalamnya bidang  pendidikan,  dimana kewenangan mengurus sekolah dari SD sampai SMA/SMK diserahkan kepada pemerintah daerah (Kabupaten/Kota).
    Desentralisasi pendidikan yang dilakukan di berbagai negara merupakan bagian dari proses reformasi pendidikan secara keseluruhan dan tidak sekedar merupakan bagian dari proses otonomi daerah dan desentralisasi keuangan.  Lebih lanjut, desentralisasi pendidikan merupakan proses pemberian kewenangan yang lebih luas di bidang kebijakan pendidikan dan aspek pendanaannya dari Pemerintah Pusat ke pemerintah daerah dan pada saat yang bersamaan kewenangan yang lebih besar diberikan pula kepada sekolah dalam bentuk manajemen berbasis sekolah (MBS).
   Secara konseptual desentralisasi pendidikan, yaitu kewenangan di bidang pendidikan dalam hal kebijakan pendidikan dan aspek pendanaannya dari Pemerintah Pusat ke pemerintah daerah (provinsi, kabupaten/kota) dan  desentralisasi pendidikan dengan fokus pada pemberian kewenangan yang lebih besar di tingkat sekolah.
   Terdapat dua jenis desentralisasi pendidikan, yaitu: (1) desentralisasi kewenangan di bidang pendidikan dalam hal kebijakan pendidikan dan aspek pendanaannya dari Pemerintah Pusat ke pemerintah daerah (provinsi, kabupaten/kota) dan (2) desentralisasi pendidikan dengan fokus pada pemberian kewenangan yang lebih besar di tingkat sekolah. Konsep desentralisasi pendidikan yang pertama terutama berkaitan dengan otonomi daerah dan desentralisasi penyelenggaraan pemerintahan dari Pusat ke daerah, sedangkan konsep desentralisasi pendidikan yang memfokuskan pada pemberian kewenangan yang lebih besar pada tingkat sekolah dilakukan dengan motivasi untuk meningkatkan kualitas hasil Pendidikan.
Pendidikan di Masa Otonomi Daerah
   Masa otonomi daerah bidang Pendidikan cukup mengagetkan bagi para kepala daerah bupati walikota terbiasa mengurusi sekolah Dasar (SD) dapat limpahan harus mengurusi SMP dan SMA/SMK. Tentu ini sebuah tangtangan besar dalam mengelola daerah. Terutama besarnya biaya operasional sekolah, apalagi bagi daerah-daerah yang PAD kecil tentu sangat memberatkan dan membebani. Karena yang harus dipikirkan bukan saja sarana prasarana  tetapi juga kesejahteraan pegawai tenaga pendidik dan kependidikan.
   Pendidikan gratis  dalam wajar dikdas  dalam UU no.20 tahun 2003 semakin memberatkan keuangan daerah, walaupun pemerintah mengucurkan dana bos, akan tetapi minimnya dana Bos membuat pengelolan sekolah tidak berjalan maksimal. Ini akan berpengaruh pada prestasi sekolah, sementara partisipasi dalam bentuk iuran, sumbangan dan bayaran menurut UU tersebut bertentangan.