Mohon tunggu...
Dedi Irawan
Dedi Irawan Mohon Tunggu... Penulis - The Pessimistic Man

Seorang pria pesimis yang bercerita tentang kehidupannya | Find me on Instagram @wilfrededida

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Paradoks Seks dan Cinta: Menggugat Kebucinan Era Modern

13 Januari 2024   20:12 Diperbarui: 15 Januari 2024   08:25 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://unsplash.com/

Biasanya pria kurang mampu mengungkapkan rasa sayang atau cinta termasuk saya. Disisi lain, kebutuhan mereka untuk disayang justru lebih besar daripada pihak wanita. Namun tidak mudah bagi mereka untuk menyatakan itu. Akibatnya mereka sering merasa kesepian.

Dapat dikatakan bahwa satu-satunya hubungan untuk memproleh rasa sayang yaitu dengan berhubungan seks dengan pasangan. Paradoks justru terletak disini, dalam tingkah lakunya seorang pria kurang bersikap penyayang, namun mereka malah membutuhkan perasaan disayang.

Bagi Kebanyakan pria, agresi seksual adalah cara menyatakan keakraban, sedangkan bagi wanita, keakraban adalah sarana untuk bersikap seksual. Bila pria merasa kesepian atau terluka, mereka ingin dibelai, dirangkul dan bercampur tubuh. Bila wanita merasa terluka, mereka ingin disapa, diajak bicara dan dimengerti. Perbedaan ini sering membingungkan dan menyebabkan masalah-masalah serius antara pasangan.

Lalu banyak hal yang membuat saya tambah bingung dan muncul pertanyaan. Apakah cinta hanya kedok untuk kegairahan seks? atau hanya trik biologis yang membuat manusia dapat mempertahankan populasi? hanya itu yang kita butuh? apa kita membutuhkannya?

Cinta anak zaman now sangat identik dengan romantisme dan humorisme yang lebih familiar dengan sebutan bucin. Tapi apakah semua itu menemukan tujuan? Jawablah semua pertanyaan itu, karena saya utusan Plato, yang hanya membuat berfikir dan tidak berbicara terlalu banyak, hanya menulis ya memang tidak bicara.

Karena tadi menyebut nama Plato, saya teringat mungkin Plato tersindir dengan tulisan saya ini, dia menemukan teori menarik yang katanya "Cinta membuat kita utuh lagi", saya jawab "Ashiapp". Menarik memang, pemikiran saya yang baru ini, yang mengkontradiksikan seks dan cinta ternyata Plato berkata beda dengan pemikiran saya itu. 

Filsuf Yunani Kuno itu, mengeksplorasi ide mengapa kita mencintai untuk menjadi sempurna, bukan mencari yang sempurna.

Saya jadi teringat pria yang mencintai wanita yang sempurna dan yang cintanya ditolak, Friedrich Nietzsche yang merupakan filsuf Jerman dan seorang ahli Ilmu Filologi. Dalam bukunya The Gay Science, ia menulis:

"kata cinta itu sendiri menandakan dua hal yang berbeda diantara laki-laki dan perempuan. Pemahaman perempuan tentang cinta, cukup jelas; cinta tidak hanya pengabdian tetapi penyerahan jiwa-raga tanpa syarat, tanpa mengharapkan penghargaan dalam bentuk apa pun. Sedangkan pemahaman cinta laki-laki; apabila ia mencintai perempuan, ia menginginkan perempuan itu juga mencintainya, sehingga laki-laki tidak harus selalu mengungkapkan perasaannya, terlihat tidak menuntut dan tidak mengejar-ngejar perempuan. Apabila ada laki-laki yang mempunyai keinginan menyerahkan diri pada cinta, maka ia bukan laki-laki.

Saya dapat menangkap secara sederhana "Cinta itu tanpa pamrih, tanpa menuntut dan mengharapkan apapun", itu poin dari Nietzsche. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun