Perkembangannya setelah sekitar 600 tahun keberadaan ponpes, ternyata model pendidikan seperti ini hanya ada di Indonesia. Di negara lain model pondok itu tidak ada. Bahkan di Arab Saudi tempat Islam ini lahir juga tidak ada. Beberapa tahun lalu, Pakistan baru melakukan semacam studi banding ke Indonesia mencari kemungkinan sistem pendidikan pondok pesantren ini dapat dilaksankan di sana.
Wallahualam apa sekarang mereka sudah mampu melaksanakan itu?
Tahun 2014 saya dan teman-teman Elpaga pernah "pusing-pusing" mengunjungi sekitar 40 ponpes di Jawa Barat dan 5 di DKI Jakarta. Kesan yang kami peroleh setidaknya ada dua hal penting, pertama soal kondisi ponpes dan kedua soal minat masyarakat masuk ponpes.
Soal kondisi, kami mendapatkan lebih dari 80 persen memprihatinkan. Pondok tua, reyot, dan sempit. Para santri berdesakan dalam ruang sempit. Kamar yang layaknya dihuni 3 orang dijejali 10 orang. Tentu saja mereka tidak nyaman dengan kesehatan yang tidak terjamin. Lalu pasokan air kurang dan sanitasi buruk. Demikian juga penerangan listrik.
Pondok ini biasanya memiliki santri dibawah 200 orang. Bahkan ada pesantren yang khusus menyediakan dan mendidik anak yatim piatu dan kaum dhuafa. Mereja benar-benar hidup mandiri dan hanya ditopang semangat jihad para kiai, ustaz dan masyarakat yang peduli.
Memang ada beberapa pondok yang ternilai baik. Sudah punya pondok representatif. Bangunan gedung bartembok serta fasiltas lainnya memadai. Sebut saja misalnya ponpes Husnul Khatimah di Kuningan, Darunnajah di kab Bogor.
Lalu ada satu lagi di Gunung Putri juga Kabupaten Bogor. Saya lupa namanya. Yang saya ingat, pendiri dan pemiliknya seorang konglomerat, namanya Syahid Gitosarjono. Pengusaha dan mantan Ketua Kadin itu telah membeli tanah di sana seluas 60 hektar. Tahap awal telah dibangun 20 gedung bertingkat dengan kapasitas setiap gedung dapat menampung 60 orang santri. Rencananya selain akan dibangun pondok pesantren juga akan dikembangkan usaha pertanian dan perkebunan.
Didorong rasa prihatin terhadap kondisi 80 persen lebih ponpes itu, ELPAGA yang saya pimpin telah berkirim surat kepada Presiden Joko Widodo dan Gubernur Jawa Barat, Heryawan. Syukur alhamdulillah pemerintah secara bertahap telah memberi perhatian terhadap pondok pesantren. Mulai tahun 2015, pemerintah menurunkan bantuan untuk gaji ustadz, bos untuk santri juga BOP (Bantuan Operasional Pesantren).
Di Jawa Barat, gubernur menurunkan program Seribu Kobong. Tiap tahun memberi bantuan untuk rehabilitasi 1000 pondok. Kemudian yang paling menggembirakan terutama bagi kalangan sivitas academica pondok pesantren, adalah Keputusan Presiden tahun 2015 yang menetapkan tanggal 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional. Terakhir, tahun ini (2020), keluar Undang-Undang tentang Pondok Pesantren.
Kami tidak berniat mengklaim apa yang terjadi, apa yang diberikan pemerintah sebagai respon atas surat kami tersebut. Kami tahu bahwa banyak orang berfikir, bicara dan berbuat. Bahkan banyak juga yang hanya berdoa dan diqobul Allah. Semua kita syukuri bersama-sama.
Yang kedua soal minat masyarakat untuk memanfaatkan pesantren sebagai tempat pendidikan bagi putra putrinya. Dalam hal ini harus kami katakan minat itu semakin besar dan nyata. Buktinya banyak pesantren yang jumlah pendaftarnya melebihi daya tampung yang tersedia. Akibatnya ponpes itu harus melakukan seleksi masuk. Subhanallah. Segala puji hanya milik Allah. Selamat HSN.- ***