Mohon tunggu...
Dede Rudiansah
Dede Rudiansah Mohon Tunggu... Reporter | Editor | Edukator

Rumah bagi para pembaca, perenung, pencinta kopi, dan para pemimpi yang sempat ingin hidup abadi.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Menyoal MBG dan Lapangan Kerja, antara Berdikari dan Memanjakan Diri

28 Mei 2025   17:03 Diperbarui: 29 Mei 2025   16:08 537
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa hari terakhir, media sosial dipenuhi video pelamar kerja berjubel di sebuah job fair di Cikarang, Bekasi. 

Ribuan anak muda, sebagian besar di usia produktif, tampak berdesakan mencari peluang kerja. Mirisnya, beberapa di antara mereka bahkan harus tumbang akibat kelelahan.

Pemandangan ini menyisakan pertanyaan besar: benarkah sebanyak ini angkatan kerja produktif kita yang masih menganggur? Jika satu daerah metropolitan saja seperti ini, bagaimana dengan wilayah-wilayah lain di Indonesia?

Di tengah situasi ini, pemerintah semestinya hadir lebih aktif. Bukan sekadar memastikan angka pengangguran menurun, tetapi juga menciptakan lapangan kerja layak yang membuat generasi muda kita mandiri dan berdaya. 

Sayangnya, perhatian justru lebih terfokus pada program Makan Bergizi Gratis (MBG).

MBG: Langkah Positif yang Belum Tuntas

Tidak ada yang salah dengan MBG sebagai inisiatif pemerintah. Memberikan akses makanan bergizi secara gratis kepada masyarakat, terutama mereka yang rentan, adalah bentuk kepedulian yang nyata. Nutrisi yang baik memang fundamental, terutama bagi mereka yang hidup di bawah garis kemiskinan.

Namun, apakah ini cukup? Apa artinya tubuh sehat jika mereka tetap tidak memiliki pekerjaan untuk menyambung hidup? Bukankah lebih baik jika nutrisi bergizi yang diberikan juga disertai dengan kebijakan yang mampu membuka jalan kemandirian ekonomi?

Masalahnya Lebih dari Sekadar Nutrisi

Program MBG berpotensi menciptakan ketergantungan jika tidak diimbangi dengan langkah yang lebih strategis. Alih-alih menjadi solusi permanen, program ini bisa berujung sebagai "pemadam kebakaran" yang hanya menyelesaikan masalah jangka pendek.

Anggaran yang dialokasikan untuk MBG sebenarnya bisa diarahkan ke program yang lebih memberdayakan, seperti:

1. Pelatihan keterampilan kerja. Dengan melatih angkatan kerja muda, mereka memiliki keahlian yang relevan dengan kebutuhan industri modern.

2. Investasi di sektor padat karya. Sektor ini memiliki potensi besar untuk menyerap banyak tenaga kerja.

3. Dukungan untuk wirausaha. Banyak anak muda Indonesia yang kreatif, tetapi minim akses untuk modal dan bimbingan.

Sehat dan Berdikari: Jalan Tengah yang Diperlukan

Pemerintah tidak harus memilih antara MBG atau menciptakan lapangan kerja. Keduanya bisa berjalan beriringan jika kebijakan disusun dengan matang. MBG tetap dapat menjadi jaring pengaman sosial, tetapi fokus utama harus diarahkan pada pemberdayaan ekonomi.

Apa yang dibutuhkan angkatan muda kita bukan hanya tubuh sehat, tetapi juga kesempatan untuk menunjukkan potensi mereka. Mereka tidak hanya ingin bergantung pada pemerintah, tetapi ingin berdiri di atas kaki sendiri dengan pekerjaan yang layak dan bermakna.

Akhir Kata

Makan Bergizi Gratis adalah ide yang baik, tetapi tidak boleh menjadi tujuan akhir. Pemerintah harus memastikan bahwa program ini menjadi bagian dari solusi jangka panjang, bukan sekadar obat sementara. Dengan kebijakan yang seimbang, kita tidak hanya akan menciptakan generasi yang sehat, tetapi juga mandiri.***

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun