Mohon tunggu...
Dedeh Menulis
Dedeh Menulis Mohon Tunggu... -

Narsis salah satu bentuk bersyukur

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Terkejut

18 Maret 2015   09:32 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:29 17
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Terkejut sekali ketika kemarin menjelang pulang sekolah, beramah tamah dengan anak-anak peserta didik kelas IV, ada salah satu siswi  ternyata oleh orang tuanya tidak memfasilitasi alat media sosial apapun, seperti radio, telvisi, dan lainnya. Anak tersebut pun  tidak di-ijinkan menonton televisi,- penayangan acara jenis apapun, di manapun. Misalnya di rumah neneknya, tantenya. Anak ini murni seperti hidup di hutan. Ayahnya sebagai ustad, guru mengaji dan sebagai petani dikampung- tempatnya tinggal. Diambil kesimpulan orang tuanya mempunyai penghasilan cukup. karena ibunya- juga berjualan makanan di depan Madrasah Didniyah milik keluarganya. Setelah mendapat informasi tersebut saya mengingat-ingat perkembangan belajar dan kehidupan sosialnya dengan teman-temannya di kelas atau di sekolah. Kemudian teringat sebenarnya saya sedang mempelajari siswi ini karena sifatnya sedikit egois, kurang menghargai teman-temannya, terkesan sombong, pendiam,-  tidak ceria, kurang berkomunikasi.

Dalam hal belajar dia bisa mengikuti karena pembelajaran di kelas saya masih menggunakan model dan metode belajar yang sederhana, yang masih diberi penjelasan terlebih dahulu setiap awal-  pembelajaran, dan masih selalu dibimbing dalam setiap langkah pembelajaran. Berbeda dengan- kondisi belajar di sekolah-sekolah dasar di kota atau sekolah yang terpadu Ilmu Tekhnologi- Komputer, misalnya. Mayoritas penduduk tempat saya mengajar sebagai supir angutan umum, petani, buruh tani, buruh pasar, ada sebagai pemulung juga. Tingkat ekonomi rata-rata  memang katogori kurang tetapi mayoritas, 98% memiliki alat komunikasi, walau hanya satu rah seperti radio atau telivisi. Tetapi sebenarnya kalau diteliti ternyata banyak pula tetangganya yang sudah menggunakan parabola, Ini menandakan bahwa sebenarnya mereka sudah menyadari pentingnya alat komunikasi. Untuk sarana hiburan misalnya atau penyampai informasi.

Tahun yang lalu sayapun membimbing kakaknya yang sekarang duduk di kelas V, satu tingkat lebih tinggi. Kakaknya mempunyai watak yang berbeda, dia lebih ceria, lebih cerdas, ke-egoisannya sama, lebih berprestasi. Saya sendiri membimbimbing dia membina melukis,  cergam dan kaligrafi. Dan alhamdulillah dia menjadi juara. Setiap tahun kakaknya selalu menjadi juara melukis, kaligrafi dan cergam di wilayah sekolahnya belajar. Tahun 2014-2015, sebagai juara Cergam tingkat wilayah kecamatan, prestasi membuat Cergamnya lebih meningkat.  Kedua siswi kakak-beradik ini memang menguasai bidang hafalan al'quran, dua-duanya dalam tahun kemarin, ajaran 2013-2014, menjadi juara hafiz, sebagai juara 1 dan 2, di tingkat wilayah sekolah mereka belajar, yaitu SDN Neglasari 02, wilayah kecamatan Dramaga kabupaten Bogor. Yang kemudian terpikir oleh saya apakah cara mengajarkan relegius,  penanaman akidah Islam harus se_keras itu, dalam arti sampai mengkungkung anak, di mana kita hidup di zaman globalisasi, yang menuntut kita lincah mengkaji, mempelajari dengan cermat wawasan dan pengetahuan dunia luar. Saya secara sadar merasa bersalah mendidik anak pribadi dan peserta didik, karena selalu menyampaikan betapa pentingnya alat komunikasi untuk menambah pengetahuan. Bahkan mengajarkan hafalan surat-surat pendek ayat Al'quran pada anak-anak pribadipun, dibantu media.
Astaghfirulloh al adzim.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun