Pagi masih muda. Aroma kopi mengepul dari dapur banyak rumah. Bagi sebagian orang, pagi adalah waktu bersantai sejenak, menikmati hangatnya kopi sambil menyiapkan diri menghadapi hari. Namun, tidak demikian bagi para guru. Ketika orang lain masih menikmati waktu bersama keluarga, para guru sudah bersiap meninggalkan rumah demi satu kata: tanggung jawab.
Jam enam pagi bukan waktu yang lazim untuk memulai pekerjaan bagi kebanyakan profesi. Tapi bagi guru dan siswa, bel sekolah sudah harus dibunyikan. Bukan sekadar datang, para guru dituntut hadir dengan pikiran jernih, tenaga penuh, dan hati yang siap mendidik generasi penerus bangsa.
Bukan hanya sekali dua kali para guru harus menelan kopi yang masih panas dalam satu tegukan. Bahkan seringkali, secangkir kopi itu hanya sempat disentuh, lalu ditinggalkan di meja dapur, karena waktu menunjukkan pukul 05.15 --- saatnya berangkat ke sekolah.
Panggilan Jiwa yang Tak Pernah Pudar
Menjadi guru bukan sekadar pekerjaan, tapi panggilan jiwa. Tidak ada sistem absensi yang bisa menilai berapa banyak pengorbanan yang dilakukan. Tidak ada bonus untuk kopi yang tak jadi diminum, atau pagi yang dilewati tanpa sempat sarapan.
Guru datang pagi-pagi, menyambut siswa dengan senyum dan semangat, meski mungkin belum sempat beristirahat cukup. Mereka mengajarkan ilmu, memberi nasihat, menjadi orang tua kedua bagi para murid. Semua dilakukan dengan tulus, meski kadang rasa lelah menyelimuti.
Lebih dari Sekadar Profesi
Tanggung jawab guru bukan hanya menyampaikan materi. Mereka juga membentuk karakter, menanamkan nilai, dan menjadi teladan. Terkadang mereka juga menjadi pendengar curhatan siswa, menjadi motivator, bahkan pelindung dalam kondisi sulit.
Apa yang membuat mereka tetap semangat? Jawabannya sederhana: rasa cinta pada profesi dan tanggung jawab moral untuk membentuk masa depan bangsa.
MPLS, Bagian Terpenting bagi Siswa Baru
Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) bukan sekadar kegiatan rutin di awal tahun ajaran. Bagi siswa baru, MPLS adalah gerbang awal mengenal dunia yang akan mereka tempuh selama beberapa tahun ke depan. Di sinilah mereka mulai membangun langkah, mengenali lingkungan baru, teman baru, guru baru, dan budaya sekolah yang akan membentuk karakter mereka.
Lebih dari sekadar pengenalan fasilitas atau peraturan, MPLS adalah proses adaptasi sosial dan emosional. Siswa diajak untuk memahami nilai-nilai sekolah, menumbuhkan sikap disiplin, menghargai perbedaan, serta mengembangkan semangat kebersamaan. Kegiatan ini juga menjadi ruang bagi siswa untuk menumbuhkan rasa percaya diri dalam menghadapi tantangan belajar di jenjang yang lebih tinggi.
Bagi guru dan panitia, MPLS adalah momen krusial untuk menanamkan kesan pertama yang positif. Bagaimana siswa merasa dihargai, diterima, dan dilibatkan sejak hari pertama akan memengaruhi motivasi dan sikap belajar mereka ke depan.
Dengan perencanaan yang baik, kegiatan yang kreatif, dan pendekatan yang ramah, MPLS dapat menjadi bagian terpenting dalam perjalanan awal siswa --- bukan sebagai beban, tapi sebagai bekal untuk tumbuh dan berkembang di lingkungan sekolah yang baru.
Hari Pertama Masuk Sekolah, Dapat Makan Bergizi Gratis
Senin pagi, semangat siswa baru tampak menyala. Wajah-wajah ceria memenuhi halaman sekolah, berseragam rapi dan bersemangat mengikuti hari pertama tahun ajaran baru. Namun ada yang berbeda kali ini --- setelah upacara dan kegiatan pengenalan, para siswa diarahkan menuju area makan. Di sana, meja-meja sudah tertata rapi, dipenuhi makanan bergizi yang disiapkan secara gratis untuk seluruh siswa.
Program makan bergizi gratis ini menjadi kejutan manis bagi siswa dan orang tua. Tidak hanya sebagai bentuk sambutan hangat, tapi juga sebagai simbol bahwa sekolah peduli terhadap kesehatan dan tumbuh kembang siswa. Menu yang disajikan tidak asal kenyang, melainkan seimbang: ada nasi, lauk berprotein, sayuran segar, buah, dan susu.
Bagi siswa, ini bukan hanya soal makan. Ini adalah bentuk perhatian yang mereka rasakan sejak hari pertama. Mereka merasa diterima, dihargai, dan disambut dengan penuh kasih.
Bagi guru dan sekolah, program ini adalah langkah awal membentuk budaya belajar yang sehat. Karena dengan tubuh yang sehat dan perut yang terisi, pikiran pun siap menerima ilmu.
Hari pertama masuk sekolah bukan hanya soal duduk di kelas, tapi tentang membangun kenangan positif yang akan diingat sepanjang perjalanan pendidikan. Dan hari itu, mereka memulainya dengan senyuman dan sepiring makanan bergizi.
Perjalanan Hari Kedua, Sang Guru Berangkat Pagi-Pagi ke Sekolah
Hari masih gelap ketika alarm berbunyi. Udara pagi terasa dingin menusuk kulit. Tapi bagi sang guru, ini bukan waktu untuk kembali menarik selimut. Hari kedua tahun ajaran baru sudah menanti. Tanpa banyak bicara, ia bangun, menunaikan salat, lalu menyiapkan diri. Sambil menyalakan air panas untuk kopi yang tak sempat dinikmati kemarin, ia melirik jam --- pukul 04.45.
Hari kedua tak jauh berbeda dari hari pertama. Langkahnya tetap ringan meski tubuh sedikit lelah. Ransel berisi perangkat ajar tergantung di bahu. Di benaknya, terbayang wajah-wajah siswa baru yang kemarin masih malu-malu. Ada tanggung jawab besar untuk menyambut mereka, mengenalkan sekolah sebagai rumah kedua, dan menumbuhkan semangat belajar sejak hari-hari awal.
Di jalan, lampu-lampu masih menyala. Ia bersimpangan dengan tukang sayur, petugas kebersihan, dan sesama guru yang juga menuju sekolah. Di hati, ada rasa hangat --- bahwa ia tidak sendiri dalam perjuangan ini.
Sesampainya di sekolah, suasana masih lengang. Tapi itulah keindahan menjadi guru: hadir lebih awal, menyambut pagi, dan menjadi bagian dari detik-detik perubahan. Ia menghela napas, tersenyum, dan membuka ruang kelas.
Hari kedua telah dimulai. Secangkir kopi mungkin kembali tertunda, tapi senyum siswa dan semangat belajar mereka adalah "kopi" lain yang jauh lebih menghangatkan hati.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI