Mohon tunggu...
DW
DW Mohon Tunggu... Freelancer - Melihat, Mendengar, Merasa dan Mencoba

Setiap Waktu adalah Proses Belajar, Semua Orang adalah Guru, Setiap Tempat adalah Sekolah

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Corona dan Dampak Kesehatan Mental

1 April 2020   17:37 Diperbarui: 1 April 2020   17:40 162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1 April 2020

Hari ini tepat 1 April 2020, artinya hampir 1 bulan sejak Presiden Joko Widodo mengumumkan ada 2 orang korban positif Covid 19 di Indonesia. Konfrensi pers Presiden di istana tanggal 2 Maret 2020 yang mengumumkan data pasien 01 dan 02 langsung membuat kehebohan, berita yang terus menerus ditayangkan diberbagai platform membuat masyarakat gusar, dan bertanya-tanya, apa yang akan dilakukan pemerintah untuk mengatasi virus ini, mengingat Indonesia adalah negara yang geografisnya luas, dan terbentang dengan jumlah penduduk yang besar.

Saya mengakui, tindakan dan langkah pemerintah dalam menyikapi masalah ini cukup lambat, ada kesan "gagap", tidak cekatan dan cenderung menunggu jatuhnya korban lebih banyak. Akibatnya hanya dalam hitungan minggu, virus ini telah menjangkit 100 orang lebih dan membuat korban jiwa. Kami, masyarakat awam disuguhkan dengan berita dan informasi yang menciptakan ketakutan, seolah menjadi pasien positif Covid 19 sudah pasti meninggal, dan ketika pasien meninggal, tidak ada bentuk penghormatan, jenazahnya dimasukan plastik, tidak ada kerabat dan keluarga yang diperbolehkan melihat dari dekat prosesi pemakaman. Media sosial serentak berisi berita simpang siur, semakin membuat kegaduhan di masyarakat. Aksi panic buying, sembako menjadi langka, masker dan hand sanitizer menjadi komoditi mewah, bagi masyarakat miskin sangat sulit mendapat barang-barang itu. 

16 Maret 2020

Tangga l 16 maret, atau 2 minggu setelah corona resmi masuk Indonesia, barulah pemerintah mengambil sikap, penetapan pembatasan aktivitas dan social distancing diberlakukan. Kantor-kantor diminta mengurangi jam operasionalnya atau menerapkan WFH (Work From Home). Kami para karyawan diminta bekerja dari rumah, pedagang diminta jam buka tutup klontongnya, proses belajar siswa dilakukan dari rumah, termasuk ibadah. Masjid dan Gereja diminta untuk tidak mengadakan acara yang mengumpulkan jamaah, demi kebaikan bersama. Transportasi umum dibatasi, gerakan cuci tangan digalakan, penggunaan masker seolah menjadi kewajiban. Masuk ke tempat-tempat umum dibatasi, dan jika bisa masuk pun protokol kesehatan dilakukan, diukur suhu badan dan disemprot cairan disinfeksi bolak balik.

Melihat situasi yang semakin keruh, kami masyarakat semakin tidak tahu harus berbuat apa. Perusahaan meminta kami bekerja dari rumah, tapi tidak memberikan solusi bagaimana kami mencukupi kebutuhan kami selama kami dirumah. Berdiam diri dirumah sekeluarga membuat pengeluaran justru lebih banyak, aktivitas hanya di dalam rumah, berakibat pada penggunaan listrik, bolak balik charge HP, AC kamar anak terus hidup. 

1 minggu berlalu, 2 minggu berlalu dan kini memasuki hari ke-16 kami penerapan Social Distancing.

Bagaimana perasaan kami? Saya secara pribadi merasa mental saya rontok. Kehebohan tentang Corona Virus menyerang mental saya. 

Ada perasaan stress dan takut akan gambaran dimasa depan. Bagaimana jika situasi ini berlangsung sepanjang april dan mei? Bagaimana jika situasi ini berlangsung sepanjang tahun? bagaimana kami dan keluarga bertahan berminggu-minggu atau berbulan-bulan kedapan? pendapatan saya dipotong 50%, karena perusahaan tidak beroperasi. Sedangkan ramadhan sudah didepan mata, hari raya yang identik dengan kebutuhan hidup yang mahal. 

Saya masih beruntung mendapat 50%, bagaimana dengan teman-teman pekerja upah harian? Jika merek berdiam dirumah, bagaimana mereka mencukupi kebutuhan mereka?

Banyak pertanyaan yang jujur saya tidak menemukan jawabannya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun