gambar.sumber: google.com/permainan.tradisional.bulukumba.org//
Di sebuah desa terpencil di wilayah Muara Bungo, terlihat sekelompok kecil anak-anak sedang asik memainkan bola-bola kecil yang berbahan dasar kaca. Bola-bola kecil ini dimainkan dengan cara di gelinding di tanah dan harus mengenai bola lainnya. Ada seorang anak kecil berumuran sekitar 7 tahun sangat menikmati permainan ini, dan ia terlihat sangat jago memainkannya. Dapat di tebak, kelereng!!! Oh, itu benar. Ternyata kelereng masih sangat banyak penggemarnya untuk wilayah pedesaan. Bahkan ada orang dewasa yang suka permainan bola kecil ini.
Dusun Talang Sungai Bungo tepatnya. Disini adat dan kebudayaan  masyrakat mungkin sudah tidak begitu kental. Namun, permainan tradisional ini terlihat seakan tak mengenal kemajuan teknologi, seperti i-pad atau tablet yang banyak berisi game-game yang selalu di perbarui dan dikembangkan.
Jika di bandingkan dengan game yang terdapat di tablet, permainan ini jauh lebih disiplin karena jika berbuat kesalahan, maka pemain harus menunggu giliran sampai sepuluh bahkan belasan pemain lain untuk dapat melanjutkan permainannya. Bayangkan saja, kadang seorang pemain mampu menguasai arena sampai 2 menit. Bagaimana jika sepuluh orang?.
Tentu membosankan menunggu giliran, tapi aturan permainan adalah harga mati.
Hal ini tentu sangat berbeda sekali dengan game elektronik yang dimainkan oleh mental-mental cengeng, kenapa begitu?. Jawabannya sederhana, jika bermain game di tablet, tidak ada anak yang mau menunggu lama, saat game over mereka langsung me-restars agar dapat bermain lagi. Game over_restars begitu seterusnya.
Jika mulai bosan pindah ke game lain. Jika ada game versi baru, maa, paa, ganti dong game nya.
Semoga permainan tradisional ini tetap dimainkan agar kelak cerita tentang kelereng tak lekang di makan  waktu .
Dari ulasan singkat ini penulis mengambil sedikit kesimpulan, bahwa sabar itu indah, sabar itu dihargai.