Mencetak hattrick dalam 20 menit mungkin "biasa" bagi striker di seluruh dunia. Namun, ketika hal itu dilakukan oleh pemain yang menjalani debut di klub baru, itulah yang tidak banyak pemain dapat melakukannya.
Erling Braut Haaland adalah si pemain yang berkesempatan untuk melakukannya, dan itu menjadi trending topic di Jerman maupun di Austria -bekas kompetisi yang dia arungi sebelumnya.Â
Bahkan, bisa saja di kalangan penggemar Manchester United, ini adalah hal yang sangat mengecewakan. Karena, penyerang asal Norwegia itu pernah diisukan akan direkrut oleh Man. United.
Namun, si pemain justru memilih bergabung dengan Borussia Dortmund. Suatu pilihan yang bisa dikatakan tepat. Karena di usianya yang masih belum genap 20 tahun, sangat riskan untuk langsung bermain dengan nama klub sebesar Man. United. Mengapa?
Tuntutan. Tuntutan di klub seperti Manchester United pasti berbeda dengan di Borussia Dortmund. Apalagi Dortmund adalah salah satu klub di Eropa yang sangat ramah untuk pemain-pemain muda. Terbukti, Robert Lewandowski, Shinji Kagawa, Nuri Sahin, dan Mario Goetze pernah dibesarkan oleh Dortmund.
Dortmund seperti Ajax di Eredivise Belanda, juga seperti Southampton di Premier League Inggris. Mereka adalah klub-klub yang sangat percaya dengan kualitas pemain muda, dan mereka tidak mengincar target jangka pendek.
Kalaupun mereka dapat meraih juara, itu karena mereka mencari titik-titik peluang, tidak seperti klub-klub (bernama) besar yang ambisius untuk meraih banyak gelar dalam semusim.Â
Sedangkan klub-klub seperti Dortmund lebih mengutamakan pertumbuhan dan perkembangan permainan -dan pemain. Juara adalah bonus dari kerja keras itu.
Sebenarnya di Ajax juga demikian. Hanya, karena Ajax adalah tim besar di liga Belanda, maka mereka sudah terbiasa menargetkan juara khususnya untuk bersaing dengan PSV Eindhoveen dan lainnya di kompetisi domestik.Â
Namun jika berbicara pentas Eropa, mereka akan menganggap kompetisi itu adalah panggung untuk "bersenang-senang", bukan dengan tekanan.
Terbukti, ketika mereka mulai percaya diri dan mendapatkan tekanan -untuk ke final, justru mereka gagal. Begitu pula pada Dortmund di era Jurgen Klopp yang secara step by step mencoba membangun pondasi untuk juara.
Mereka pun akhirnya tetap seperti "anak bawang" -meski juara di Bundesliga dan DFB Pokal- ketika harus berhadapan dengan Bayern Munchen di final Liga Champions.
Mereka butuh pengalaman lebih dan spirit sejarah untuk dapat meraih hasil maksimal di level tertinggi dan itulah yang kebanyakan berada di klub-klub besar. Sedangkan untuk Dortmund, pasca hengkangnya Klopp ke Liverpool, klub ini harus rebuilding meski dengan warisan yang masih tersisa.
Itulah yang membuat klub ini memiliki tuntutan yang berbeda kepada para pemainnya, khususnya pemain mudanya, dan itu sangat bagus bagi mereka. Karena, dengan keberhasilannya membawa Dortmund berprestasi, kiprah mereka secara individu juga akan meningkat dan menarik minat banyak klub besar di masa depan.
Hal ini tidak akan terjadi bagi para pemain muda yang langsung bermain untuk tim besar. Saat ini, kita memang bisa melihat aksi Marcus Rashford dan Tammy Abraham sebagai pemain muda yang menjadi tumpuan klubnya masing-masing.Â
Namun, mereka masih sulit untuk menyamai performa pemain-pemain yang terbiasa digembleng dari bawah -sebenarnya Tammy awalnya di Divisi Championship sebelum naik kasta Premier League.
Jadi, jika Erling Haaland ingin mengikuti jejak penyerang-penyerang yang masih konsisten hingga usia matang, pilihannya adalah tepat untuk berada di Signal Iduna Park.
Alasan kedua adalah persaingan. Di level yang lebih tinggi dengan klub yang bernama besar, maka persaingan antar pemain akan lebih berat. Mustahil bagi seorang pemain yang hobi bermain bola justru harus banyak duduk di bangku cadangan. Setiap pemain pasti ingin bermain,
Itulah yang akan menjadi ganjalan terhadap karir Haaland jika bergabung di Manchester United. Karena, tingkat keyakinan manajer/pelatih di klub besar terhadap pemain muda tidak sebesar pelatih di klub-klub kelas menengah atas seperti Dortmund, Ajax, RB Leipzig, Atletico Madrid, dan lainnya.
Bahkan, pemain yang awalnya terlihat akan menyegel starting line-up seperti Mathijs De Ligt (Juventus), Frenkie De Jong (Barcelona), hingga Nicolas Pepe (Arsenal), juga masih diragukan untuk tampil rutin bersama klub barunya. Begitu pula pada pemain yang terlihat kalah senior, seperti Gabriel Jesus di Manchester City.
Hal ini sama seperti Naby Keita yang direkrut Liverpool. Dirinya juga akhirnya perlu proses lama untuk meyakinkan Klopp agar memilihnya di starting line-up. Bahkan, ketika Keita cedera dan absen, Klopp terlihat kekurangan pemain kreatif di lini tengah. Itulah mengapa Klopp akhirnya berani merekrut Takumi Minamino.
Artinya, Erling Haaland jika bergabung dengan tim papan atas tidak hanya akan menemukan persaingan yang lebih sengit, juga soal proses yang lebih lama dibandingkan kala bermain dengan klub kelas menengah atas.
Selain itu ada alasan ketiga yang membuat Haaland dianggap lebih tepat bergabung dengan tim asuhan Lucien Favre dibandingkan Ole Gunnar Solskjaer. Yaitu rentang karirnya akan lebih panjang. Khususnya ketika dirinya belum benar-benar berada di klub seperti Man. United, Man. City, Liverpool, Bayern Munchen, Juventus, apalagi Barcelona dan Real Madrid.
Terlepas dari kondisi terkini klub-klub tersebut, dengan nama besarnya, para pemain yang dianggap gagal beradaptasi di sana akan mulai kehilangan taji hingga pamor. Sebut saja pemain seperti Carlos Vela yang pernah dianggap akan menjadi pemain masa depan Arsenal selepas generasi Thierry Henry dkk.
Namun, karirnya bersama klub besar asal Catalan itu tak panjang. Dia pun pernah membela Tottenham Hotspur, hingga akhirnya kini berada di Club America yang merupakan salah satu klub besar di tanah airnya, Meksiko.
Salah satu pemain yang dianggap fenomenal dalam rentang karirnya bisa saja hanyalah Lionel Messi bersama Barcelona. Namun, tidak banyak pemain yang dapat tumbuh dan besar bersama klub papan atas seperti yang dialami Messi. Sehingga, Haaland diharapkan lebih realistis terhadap karirnya jika dirinya ingin tidak cepat "habis".
Bersama tiga poin itulah Haaland memang diharapkan dapat berkembang bersama Dortmund dan membuat peta persaingan klub papan atas di Bundesliga Jerman semakin seru, alias tidak hanya didominasi oleh Bayern Munchen. Apalagi, kini penguasa puncak klasemen sementara adalah RB Leipzig, bukan Munchen.
Bisakah Dortmund melakukannya? Apakah mereka harus puas menjadi pijakan pondasi bagi Jadon Sancho, Erling Haaland, Thorgan Hazard, Achraff Hakimi, dan lainnya? Hm..., patut dinantikan kiprah mereka di masa depan.
Malang, 19 Januari 2020
Deddy Husein S.
Berita terkait:Â Fajar.co.id, Bola.com, Goal.com, Transfermarkt.com, Kompas.com.