Lalu, bagaimana dengan panggilan "pak" dan "bu" di laman blogging seperti Kompasiana ini. Apakah ada faktor-faktor tertentu yang membuat para Kompasianer lebih banyak menggunakan panggilan "pak" dan "bu" dibandingkan "mas" dan "mbak"?
Faktor paling mudah dijumpai selain respek adalah karena tidak banyak di antara Kompasianers yang benar-benar saling mengenal -pernah bertemu/berinteraksi langsung.Â
Lingkup Kompasiana yang sangat luas, membuat siapa saja dapat menulis di Kompasiana dan kemudian mereka hanya dikenal melalui tulisan-tulisannya. Bahkan, ada yang lebih banyak dipanggil "pak" dan "bu" akibat tulisannya yang cenderung berat dan sepertinya (terasa) mustahil untuk ditulis oleh "mas-mas" dan "mbak-mbak".
Perihal ini memang terdengar unik, namun bisa saja terjadi dan diakui oleh beberapa pihak. Karena, tidak bisa dipungkiri bahwa panggilan juga dapat disangkut-pautkan pada pembawaan diri. Berhubung Kompasiana bukan ranah gathering yang membuat Kompasianers dapat selalu bertatap muka, maka yang dapat menjadi media menganalisis pembawaan sikap adalah melalui tulisan.
Lalu, bagaimana dengan Anda, apakah ada tanggapan tentang panggilan "pak" dan "bu"?
Setujukah jika panggilan merepresentasikan usia?
Malang, 9-10 Oktober 2019
Deddy Husein S.