Mohon tunggu...
Deddy Husein Suryanto
Deddy Husein Suryanto Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Penyuka Sepak Bola. Segala tulisan selalu tak luput dari kesalahan. Jika mencari tempe, silakan kunjungi: https://deddyhuseins15.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

PSM Memang Harus Juara Piala Indonesia 2018

6 Agustus 2019   21:06 Diperbarui: 6 Agustus 2019   21:15 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hasil akhir final leg 2 Piala Indonesia 2018. (Twitter.com/OfisialPialaIDN)

Akhirnya tuntas juga kompetisi Piala Indonesia 2018 pada Selasa, 6 Agustus 2019. Laga final leg kedua telah digelar di Stadion Andi Mattalata Makassar dan mengeluarkan nama PSM sebagai pemenang. Tim yang juga merupakan tuan rumah leg kedua itu berhasil mengalahkan Persija dengan skor 2-0. Skor itu membuat PSM merengkuh trofi juara dengan agregat 2-1.

Gol pertama sudah dapat dicetak di awal-awal babak pertama melalui skema bola mati (sepak pojok) yang berhasil dimanfaatkan oleh Aaron Evans. Bek asal Australia itu mengantarkan PSM unggul sekaligus menyamakan agregat (1-1).

Gelombang serangan PSM tak segera berakhir, hingga kesalahan dari Sandi Dharma Sute membuat Persija harus bermain dengan 10 pemain. Pelanggaran keras yang dilakukan Sandi Sute terhadap Wiljan Pluim membuat sang wasit memberikan kartu kuning kedua sekaligus menjadi kartu merah bagi si gelandang bertahan. Persija pun akhirnya harus memaksakan gaya bermain mereka untuk lebih berhati-hati dan fokus bertahan hingga babak pertama berakhir.

Di babak kedua, pergantian pemain dilakukan khususnya bagi Persija. Mereka tentu harus berani berjudi dalam strategi agar dapat mencuri gol tandang dan mempersulit langkah tuan rumah berpesta di rumahnya. Ramdani Lestaluhu dan Bambang Pamungkas masuk dan membuat Persija masih membangun asa agar dapat meraih juara meski tak harus menang.

Namun, kesulitan kembali menyelimuti tim ibukota. Mereka kembali harus kebobolan dan PSM unggul 2-0 setelah Zulham Zamrun sukses mencetak gol. Gol yang dilesakkan tak mampu dibendung oleh kiper timnas Indonesia, Andritany Ardhiyasa. Skor 2-0 bertahan hingga peluit akhir pertandingan berbunyi. PSM JUARA!

Juaranya PSM tentunya menjadi kebahagiaan dan kebanggaan bagi masyarakat Indonesia pendukung PSM. Namun di sisi lain, juaranya PSM sebenarnya adalah keniscayaan. Mengapa?

Tanpa merendahkan tim tamu yang sebenarnya unggul agregat (1-0) di leg pertama, namun Persija memang sudah diprediksi akan sulit untuk mempersulit PSM di leg kedua.

Pertama, karena jadwal final leg kedua kali ini tidak begitu ideal bagi Persija. Bahkan bagi PSM pun sebenarnya tidak ideal. Karena kedua tim ini bertanding di Liga 1 pada 3-5 hari sebelumnya dan lokasi pertandingan tersebut pun jauh. PSM harus bertandang ke Bali, sedangkan Persija menjamu Arema FC di Jakarta.

Otomatis di laga ini Persija tidak memiliki banyak energi untuk fokus sepenuhnya di laga ini. Apalagi ada kabar sebelumnya, jika tim Persija tidak akan mengujicoba lapangan sebelum laga final digelar (Senin). Sehingga ini akan membuat para pemain tidak begitu mengetahui kondisi lapangan secara aktual. Bagi pemain dan tim tamu, hal ini sangat krusial. Inilah yang menjadi faktor keduanya -mengapa Persija akan sulit meraih hasil ideal.

Di persepakbolaan Eropa, kondisi lapangan bagi tim-tim yang bertandang biasanya sangat mempengaruhi permainan mereka. Sebut saja klub-klub yang identik bermain bola-bola pendek seperti Barcelona dan Arsenal. Mereka yang terbiasa bermain bola-bola datar akan merasa kesulitan jika kondisi lapangan tidak mendukung pola tersebut.

Kondisi ini dapat dicontohkan dengan lapangan yang kering ataupun dengan rumput yang lebih tinggi dari batas idealnya (biasanya disengaja oleh tim tuan rumah). Kondisi tersebut akan membuat para pemain tim tamu dengan gaya bermain luwes seperti Barcelona akan kesulitan dan dapat juga membuat pemain-pemain tamu mengalami cedera. Inilah yang membuat uji coba lapangan itu sangat diperlukan bagi tim tamu.

Faktor ketiga adalah kedalaman skuad. Ini seperti yang telah dikatakan begitu lugas oleh komentator Bung Ma'ruf El Rumi. Beliau mengatakan (kurang lebih) jika sebuah tim harus memiliki kedalaman skuad dan kekayaan taktik. Artinya, tim seperti Persija akan sulit menang di laga sepenting ini jika mereka tidak memiliki kedalaman skuad dan taktik-taktik yang sesuai dengan situasi terkini di lapangan.

Hal ini juga terjadi di beberapa pertandingan terakhir Persija, khususnya di Liga 1. Mereka begitu kesulitan untuk menang apalagi mampu menghadirkan permainan yang menarik. Permainan beberapa pemain andalannya terlihat tidak berada dalam performa yang bagus. Riko Simanjuntak yang mulai kembali labil, Andritany yang baru sembuh dari cedera, absen panjangnya Steven Paulle, hingga yang paling fatal adalah peran Bruno Matos yang semakin sulit diterka.

Bruno Matos yang baru hadir di persepakbolaan Indonesia awalnya terlihat cukup cepat nyetel dengan permainan Persija. Namun, ketika kursi kepelatihan Persija berpindah dari Ivan Kolev ke Julio Banuelos, permainan pemain tengah asal Brazil ini mulai menurun. Sentuhan dalam misi pelayananan kepada Marko Simic tak terlihat, begitu pula dalam penyelesaian akhir, tak ada gol yang mampu dilesakkan Matos ketika Persija sedang sangat membutuhkannya.

Ini yang membuat Persija tidak layak untuk juara Piala Indonesia 2018. Mereka sudah compang-camping di paruh pertama musim kompetisi di 2019 ini. Satu-satunya sektor yang masih mampu berbicara banyak adalah sektor penjaga gawang. Meski mereka sudah kebobolan 12 gol di Liga 1, namun tanpa Andritany dan Sahar, mungkin Persija sudah kebobolan lebih dari itu.

Faktor keempat adalah kekayaan taktik. Ini sebenarnya tersambung dengan faktor sebelumnya, karena dengan kedalaman skuad yang tak bagus maka taktik juga akan terpengaruh. Sebagai tim besar, seharusnya Persija memiliki keberanian untuk memasang target tinggi, meski mereka tidak sedang memiliki kedalaman skuad yang bagus.

Sebenarnya akan terbilang cukup naif jika Persija disebut tidak memiliki skuad bagus. Mereka sebenarnya memiliki dua penjaga gawang berpengalaman, empat-lima pemain bertahan yang berpengalaman juga, dan tentunya mereka memiliki kapasitas cukup bagus di sektor penyerangan. Namun yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana jika pemain seperti Bruno Matos dan Riko Simanjuntak sedang tidak bermain maksimal?

Itulah yang menjadi kendala Persija. Ketika dua pemain itu tidak sedang padu dalam bermain kolektif, Persija tidak punya alternatif. Memang Persija masih memiliki Ramdani Lestaluhu. Namun ketika si pemain asal Maluku itu jarang fit, maka, Persija tidak punya pilihan. Mereka juga tidak punya keberanian untuk mengambil satu fokus ketika sedang tidak bermain bagus dalam sektor menyerang.

Memang Persija adalah tim besar, namun ketika mereka sedang tidak merasa bagus, seharusnya mereka berani mengambil keputusan untuk bermain lebih sabar membangun serangan. Mereka sah-sah saja menerapkan garis bertahan sedikit dalam. Sehingga, tim lawan akan terdikte dan terpancing oleh permainan Persija.

Hal ini yang tidak terlihat di Persija termasuk di final tersebut. Persija yang tidak tampil bagus dalam menyerang -ketika masih ada Riko dan Sandi Sute- ternyata tetap terburu-buru dalam membangun serangan yang pada akhirnya mudah untuk dipotong oleh PSM. Hasilnya, tempo permainan menjadi terpegang oleh PSM.

Inilah yang membuat tensi bagi pemain-pemain Persija sulit terkendali. Ada kemungkinan rasa cemas dan membuat pemain seperti Sandi Sute tidak bijak dalam memainkan perannya sebagai destroyer serangan lawan di babak pertama. Dia memang bertugas sebagai "penjagal" permainan lawan, namun seharusnya dia dapat lebih sabar menunggu momen yang krusial untuk mengambil keputusan.

Musibah kartu merah itupun juga pada akhirnya tidak mampu direaksi oleh Julio karena dia juga tidak memiliki opsi lain selain memainkan Ramdani dan Bambang Pamungkas. Hanya dua pemain itulah yang dapat menggaransi kemampuan menyerang Persija. Namun yang menjadi pertanyaan adalah mengapa tidak Ramdani saja yang dimainkan sedari awal -bukan Riko?

Hal ini yang tidak berani dilakukan oleh Persija dalam beberapa pertandingan terakhir, termasuk di final ini. Julio Banuelos seperti sudah dimanjakan oleh kepastian terhadap performa gemilang dari Riko secara akumulatif namun tidak dengan kondisi terkini dari si pemain. Kita tidak melihat Julio Banuelos mencoba strategi tanpa ada Riko di babak pertama.

Berbeda dengan PSM yang mampu mencoba bermain tanpa ada Zulham Zamrun ataupun Eero Markkanen. Bahkan PSM juga tanpa ada gelandang destroyer-nya, Marc Klok. Inilah yang membuat Persija tidak mampu menandingi PSM. Karena PSM lebih kaya taktik dan juga ada beberapa pemain yang memang mampu dimainkan di kondisi-kondisi tertentu dan itu sudah dilakukan Darije Kalezic secara akumulatif.

Memang M. Arfan mendapat pujian di pertandingan ini karena mampu tampil bagus dan tenang di lini tengah PSM. Namun apa yang ditunjukkan M. Arfan adalah hasil dari kepercayaan Darije Kalezic sejak awal musim. Si pemain sudah beberapa kali mengisi starting line-up dan ini membuat Darije tahu apa yang akan dibutuhkan tim ketika tanpa ada Marc Klok dan adanya adalah M. Arfan.

PSM kampiun edisi Piala Indonesia ke-7. (Twitter.com/OfisialPialaIDN)
PSM kampiun edisi Piala Indonesia ke-7. (Twitter.com/OfisialPialaIDN)

Melihat empat faktor tersebut, kita bisa menerima secara bahagia bahwa pemenang Piala Indonesia 2018 bukan hanya berdasarkan mentalitas (jika merujuk pada banyaknya pemain veteran di Persija) namun juga berdasarkan kejeniusan taktik dari si pelatih. Di sini kita bisa melihat dan mengakui bahwa kelas Darije Kalezic sedikit berbeda dibandingkan Julio Banuelos. Inilah yang membuat PSM lebih layak menjadi kampiun.

Persija finish kedua. (Twitter.com/OfisialPialaIDN)
Persija finish kedua. (Twitter.com/OfisialPialaIDN)

Harapannya Persija segera bangkit pasca laga ini. Hasil runner-up bukanlah hal yang buruk, karena mereka berhasil bertahan di kompetisi ini dengan kondisi tim yang sudah sedikit berbeda dibandingkan musim lalu. Apalagi mereka sudah tidak memiliki pelatih sarat pengalaman seperti Ivan Kolev, alih-alih pelatih yang musim lalu mengantarkan mereka juara Liga 1 dan Piala Presiden (2018); Stefano "Teco" Cugurra.

Selamat PSM! EWAKO!
Semangat Persija! Lekas bangkit!

Tulungagung, 6 Agustus 2019
Deddy Husein S.

Artikel terkait:

Final tertunda menjadi sinyal evaluasi untuk PSSI dan Ada gambaran performa tidak bagus Persija di laga melawan Arema FC.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun