Termasuk ketika kasus tersebut sampai memunculkan gerakan (semacam gerakan sosial) yang menghimpun banyak masyarakat untuk mendemonstrasikan kekecewaannya terhadap pihak yang (dinilai) melakukan kesalahan tersebut. Tidak main-main bahwa gerakan ini menghimpun masyarakat (mayoritas) dari pelosok daerah untuk berangkat ke ibukota (Jakarta) hanya untuk menyuarakan ketidakpuasannya terhadap argumentasi pihak yang kebetulan berbeda latar belakang agamanya (minoritas).
Mungkin harapannya dengan adanya gerakan tersebut adalah agar masyarakat selalu hati-hati dan saling menghargai dalam berargumentasi tentang agama apalagi jika pembahasannya adalah lintas agama. Namun, ternyata gerakan itu menjadi semakin melebar dan kemudian kini malah ada gerakan reuni 212.
Sungguh unik.
Karena gerakan ini awalnya hanya sebuah gerakan menuntut kebenaran untuk ditegakkan namun kemudian menjadi ajang perkumpulan besar dan sangat menyiratkan adanya keganjilan (ada peran keterlibatan unsur politik) dan mengundang kecurigaan dari beberapa kalangan.
Benarkah ini hanyalah sebuah ajang silaturahmi biasa bagi umat Islam di Indonesia (walau tidak semua turut hadir---tidak dibayangkan jika semua hadir), atau ada tujuan lainnya?
Dan pentingkah adanya reuni 212 bagi umat Islam di Indonesia?
Kembali lagi pada fakta bahwa Islam di Indonesia sudah menjadi mayoritas, dan mayoritas itu sudah diakui dan diterima dengan baik oleh minoritas. Karena hidup berdampingan dengan tebaran kebaikan itu lebih penting, tanpa perlu repot-repot memilah-memilih apa agama dan apa sukumu.
Namun kebesaran agama Islam di Indonesia terlihat seperti menjadi tergoyahkan dengan fenomena adanya gerakan seperti 212 (yang kemudian menjadi reuni 212). Mengapa?
Karena jika dirunut awal mula adanya gerakan 212 ini adalah untuk menuntut keadilan terhadap kasus penistaan agama yang dilayangkan kepada Ahok. Namun, ketika Ahok akhirnya menjadi tahanan---mungkin ini adalah kasus pertama kali di Indonesia, yaitu adanya seorang tahanan agama. Di sini, gerakan 212 mungkin masih bisa dimaklumi/diterima oleh sebagian masyarakat.Â
Namun, menjadi kurang dimaklumi ketika kemudian gerakan ini melahirkan reuni 212. Seolah-olah umat muslim di Indonesia sedang berpesta dalam keberhasilan mereka menjebloskan seorang tahanan---yang padahal dia adalah salah seorang putra bangsa yang sedang berupaya menjadi orang yang peduli dengan rakyat dan pemerintahan di Indonesia (tanah airnya).