ABSTRAK
Ketidakpastian kebijakan pemerintah menjadi tantangan besar bagi dunia usaha di Indonesia, terutama di tengah kondisi global yang semakin dinamis dan tidak menentu. Ketidakpastian ini muncul dari perubahan regulasi yang tidak konsisten, birokrasi yang kompleks, serta dinamika politik dan ekonomi yang sulit diprediksi. Artikel ini membahas dampak ketidakpastian kebijakan terhadap keberlangsungan bisnis, khususnya bagi sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), serta bagaimana pelaku usaha merespons situasi ini melalui inovasi, strategi adaptif, dan kolaborasi dengan pemangku kepentingan. Dengan pendekatan kualitatif-deskriptif berbasis studi pustaka, artikel ini menyimpulkan bahwa meskipun ketidakpastian kebijakan memberikan tekanan besar, ia juga membuka peluang bagi bisnis untuk menjadi lebih tangguh, inovatif, dan berorientasi jangka panjang. Dukungan pemerintah dalam bentuk regulasi yang jelas, stabil, dan berkelanjutan tetap menjadi prasyarat penting bagi terciptanya ekosistem bisnis yang sehat.
Kata Kunci: Ketidakpastian kebijakan, dunia usaha, UMKM, VUCA, strategi inovasi, regulasi bisnis, risiko kebijakan.
PENDAHULUAN
Di tengah perkembangan global yang serba cepat, dunia usaha menghadapi tantangan yang semakin kompleks. Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi pelaku bisnis, baik skala besar maupun kecil, adalah ketidakpastian kebijakan pemerintah. Ketidakpastian ini muncul dalam bentuk regulasi yang sering berubah, kurangnya konsistensi dalam implementasi kebijakan, serta dinamika politik dan ekonomi yang mempengaruhi arah kebijakan publik. Dalam konteks Indonesia, hal ini menjadi semakin nyata seiring dengan upaya reformasi birokrasi dan transformasi ekonomi nasional yang terus berlangsung. Ketidakpastian ini tidak hanya mengganggu prediktabilitas pasar, tetapi juga meningkatkan risiko usaha secara signifikan.
Ketidakpastian kebijakan berdampak luas terhadap pengambilan keputusan bisnis. Perusahaan akan menjadi lebih hati-hati dalam menyusun strategi ekspansi, investasi, atau pengembangan produk baru ketika mereka tidak memiliki kepastian hukum atau arah kebijakan ekonomi yang jelas. Penelitian Severesia dan Juliana (2022) menunjukkan bahwa fluktuasi kebijakan ekonomi secara signifikan menurunkan kecenderungan perusahaan untuk mengambil risiko. Hal ini dapat memperlambat pertumbuhan bisnis dan menurunkan daya saing ekonomi nasional, terutama jika tidak diimbangi oleh sistem regulasi yang stabil dan transparan.
Dampak paling nyata dari ketidakpastian kebijakan ini dirasakan oleh sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Sektor ini, meskipun berperan vital dalam perekonomian Indonesia, sering kali tidak memiliki daya tahan yang cukup terhadap guncangan regulatif. Terbatasnya akses terhadap informasi kebijakan, rendahnya kapasitas adaptasi, dan ketergantungan terhadap kebijakan pemerintah menjadikan UMKM kelompok yang paling terdampak. Syamsari et al. (2022) menyoroti bahwa UMKM di sektor perikanan di Kabupaten Takalar kesulitan bertahan di tengah perubahan kebijakan bantuan usaha dan tata kelola distribusi yang tidak konsisten.
Di sisi lain, era ketidakpastian juga dapat menjadi peluang strategis bagi pelaku usaha yang mampu berinovasi dan beradaptasi dengan cepat. Konsep Volatility, Uncertainty, Complexity, and Ambiguity (VUCA) menjadi kerangka berpikir baru dalam merespons lingkungan bisnis yang tidak stabil. Dalam kerangka ini, pelaku usaha dituntut untuk menjadi lebih tangguh dan gesit dalam pengambilan keputusan, serta mampu mengintegrasikan teknologi dan kolaborasi lintas sektor dalam merespons perubahan. Wirapraja dan Aribowo (2018) menjelaskan bahwa perusahaan yang berhasil di era VUCA adalah mereka yang tidak hanya mampu membaca risiko, tetapi juga mengolahnya menjadi peluang.
Kondisi pascapandemi COVID-19 dan peralihan menuju era new normal semakin memperkuat urgensi adaptasi bisnis terhadap dinamika kebijakan. Pemerintah Indonesia mengeluarkan berbagai kebijakan baru seperti digitalisasi perizinan usaha melalui sistem OSS (Online Single Submission), kebijakan pemulihan ekonomi nasional, hingga insentif fiskal yang menyasar sektor-sektor strategis. Namun, implementasi kebijakan ini di tingkat daerah tidak selalu berjalan seragam. Kariem (2020) menekankan perlunya konsistensi dan komunikasi yang efektif antarlevel pemerintahan agar kebijakan yang dirancang di pusat dapat memberikan manfaat maksimal di daerah.
METODE
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif yang berfokus pada analisis literatur untuk memahami fenomena ketidakpastian kebijakan pemerintah dan dampaknya terhadap dunia usaha di Indonesia. Pendekatan ini dipilih karena relevan untuk menggambarkan realitas sosial-ekonomi yang kompleks, serta untuk mengeksplorasi dinamika interaksi antara kebijakan publik dan respons pelaku usaha. Penelitian kualitatif memungkinkan penelusuran yang mendalam terhadap makna, persepsi, serta strategi adaptasi yang diambil oleh pelaku usaha dalam menghadapi lingkungan bisnis yang tidak stabil.
Metode pengumpulan data dilakukan melalui studi pustaka (library research), yaitu dengan menelaah berbagai sumber sekunder seperti jurnal ilmiah nasional, artikel riset, buku referensi, dan laporan kebijakan yang relevan. Beberapa jurnal utama yang dijadikan rujukan antara lain berasal dari Jurnal Riset Akuntansi dan Keuangan, Buletin Ilmiah Marina Sosial Ekonomi, Economist: Jurnal Ekonomi dan Bisnis, dan LEX Administratum. Literatur yang dipilih mencakup terbitan antara tahun 2018 hingga 2024 untuk memastikan bahwa data dan analisis bersifat aktual serta mencerminkan kondisi terkini dari praktik kebijakan dan respons bisnis di Indonesia.
PEMBAHASAN
1. Ketidakpastian Kebijakan dan Risiko Usaha
Ketidakpastian kebijakan merupakan salah satu bentuk risiko eksternal yang sulit dikendalikan oleh pelaku usaha. Ketika pemerintah sering mengubah arah kebijakan tanpa waktu transisi yang memadai, dunia usaha menjadi kesulitan dalam merancang rencana jangka panjang yang berkelanjutan. Hal ini terlihat dalam sektor manufaktur dan perdagangan yang sering kali menghadapi kebijakan fiskal dan regulasi teknis yang tidak konsisten. Menurut Severesia dan Juliana (2022), ketidakpastian kebijakan ekonomi terbukti secara empiris mengurangi tingkat pengambilan risiko oleh perusahaan di Indonesia, baik dalam hal investasi maupun ekspansi pasar.
Risiko ini tidak hanya berdampak pada keuangan perusahaan, tetapi juga pada sumber daya manusia dan struktur organisasi. Ketika keputusan strategis ditunda karena ketidakpastian, maka peluang untuk mengembangkan kapasitas internal juga terhambat. Perusahaan besar mungkin masih memiliki daya tahan, namun perusahaan skala menengah dan kecil cenderung sangat rentan. Situasi ini menimbulkan efek berantai: investasi berkurang, lapangan kerja stagnan, dan pertumbuhan ekonomi menjadi lambat.
Kebijakan yang inkonsisten sering kali menciptakan policy shock, yaitu kondisi di mana pelaku usaha harus merespons cepat terhadap aturan baru yang sebelumnya tidak diperkirakan. Contohnya adalah perubahan mendadak dalam tarif cukai, pembatasan impor bahan baku tertentu, atau penyesuaian struktur pajak. Bila tidak ditopang dengan informasi yang memadai dan waktu penyesuaian yang realistis, perusahaan akan menghadapi biaya kepatuhan yang tinggi dan kerugian operasional yang tidak terduga.
Kondisi ini menunjukkan pentingnya stabilitas kebijakan sebagai prasyarat utama iklim usaha yang sehat. Agustina (2022) menekankan bahwa kualitas regulasi sangat memengaruhi persepsi risiko di kalangan pelaku usaha. Regulasi yang dirancang dengan baik, melalui partisipasi publik dan analisis dampak, akan meminimalkan ketidakpastian serta meningkatkan kepercayaan pelaku usaha terhadap pemerintah. Sayangnya, dalam banyak kasus di Indonesia, kebijakan lebih sering bersifat elitis dan top-down, tanpa melalui konsultasi publik yang bermakna.
Kebutuhan untuk meningkatkan koordinasi antarlembaga dalam menyusun dan mengimplementasikan kebijakan menjadi semakin mendesak. Ketidaksinkronan antara pemerintah pusat dan daerah sering kali memperburuk ketidakpastian yang ada. Perusahaan yang beroperasi lintas wilayah harus menyesuaikan diri dengan beragam aturan lokal yang tidak seragam, sehingga beban administratif pun meningkat. Dalam konteks ini, integrasi sistem kebijakan dan harmonisasi regulasi adalah solusi jangka panjang yang perlu diutamakan.
2. Dampak Khusus pada UMKM
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) memiliki karakteristik yang berbeda dari perusahaan besar, terutama dalam hal daya tahan terhadap perubahan eksternal. Ketidakpastian kebijakan sangat berdampak pada keberlangsungan UMKM, mengingat terbatasnya modal, sumber daya manusia, serta akses terhadap informasi regulasi. Syamsari et al. (2022) dalam penelitiannya terhadap UMKM sektor perikanan di Takalar menemukan bahwa sebagian besar pelaku usaha tidak memiliki strategi adaptasi yang efektif terhadap perubahan kebijakan bantuan dan perizinan.
Permasalahan utama yang dihadapi UMKM adalah minimnya literasi regulasi dan kebijakan. Banyak pelaku usaha yang kesulitan memahami kebijakan baru karena bahasa yang digunakan terlalu teknis dan tidak tersedia dalam format yang mudah dipahami. Selain itu, sosialisasi kebijakan dari pemerintah seringkali tidak menyentuh pelaku UMKM secara langsung, terutama yang berada di daerah terpencil atau tidak tergabung dalam asosiasi resmi. Akibatnya, kebijakan yang seharusnya memberikan dukungan justru menjadi beban tambahan.
Polly et al. (2024) menjelaskan bahwa penerapan sistem perizinan digital seperti OSS masih menemui berbagai kendala teknis di lapangan, terutama bagi pelaku UMKM. Sistem ini dirancang untuk menyederhanakan proses perizinan, namun dalam praktiknya memerlukan pemahaman digital yang tidak semua pelaku usaha miliki. Tanpa pendampingan yang memadai, kebijakan ini justru menambah kompleksitas birokrasi bagi UMKM yang sebelumnya hanya mengandalkan mekanisme manual.
Ketidakpastian juga berdampak pada keberlanjutan rantai pasok dan akses pasar. Banyak UMKM yang bergantung pada kebijakan subsidi atau insentif fiskal tertentu untuk mempertahankan harga jual yang kompetitif. Ketika kebijakan tersebut dihentikan secara tiba-tiba, UMKM kesulitan menyesuaikan harga dan menjaga margin keuntungan. Hal ini dapat menyebabkan ketidakstabilan pendapatan dan bahkan kebangkrutan jika tidak segera ditangani dengan pendekatan manajemen risiko yang tepat.
Oleh karena itu, diperlukan pendekatan kebijakan afirmatif yang berpihak pada UMKM, seperti pelatihan regulasi, simplifikasi perizinan berbasis sektor, dan insentif khusus untuk usaha kecil di daerah tertinggal. Pemerintah daerah berperan penting dalam menjembatani pelaku UMKM dengan regulasi nasional. Pendekatan kolaboratif antara dinas, lembaga keuangan, dan komunitas bisnis lokal akan meningkatkan daya tahan UMKM dalam menghadapi ketidakpastian kebijakan yang tidak bisa dihindari.
3. Respons Dunia Usaha dalam Ekosistem VUCA
Lingkungan bisnis saat ini dihadapkan pada kondisi yang dikenal sebagai VUCA (Volatility, Uncertainty, Complexity, and Ambiguity), di mana volatilitas dan ketidakpastian menjadi tantangan utama yang harus dihadapi oleh pelaku usaha. Ketidakpastian kebijakan pemerintah menjadi salah satu faktor utama yang memperkuat situasi VUCA tersebut, dan menuntut perusahaan untuk membangun ketangguhan organisasi yang tidak hanya reaktif, tetapi juga proaktif dan strategis. Dalam konteks ini, respons dunia usaha tidak bisa lagi mengandalkan model manajemen tradisional, melainkan harus mengadopsi pendekatan inovatif dan adaptif yang berorientasi pada keberlanjutan.
Wirapraja dan Aribowo (2018) menyarankan bahwa strategi inovasi menjadi alat utama dalam menjaga eksistensi dan keberlanjutan bisnis di tengah ketidakpastian yang kompleks. Perusahaan dituntut untuk meningkatkan kelincahan organisasi (organizational agility) dengan cara mempercepat proses pengambilan keputusan, merampingkan birokrasi internal, serta menciptakan sistem evaluasi kebijakan yang tanggap terhadap perubahan eksternal. Strategi ini terbukti meningkatkan kemampuan bertahan di tengah gejolak ekonomi dan politik, serta memungkinkan perusahaan untuk mengidentifikasi peluang di balik ancaman.
Beberapa perusahaan telah menerapkan pendekatan scenario planning, yaitu merancang skenario kebijakan yang mungkin terjadi dan menyiapkan respons berbeda untuk masing-masing skenario. Langkah ini membantu perusahaan mengelola ketidakpastian dengan lebih sistematis dan tidak panik dalam merespons perubahan mendadak. Penggunaan big data dan teknologi analitik semakin membantu dalam mengidentifikasi tren regulasi dan membuat proyeksi berbasis data.
Respons yang efektif juga melibatkan transformasi digital, di mana perusahaan mulai menggantikan proses manual dengan sistem digital yang lebih efisien, cepat, dan adaptif terhadap perubahan. Digitalisasi tidak hanya mengurangi biaya operasional, tetapi juga memberikan fleksibilitas yang tinggi untuk menyesuaikan diri dengan perubahan kebijakan. Transformasi ini juga membuka ruang bagi pengembangan produk baru yang lebih relevan dengan kondisi pasar yang terus berubah.
Dalam konteks UMKM, strategi respons terhadap ketidakpastian kebijakan dilakukan melalui kolaborasi horizontal antar pelaku usaha. Pembentukan koperasi digital, komunitas wirausaha berbasis platform, dan penggunaan media sosial untuk berbagi informasi menjadi praktik yang umum dilakukan. Strategi semacam ini memperkuat daya tawar UMKM sekaligus menciptakan jaringan dukungan informal yang efektif dalam menyikapi regulasi pemerintah yang dinamis.
Yang tak kalah penting, perusahaan juga perlu membangun hubungan strategis dengan regulator melalui pendekatan advokasi kebijakan (policy advocacy). Partisipasi dalam forum bisnis-pemerintah, asosiasi industri, atau kelompok kerja lintas sektor memungkinkan pelaku usaha menyuarakan kebutuhan dan tantangan mereka secara langsung. Upaya ini dapat memperkuat legitimasi kebijakan publik dan mengurangi potensi resistensi terhadap kebijakan baru.
4. Peluang Transformasi dan Peran Pemerintah
Meski ketidakpastian kebijakan kerap menjadi sumber kekhawatiran, situasi ini juga membuka ruang bagi pemerintah untuk mendorong transformasi positif dalam dunia usaha. Dalam konteks globalisasi dan revolusi industri 4.0, dunia usaha membutuhkan kebijakan yang bukan hanya responsif, tetapi juga visioner dan memberdayakan. Rufaidah (2024) dalam bukunya tentang dinamika ekonomi internasional mengemukakan bahwa ketidakpastian dapat menjadi peluang untuk mengakselerasi inovasi, mendesain ulang rantai pasok, dan memperkuat kapasitas domestik dalam menghadapi persaingan global.
Pemerintah memiliki tanggung jawab strategis dalam menciptakan kepastian regulasi, memperbaiki proses legislasi, dan meningkatkan kapasitas lembaga publik. Kebijakan yang baik tidak hanya mencerminkan keinginan pembuatnya, tetapi juga mengakomodasi kebutuhan masyarakat, termasuk pelaku usaha dari berbagai skala. Kariem (2020) menekankan pentingnya kebijakan yang inklusif dan partisipatif di era new normal, di mana kondisi cepat berubah dan menuntut regulasi yang adaptif namun tetap stabil.
Salah satu bentuk intervensi yang dapat dilakukan adalah dengan memperkuat ekosistem kebijakan berbasis data dan bukti (evidence-based policy). Dengan pendekatan ini, regulasi dirancang tidak semata berdasarkan asumsi, melainkan pada data lapangan dan masukan dari pemangku kepentingan. Hal ini akan meningkatkan akurasi kebijakan serta mengurangi potensi kegagalan implementasi di lapangan. Sistem ini juga memungkinkan pemerintah untuk menilai kembali kebijakan yang tidak efektif dan melakukan revisi sebelum dampaknya meluas.
Dari sisi dukungan langsung, insentif fiskal seperti pengurangan pajak, subsidi bunga kredit, serta program pendampingan bisnis dapat membantu pelaku usaha mengatasi guncangan akibat perubahan kebijakan. Bukran dan Ramdani (2024) mencatat bahwa kebijakan ekonomi hijau yang dikombinasikan dengan insentif inovasi berhasil mendorong transformasi bisnis sektor manufaktur menuju praktik yang lebih berkelanjutan. Pendekatan semacam ini perlu diperluas ke sektor lain, termasuk UMKM dan industri kreatif.
PENUTUP
Kesimpulan
Ketidakpastian kebijakan pemerintah merupakan tantangan utama yang dihadapi dunia usaha Indonesia di tengah dinamika global dan tekanan ekonomi domestik. Ketika arah kebijakan tidak dapat diprediksi secara jelas dan konsisten, maka dunia usaha, terutama sektor UMKM, menghadapi risiko tambahan yang besar dalam pengambilan keputusan strategis. Ketidakpastian ini berdampak langsung pada perilaku konservatif pelaku usaha, melemahkan iklim investasi, dan menurunkan kapasitas inovasi yang seharusnya menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
Sektor UMKM menunjukkan kerentanan yang lebih tinggi dibandingkan perusahaan besar dalam menghadapi ketidakpastian kebijakan. Keterbatasan sumber daya manusia, akses terhadap informasi, dan adaptasi teknologi menjadi penghalang utama. Program pemerintah yang bertujuan menyederhanakan regulasi, seperti OSS, belum berjalan optimal karena kurangnya literasi dan pendampingan teknis di tingkat akar rumput. Hal ini memperlihatkan bahwa kebijakan yang dirancang secara top-down tanpa memahami konteks pelaku usaha akan sulit mencapai efektivitas.
Meskipun demikian, respons dunia usaha terhadap situasi VUCA menunjukkan bahwa ketidakpastian dapat dihadapi dengan strategi adaptif dan inovatif. Perusahaan yang mampu membangun struktur organisasi yang lincah, menerapkan analisis data dalam pengambilan keputusan, serta mengembangkan kemitraan strategis dengan berbagai pihak terbukti lebih tangguh dalam menghadapi perubahan kebijakan. UMKM pun mulai memanfaatkan jaringan digital dan komunitas wirausaha untuk saling berbagi informasi dan strategi bertahan.
Dari sisi pemerintah, ketidakpastian kebijakan seharusnya menjadi pemicu untuk memperbaiki tata kelola regulasi dan memperkuat sistem kebijakan yang berbasis bukti. Pemerintah perlu menjadikan stabilitas regulasi sebagai fondasi utama iklim usaha yang sehat. Ini memerlukan harmonisasi antara pusat dan daerah, peningkatan transparansi, serta mekanisme konsultasi publik yang partisipatif. Ketika pelaku usaha dilibatkan sejak proses perumusan kebijakan, maka kemungkinan resistensi dan kegagalan implementasi dapat diminimalkan.
Saran
Pemerintah diharapkan meningkatkan kapasitas institusi publik dalam merumuskan kebijakan yang responsif dan berpihak pada kebutuhan nyata pelaku usaha. Hal ini dapat dilakukan melalui penguatan koordinasi antarlembaga, penyusunan regulasi berbasis riset kebijakan, serta pemberian ruang partisipasi yang luas bagi UMKM dan sektor swasta dalam penyusunan maupun evaluasi regulasi. Selain itu, penyederhanaan birokrasi dan digitalisasi pelayanan publik perlu disertai dengan pendampingan teknis agar benar-benar dapat dimanfaatkan oleh seluruh lapisan pelaku usaha.
Bagi dunia usaha, penting untuk mulai membangun budaya inovatif dan ketahanan strategis dalam menghadapi ketidakpastian kebijakan. Pelaku usaha perlu meningkatkan kapasitas adaptasi melalui literasi kebijakan, kolaborasi komunitas, serta pemanfaatan teknologi digital untuk meningkatkan efisiensi dan fleksibilitas usaha. Kemitraan antara sektor bisnis, akademisi, dan pemerintah menjadi kunci dalam menciptakan transformasi ekonomi yang tidak hanya berorientasi pada pertumbuhan, tetapi juga pada keberlanjutan dan inklusi sosial.
DAFTAR PUSTAKA
Agustina, E. S. (2022). Regulasi Kebijakan Bisnis Indonesia. Bukran, B., & Ramdani, R. (2024). Pengaruh kebijakan ekonomi hijau terhadap inovasi bisnis berkelanjutan di sektor manufaktur. Economist: Jurnal Ekonomi dan Bisnis, 1(3), 35--42.
Kariem, M. Q. A. (2020). Konsepsi kebijakan pemerintah di era new normal. TheJournalish: Social and Government, 1(2), 76--80.
Polly, K. A., Maarthen, Y., & Prayogo, P. (2024). Kebijakan Pemerintah Dalam Penerapan Perizinan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. LEX ADMINISTRATUM, 12(4).
Rufaidah, E. (2024). Dinamika Ekonomi Internasional: Perubahan, Ketidakpastian, dan Peluang di Era Society 5.0. Penerbit Adab.
Severesia, C., & Juliana, R. (2022). Pengaruh Ketidakpastian Kebijakan Ekonomi Terhadap Pengambilan Risiko Perusahaan di Indonesia. Jurnal Riset Akuntansi Dan Keuangan, 10(3), 491--502.
Syamsari, S., Maarif, M. S., Anggraeni, E., & Amanah, S. (2022). Daya Tahan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Sektor Perikanan Kabupaten Takalar Pada Era Ketidakpastian. Buletin Ilmiah Marina Sosial Ekonomi Kelautan Dan Perikanan, 8(1), 33--48.
Wirapraja, A., & Aribowo, H. (2018). Strategi inovasi dalam rangka menjaga keberlanjutan bisnis dalam menghadapi era Volatility, Uncertainty, Complexity, dan Ambiguity (VUCA). JIMAT, 9(1).
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI