Pada hari Selasa, 19 Agustus 2025, SD Negeri 3 Rajamandala Wetan, Kecamatan Cikalong Wetan, melaksanakan Program Makan Bergizi (MBG) Gratis. Program ini sejatinya telah diresmikan pada 6 Januari 2025, namun baru dapat direalisasikan setelah 7 bulan 13 hari kemudian.
Pelaksanaan perdana MBG ini mendapat dukungan penuh dari pemerintah desa Mandalamukti, yang bertugas mengantarkan makanan ke sekolah. Tercatat sebanyak 160 kotak makanan disediakan untuk enam rombongan belajar (rombel) kelas 1–6. Distribusi makanan dilakukan pada waktu istirahat, dengan mekanisme siswa makan secara tertib di bangku masing-masing.
Menu yang dihidangkan cukup lengkap, terdiri atas nasi, sayuran, buah, lauk daging, serta susu. Menu tersebut sudah memenuhi prinsip gizi seimbang sebagaimana dianjurkan dalam Pedoman Gizi Seimbang (Kementerian Kesehatan RI, 2014). Beberapa siswa terlihat antusias dan merasa puas dengan sajian ini. Menariknya, ada anak yang sudah membawa bekal dari rumah lalu menambahkan lauk dari program MBG sebagai pelengkap. Namun, tidak semua siswa mengonsumsi menu secara utuh—misalnya ada yang tidak menyukai nasi sehingga hanya memakan lauknya saja, atau ada yang menolak sayuran karena belum terbiasa. Hal ini menunjukkan perlunya edukasi berkelanjutan mengenai pentingnya konsumsi karbohidrat dan serat untuk kesehatan tubuh serta perkembangan kognitif anak.
Selain itu, terdapat sebagian siswa yang tidak menghabiskan makanannya. Mereka kemudian membawa sisa makanan tersebut pulang dengan memindahkannya ke kotak bekal pribadi. Dari perspektif pendidikan gizi, kondisi ini mencerminkan adanya tantangan dalam pembiasaan anak untuk mengelola porsi makan sesuai kebutuhan serta menghargai makanan yang disediakan.
Secara umum, pelaksanaan MBG hari pertama berjalan lancar dan memberikan manfaat nyata: siswa memperoleh asupan gizi yang lebih baik serta mengurangi kebiasaan jajan makanan tidak sehat di sekitar sekolah. Meski demikian, masih ada beberapa catatan evaluasi, antara lain:
Ketiadaan imbauan membawa alat makan pribadi
Porsi makanan yang seragam untuk semua jenjang kelas. Hal ini menimbulkan pertanyaan apakah porsi tersebut sudah sesuai dengan kebutuhan energi siswa kelas tinggi (4–6) yang relatif lebih besar, serta tidak berlebihan bagi siswa kelas rendah (1–3) yang cenderung mengonsumsi lebih sedikit.
Preferensi makanan siswa yang masih beragam, terutama terhadap sayuran, menunjukkan perlunya pendekatan edukasi gizi sejak dini.
Ke depan, program ini diharapkan dapat berkelanjutan dan berkesinambungan, sehingga tidak hanya memenuhi kebutuhan gizi harian anak, tetapi juga mendukung tumbuh kembang, kesehatan, serta pembentukan pola makan sehat jangka panjang. Dengan adanya program MBG, sekolah tidak hanya menjadi tempat belajar akademis, tetapi juga wahana edukasi gizi yang mendukung tercapainya generasi sehat, cerdas, dan berdaya saing.