Kemacetan, kesemrawutan menjadi pandangan umum terjadi sehingga beberapa orang memilih menggunakan angkutan publik berbasis massal baik kereta api maupun bus. Jumlah penduduk, wilayah, dan pusat pertumbuhan menjadikan dasar dalam penentuan rute, jaringan dan armada transportasi.
***
Kembali kepada kebijakan semi lockdown dengan melakukan pembatasan transportasi dari sisi supply, kebijakan "kejut" tersebut di atas memberikan harapan bahwa masyarakat memutuskan mengurangi pergerakannya.Â
Namun dengan fakta bahwa hanya 27% pengguna angkutan massal kereta api yang tidak melakukan pergerakan, artinya bahwa tidak hanya variabel transportasi saja tidak cukup "kuat" mendorong pengurangan pergerakan alias mendorong orang bekerja di rumah (work from home).
Ada pengusaha, ada pimpinan kantor yang juga menentukan karyawan tetap atau buruh hariannya untuk masuk kerja atau tidak. Dengan hitung-hitungan tersebut pengurangan baik jam operasi maupun kapasitas operasi harus memperhitungkan efek kejut tersebut di Jakarta. Apakah efek kejut itu efektif? Ternyata hanya dipenuhi oleh 27% pengguna angkutan kereta api (pengguna MRT/LRT/Trans Jakarta belum ada datanya).
Transportasi merupakan sektor strategis dalam mendukung pergerakan sehingga apa pun kebijakan yang menggunakan variabel transportasi memerlukan hitung-hitungan yang matang. Juga melihat jumlah pergerakan di Ibukota yang mencapai lebih dari 10 juta pergerakan. Maksud kebijakan Social Distancing bagus, namun variabel transportasi adalah variabel memerlukan ketelitian dan sensitif.
Gambir, 19 Maret 2020