Mohon tunggu...
David Radiant
David Radiant Mohon Tunggu... Administrasi - Penulis

Saya adalah seorang matematikawan dan seorang psikolog yang saat ini sedang mendalami bidang psikologi anak

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mata Pandang Etnis Jawa

29 Juli 2021   12:38 Diperbarui: 29 Juli 2021   13:16 520
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya adalah seorang putra jawa yang terlahir di negeri perantauan. Ayah ibu saya seorang jawa tulen yang lahir di salah satu desa pada lereng gunung Ijen, Banyuwangi. Ibu saya pun tidak jauh dari kota kelahiran ayah saya. Keduanya dipertemukan di provinsi Lampung. Bahasa komunikasi kami sehari-hari adalah behasa Indonesia oleh karena etnis jawa dimanapun berada selalu membaur secara plural, mempelajari berbagai bahasa daerah dimanapun ditempat kami berada.

Etnis jawa dikenal dunia sebagai suku terbesar di Indonesia oleh karena 40,22% penduduk Indonesia merupakan etnis jawa. Gaya sosialisasi suku jawa yang plural, menjunjung tinggi kesopanan dan kesederhanaan menghasilkan suatu nilai positif yang dibuktikan dengan adanya New Caledoania dan Suriname, di Amerika. Kedua wilayah pada belahan Amerika tersebut merupakan negara yang didominasi oleh suku jawa dan berbahasa sehari-hari menggunakan bahasa jawa.

Nenek moyang suku jawa telah menciptakan peradaban yang holistik, mulai dari primbon yang berisi mengenai ramalan, tata cara membaca alam, bermusik, tata krama, bahkan serta menafsirkan waktu alam melalui gejala-gejalanya. Pada dasarnya etnis jawa pandai dalam bidang pertanian, perdagangan, usahawan swasta, dll,. 

Budaya jawa terkenal dengan budaya seninya yang dipengaruhi oleh nuansa hindhu budha misalnya pentas wayang yang berpedoman pada ramayana atau mahabarata. Dalam segi fasion etnis jawa tak pernah tertinggal dengan etnis lain, jawa memiliki batik keris yang terkenal. Dari segi berkomunikasi etnis jawa membagi menjadi 3 jenis bahasa berdasarkan lawan bicaranya, misalkan kepada teman (jawa kasar), kepada orang yang lebih dewasa , dan ada juga yang paling dinilai halus adalah bahasa kepada Allah pencipta langit dan bumi.

Pertanyaan menariknya adalah, bagaimana etnis jawa memandang perbedaan pada golongan yang lain?. Tentunya hal ini perlu dijawab berdasarkan apa yang telah terjadi. Saya sejak kecil hidup dalam lingkungan yang plural, rekan sepermainan saya berasal dari suku batak, chineess, ambon, papua, korea, bahkan ada juga dari suriname. Dalam budaya jawa terdapat suatu ajaran bertatakrama yang disebut dengan tenggang rasa. Tenggang rasa mengajarkan kami untuk respect dan menghargai orang lain siapapun. Tenggang rasa berbicara tentang berbagi berkat yang Tuhan berikan, serta saling memaafkan satu orang dengan yang lain.

Namun pada sisi yang lain, kepecayaan Jawa dalam memandang suku lain juga memberi kami larangan-larangan untuk menikah dengan suku lain, misalnya sunda, batak, atau minang. Miskipun tidak ada larangan baku nya, tetapi diajarkan untuk sebaiknya dihindari. Jawa memandang perempuan sunda tidak pandai memegang uang karena suka berdandan, tidak bisa memasak, mengurus rumah tangga, tidak sopan, dan lain-lain. 

Sehingga bagi pria jawa yang hendak menikahi wanita sunda, disarankan untuk lebih bekerja keras. Walaupun pandangan ini tidak seratus persen relevan di jaman modern saat ini. Sementara pandangan jawa terhadap batak tidak lain karena suku jawa yang masih sangat fanatik dan radikal mengenai keberagaman kepercayaan, Jawa didominasi penganut kepercayaan islam dan batak didominasi kaum kristen. Batak memiliki istiadat yang kompleks dan rumit dalam lingkaran kehidupan, adanya marga, hirarki, larangan menikah, dan lain-lain yang tidak cocok dengan kesederhanaan adat jawa.

Sedangkan wanita minang dinilai oleh kacamata jawa sebagai matrilineal dimana garis ibu yang wajib diikuti. Keturunan minang mengikuti marga ibu mereka, pengambil keputusan dalam keluarga adalah wanita. Adat tersebut dinilai berlawanan dengan jawa yang menjunjung hormat kepada kaum pria sebagai kepala rumah tangga.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun