Mohon tunggu...
David Bekam
David Bekam Mohon Tunggu... Konsultan - Inovator yg hidup dengan inovasinya

Inovasi membuat yg tidak mungkin menjadi mungkin www.nzpro.co.id

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Never Ever Give Up

2 Desember 2015   12:26 Diperbarui: 8 Desember 2015   08:56 300
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kita sering mendengar kalimat “Never Ever Give Up” tapi dalam kehidupan sehari-hari, seringkali kita ingin menyerah saja, sepertinya hidup kita akan hancur saat kita di tolak, saat argumentasi kita engga di dengar, saat kita di acuhkan, semua itu terkadang membuat kita frustasi, yang akhirnya memutuskan, sebaiknya saya cari pekerjaan lain saja, sepertinya saya engga cocok dengan pekerjaan ini, sepertinya saya memang engga jodoh, dan lain sebagainya, itu sangat manusiawi sekali, dan itu juga banyak dialami oleh orang-orang penting, seperti yang dikatakan oleh Jenderal Mc Arthur dengan kalimat “Never Ever Give Up” kalimat tersebut lahir saat Tentara Sekutu terdesak oleh Tentara Jepang saat perang dunia ke 2 di Pasific, menurut saya awalnya adalah karena perasaan ke jepit, saat mengetahui kekuatan pasukan kamikaze Jepang mampu memporak porandakan Pearl Harbor di Hawaii, dengan kalimat “Never Ever Give Up” hasilnya adalah membakar semangat dan memotivasi prajurit sekutu untuk berperang sampai titik darah penghabisan, dan hasilnya sekutu menang perang di Pacifik….luar biasa bukan ?

 

Semangat itu saya praktekan dalam inovasi saya, saya cukup tahu diri, saya bukan dari kalangan akademisi yang ahli membuat penelitian, saya hanya anak lulusan SMA yang bukan dari sekolah unggulan,  jadi sebagai inovator jalanan, saya harus realistis, saya harus punya semangat juang diatas rata-rata orang lain, saya harus memakai otak  saya yang Tuhan kasih untuk mencari inovasi baru, biasanya saya mulai dari “selera” untuk memulai setiap inovasi baru, misalnya karena saya tidak suka dengan bau tanah pada daging ikan bandeng dan ikan air tawar lain, maka saya membuat inovasi yang bisa menghilangkan bau tanah pada daging ikan-ikan tersebut, dan berhasil setelah 10 tahun berinovasi.

 

3 tahun pertama saat mencoba membuat pupuk cair, saya hampir menyerah, malah Kakak Ipar saya yang peduli terhadap keadaan saya mau memodali saya untuk jualan nasi goreng ( karena saya suka masak, dan masakan saya katanya enak ) karena kakak melihat saya tidak ada kemajuan dalam penelitian pupuk cair, saya tolak tawaran nya karena saya melihat teman saya jualan nasi goreng, kalau sakit maka engga bisa jualan, kalau sakit engga ada penghasilan, saya tidak mau seperti itu, saya ingin menghasilkan pekerjaan yang bisa diwariskan ke anak-anak saya, saya ingin hari tua saya bisa menikmati hidup ( seperti Kompasianers Bp Tjiptadinata ….mantap khan ? hari tua masih sehat produktif dan keliling dunia sama istri tercinta ), saya setuju dengan nasehat bijak “ lahir miskin itu bukan salahmu, Tua miskin itu baru salahmu” kesempatan begitu banyak jangan disia-siakan, makanya saya kejar terus mimpi saya.

Saya pikir inovasi saya bisa menghasilkan di tahun ke 3….ternyata saya salah, tahun ke 3 hanya menghabiskan 1 rumah untuk modal dan hanya mendapat pengalaman “pondasi” membuat inovasi pupuk.

Lalu saya pikir di tahun ke 5 saya bisa berhasil, ternyata salah lagi, di tahun ke 5 saya baru bisa membangun pola produksi secara lebih teratur saja, tahun ke 5 saya baru belajar mengetahui pertanian, perikanan, dan belum efisien dalam bekerja.

Lalu saya merubah lagi pola pikir saya mungkin butuh 10 tahun baru saya bisa sukses, ternyata ini sedikit betul tapi belum sepenuhnya betul karena saya engga perhatikan bahwa perjanjian kerjasama itu harus saling mengikat dan saling menguntungkan, saya abaikan dengan berlindung “saya kurang paham mengenai masalah hukum” akhirnya saat berhasil membuat Jamu Tetes, saya harus merelakan inovasi saya diambil orang, dan disisakan hanya pengalaman saja, berarti saya menunda kesuksesan karena “kesalahan memilih teman bisnis” dan itu sangat mahal harganya, saya harus alami indekost di hotel prodeo selama 2 tahun lebih, saat itu saya mulai membangun diri saya, bahwa bila menyerah maka selesailah sudah, kalau saya menyerah , yang  akan diingat orang saya adalah inovator gagal, saat saya “berserah” saya meminta kekuatan dari Tuhan untuk memberi kekuatan baru setiap hari, karena saya tidak menyerah maka saya bisa terus berinovasi, bahkan di hotel prodeo saya bisa melakukan banyak penelitian dengan semua teman-teman yang selalu siap menjadi “manusia ujicoba” sehingga saya berhasil membuat 4 penemuan baru dan 1 metode baru terapi bekam, dan saat ini penemuan ini sangat berguna, dan sudah banyak menolong teman-teman dan banyak melahirkan saudara-saudara baru, karena terapi bekam yang saya kerjakan hasilnya “instant”.

 

Maka dengan tidak menyerah saya berhasil mengalahkan “ketakutan saya sendiri” ,justru saya mengucapkan terima kasih sama Tuhan karena sudah melalui proses hidup, saya diberi efisiensi waktu penemuan, biasanya 1 penemuan saya habiskan waktu 3 tahun, saat di penjara malah 5 inovasi baru dalam 2 tahun, sehingga awalnya saya merasa hancur karena di penjara, sekarang berterima kasih sama Tuhan untuk kekuatan yang diberikan untuk “Never Ever Give Up”.

Penjara saya anggap seperti ulat yang bereinkarnasi dalam kepompong, saat waktunya tiba, ulat akan keluar menjadi kupu-kupu yang indah, saya lah kupu-kupu itu sekarang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun