Mohon tunggu...
Firdaus Cahyadi
Firdaus Cahyadi Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis, Konsultan Knowledge Management, Analisis Wacana, Menulis Cerita Perubahan dan Strategi Komunikasi. Kontak : firdaus(dot)cahyadi(at)gmail.com

Firdaus Cahyadi, penikmat kopi dan buku. Seorang penulis opini di media massa, konsultan Knowledge Management, Analisis Wacana di Media, Menulis Cerita Perubahan dan Strategi Komunikasi. Untuk layanan pelatihan dan konsultasi silahkan kontak : firdaus(dot)cahyadi(at)gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Perbudakan Spiritual dan Kegagalan Literasi Agama

19 Desember 2020   08:51 Diperbarui: 19 Desember 2020   08:57 203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

"Bagi saya mendewa-dewakan mereka yang mengaku keturunan nabi adalah bentuk perbudakan spiritual. Bung Karno puluhan tahun yang lalu sudah mengeritik keras fenomena yang tidak sehat ini," ungkap mantan Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah, Ahmad Syafii Maarif atau lebih akrab disapa Buya Syafii melalui akun Twitter @SerambiBuya. 

Apa yang dikemukakan Buya sejatinya adalah otokritik terhadap para agamawan, ustadz, kyai dan sederet sebutan dan gelar yang terkait keagamaan lainnya. Bagaimana tidak, bila ditarik lebih jauh, ungkapan Buya Syafii terkait dengan perbudakan spiritual itu menyisakan sebuah pertanyaan substansial, bagaimana literasi agama selama ini dilakukan sehingga bisa memunculkan perbudakan spiritual? 

Perbudakan secara umum berarti segala hal mengenai pengendalian terhadap seseorang oleh orang lain dengan cara paksaan. Bedanya, dalam perbudakan spiritual seringkali tidak dilakukan dengan cara paksaan, namun hegomoni wacana. 

Menurut seorang filsuf Italia, penulis, dan teoritikus politik Antonio Gramsci,  hegemoni merupakan suatu kekuasaan atau dominasi atas nilai-nilai kehidupan, norma, maupun kebudayaan sekelompok masyarakat yang akhirnya berubah menjadi doktrin terhadap kelompok masyarakat lainnya dimana kelompok yang didominasi tersebut secara sadar mengikutinya. Kelompok yang didominasi tidak merasa ditindas dan justru merasa itu sebagai hal yang seharusnya terjadi. 

Kata kuncinya ada di kalimat kelompok yang didominasi tidak merasa ditindas. Dalam perbudakan spiritual, seorang budak  atau pihak yang didominasi tidak merasa ditindas. Bahkan mereka rela mengorbankan segalanya termasuk nyawanya untuk tuannya. Padahal spirit agama jelas dan terang menghapus perbudakan antar manusia. Menghamba hanya kepada Tuhan yang Maha Esa. Memang Tuhan menurunkan nabi. Kita pun diminta menaati nabi. 

Dalam ajaran agama seorang nabi langsung dibimbing oleh Tuhan langsung, sehingga para nabi terjaga dari kesalahan. Namun, itu tidak berlaku bagi keturunannya. Kita tentu ingat kisah Nabi Nuh dalam agama samawi. Anak Nabi Nuh tidak termasuk yang diselamatkan dalam azab banjir bandang. 

Kita pun mendapatkan dalam ajaran agama kisah Nabi Luth. Istri Nabi Luth pun tidak termasuk orang yang diselamatkan dari azab Tuhan. Bahkan, Nabi Muhamamad pernah mengatakan, "Sesungguhnya yang telah membinasakan umat sebelum kalian adalah jika ada orang terhormat dan mulia di antara mereka mencuri, mereka tidak menghukumnya. Sebaliknya jika orang rendahan yang mencuri, mereka tegakkan hukuman terhadapnya. Demi Allah, bahkan seandainya Fatimah putri Muhammad mencuri, niscaya aku sendiri yang akan memotong tangannya!".

Apa artinya? Artinya, jika keturunan Nabi Muhammad melanggar hukum, tetap harus menghadapi proses hukum. Tidak ada istilah kriminalisasi keturunan nabi.

Dengan kata lain, agama mengajarkan bahwa semua manusia sama. Semua manusia harus dihormati karena sama-sama cipataan Tuhan. Tidak ada manusia yang dihinakan. Semua orang harus mendapatkan perlakuan adil di muka hukum. Dari jelata sampai mereka yang mengklaim atau diklaim sebagai ulama atau keturunan nabi jika melanggar hukum harus dihukum. Tidak ada istilah krimnialisasi ulama bila ada yang diproses secara hukum karena dugaan pelanggaran aturan dalam bermasyarakat. Bandingkan dengan yang terjadi di negara kita?

Perbudaakan spiritual adalah bukti bahwa kegagalan literasi agama. Semangat agama yang membebaskan justru tenggelam oleh gegap gempita perbudakan spiritual. Bila kita telisik lebih dalam tentu ada keuntungan ekonomi-politik yang didapatkan dari gegap gempita perbudakan spiritual di negeri ini. Siapa yang diuntungkan? Jelas mereka yang dianggap tuan oleh para budak dalam sistem perbudakan spiritual itu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun