Mohon tunggu...
Firdaus Cahyadi
Firdaus Cahyadi Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis, Konsultan Knowledge Management, Analisis Wacana, Menulis Cerita Perubahan dan Strategi Komunikasi. Kontak : firdaus(dot)cahyadi(at)gmail.com

Firdaus Cahyadi, penikmat kopi dan buku. Seorang penulis opini di media massa, konsultan Knowledge Management, Analisis Wacana di Media, Menulis Cerita Perubahan dan Strategi Komunikasi. Untuk layanan pelatihan dan konsultasi silahkan kontak : firdaus(dot)cahyadi(at)gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Kabinet Jokowi Diumumkan, Muncul Petisi soal Penculikan Aktivis 98

23 Oktober 2019   13:02 Diperbarui: 23 Oktober 2019   13:12 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Hari ini (23 Oktober 2019) Presiden Jokowi mengumumkan secara resmi susunan kabinetnya. Tak perlu menunggu sehari, hanya beberapa jam, muncul petisi kepada Presiden Jokowi untuk segera menyelesaikan kasus penculikan 13 aktivis di 1998. Petisi dapat dilihat di sini.

Munculnya petisi itu adalah respon dari masyarakat yang kecewa atas susunan kabinet Presiden Jokowi periode ke-2 yang dinilai tidak memberikan harapan bagi penghormatan hak asasi manusia (HAM). Masyarakat sulit berharap muncul penyelesaian HAM masa lalu, termasuk kasus penculikan aktivis di 1998 bila melihat komposisi dari kabinet Jokowi jilid 2. 

Penghilangan paksa di 1998 tak bisa dipisahkan dengan gerakan perlawanan terhadap rejim korup dan otoritarian Orde Baru. Sebagian aktivis yang diculik memang sudah kembali. Tapi masih ada 13 orang aktivis yang hingga 21 tahun masih hilang. Apakah 13 aktivis yang dihilangkan sejak 21 tahun silam itu sudah meninggal dunia? Jika sudah meninggal dunia, dimana mereka dikuburkan? Siapa komplotan yang membunuh 13 aktivis itu? Hingga kini tidak jelas.

Jika penghilangan paksa 13 aktivis itu tidak bisa dipisahkan dengan gerakan perlawanan terhadap rejim otoritarian, maka sejatinya semua Presiden Indonesia setelah Soeharto berhutang budi terhadap mereka, tak terkecuali Jokowi. ke-13 orang aktivis yang diculik itu bagian dari gerakan perlawanan terhadap rejim Orde Baru. Tanpa tumbangnya rejim Orde Baru, sulit membayangkan ada presiden yang dipilih langsung.

Jokowi tentu memiliki hutang budi pada 13 orang korban penghilangan paksa itu. Tanpa perlawanan dari rakyat, termasuk dari 13 orang aktivis yang diculik itu, mustahil Jokowi bisa menjadi Walikota Solo, Gubernur DKI apalagi menjadi Presiden Indonesia seperti sekarang. 

Kini Jokowi sudah menduduki pucuk pimpinan tertinggi di negeri ini. Sudah waktunya ia membayar hutang budinya dengan sesegera mungkin menemukan 13 orang aktivis yang dihilangkan paksa itu dan menyeret komplotan penculiknya di pengadilan HAM. 

Setelah itu barulah Jokowi meminta maaf atas pelanggaran HAM yang dilakukan negara di masa silam. Nah, setelah semua urusan itu kelar, barulah Presiden Jokowi berbicara soal investasi dan lainnya. Nyawa warga negara lebih penting daripada segala ilusi terkait dengan investasi. 

Ayo Pak Jokowi, saatnya bayar hutang budi pada 13 orang korban penculikan 1998. Pertanyaannya adalah apakah Jokowi berani?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun